Berita Nasional
Tragedi di Stadion Kanjuruhan Malang, Polisi Tetapkan 6 Tersangka, Ini Penjelasan Kapolri
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo telah mengumumkan enam tersangka tragedi Kanjuruhan, Kamis 6 Oktober 2022, berdasarkan hasil investigasi.
TRIBUNFLORES.COM, JAKARTA - Tragedi sepak bola di Stadion Kanjuruhan Malang masih menjadi isu menarik beberapa hari ini.
Terbaru, Polri sudah menetapkan tersangka dalam kasus itu.
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo telah mengumumkan enam tersangka tragedi Kanjuruhan, Kamis 6 Oktober 2022, berdasarkan hasil investigasi pasca kejadian.
Dari keenam tersangka tersebut, salah satunya adalah Direktur Utama PT Liga Indonesia Baru (LIB) Akhmad Hadian Lukita.
Baca juga: Keluarga Menangis Histeris Sambut 2 Jenazah Korban Kecelakaan Maut di Noelbaki Kupang NTT
"Berdasarkan gelar dan alat bukti permulaan yang cukup maka ditetapkan saat ini 6 tersangka," kata Listyo.
Dirut PT LIB itu bertanggung jawab terhadap stadion apakah layak fungsi atau tidak.
"Tetapi, ternyata itu tak dilakukan. LIB tak memverifikasi kesiapan Stadion Kanjuruhan. Pemeriksaan terakhir tahun 2020," jelas Kapolri.
Dua tersangka lain dari insan sepak bola adalah Abdul Haris dan Suko Sutrisno.
Abdul Haris adalah Ketua Panpel Arema FC yang bertanggung jawab terhadap pertandingan Liga 1 melawan Persebaya Surabaya.
Dia antara lain menjual tiket melebihi kapasitas stadion dari seharusnya 38.000 menjadi 42.000.
Sedangkan Suko Sutrisno adalah Security Officer Arema FC.
Baca juga: Aremania Malang di Maumere, Rini Kartini Menangis saat Menyalakan Lilin Pray for Kanjuruhan Malang
"Berdasarkan gelar dan alat bukti permulaan yang cukup maka ditetapkan saat ini 6 tersangka," kata Listyo.
Selain itu, Kapolri juga menyampaikan 11 personel Polri yang melakukan penembakan gas air mata dalam tragedi Kanjuruhan.
Listyo juga menyampaikan beberapa fakta baru terkait Tragedi Kanjuruhan.
Salah satu fakta yang disampaikan oleh Listyo yakni ada 11 personel Polri yang melakukan penembakan gas air mata.
Penembakan tersebut dilakukan ke-11 personel tersebut atas perintah atasan yang berjumlah 3 personel.
"Atas dasar peristiwa dan pendalaman, maka tim melaksanakan dua proses sekaligus, yaitu proses yang terkait dengan pemeriksaan pidana dan proses yang terkait dengan pemeriksaan internal terhadap anggota Polri yang melakukan penembakan gas air mata."
"Terkait dengan pemeriksaan internal, kita telah memeriksa 31 orang personel."
"Ditemukan bukti yang cukup terhadap 20 orang terduga pelanggar."
"Terdiri dari pejabat utama Polres Semarang, 4 personel, perwira pengawas dan pengendali sebanyak 2 personel."
"Kemudian atasan yang memerintahkan penembakan sebanyak tiga personel."
"Personel yang menembakkan gas air mata di dalam stadion 11 personel."
"Kemudian terkait dengan temuan tersebut, setelah ini akan segera dilaksanakan proses untuk pertanggungjawaban etik."
"Namun, kemudian sekali lagi tidak menutup kemungkinan jumlah ini masih bisa bertambah," kata Listyo.
Penembakan gas air mata disebut-sebut sebagai salah satu faktor utama penyebab banyaknya korban jiwa di tragedi Kanjuruhan.
Padahal, dalam aturan FIFA disebutkan bahwa gas air mata tidak boleh digunakan di dalam stadion.
Larangan FIFA tersebut tertuang pada Bab III pasal 19b tentang pengamanan pertandingan di pinggir lapangan.
Ada alasan khusus mengapa FIFA sampai melarang penggunaan gas air mata di dalam stadion.
Jauh sebelum tragedi Kanjuruhan, penggunaan gas air mata di dalam stadion kerap menelan banyak korban.
Bahkan tiga tragedi kerusuhan terparah di sepak bola, termasuk Kanjuruhan, semuanya dipicu oleh gas air mata.
Baca juga: Doa dan 1000 Lilin dari Tanah Nian Sikka untuk Korban Tragedi di Stadion Kanjuruhan Malang
Kerusuhan terparah di dunia terjadi pada 24 Mei 1964 ketika Peru bersua Argentina di laga kualifikasi Olimpide Tokyo di Stadion Nasional, Lima.
Suporter tak bisa menghindari kerusuhan, mereka terinjak-injak dan sesak napas akibat semprotan gas air mata.
Polisi juga menembakkan gas air mata pada 9 Mei 2001 dalam kerusuhan di Accra, Ghana, yang menewaskan 126 orang.
BERITA LAINNYA
Ada Apa Jokowi tak salami Kapolri?
Apakah ada kaitan dengan tragedi Kanjuruhan, ada yang menarik saat Presiden Joko Widodo (Jokowi) menghadiri perayaan HUT ke-77 TNI di Istana Merdeka, Jakarta, Rabu 5 Oktober 2022.
Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Ma'ruf Amin tampak menghampiri pimpinan TNI dan Polri. Lalu, mengajak mereka bersalaman usai perayaan digelar.
Namun, Presiden Jokowi terlihat tidak menyalami Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo.
Padahal, mantan Wali Kota Solo itu menyalami semua yang ada di sekitarnya.
Awalnya, Presiden Jokowi tampak menyalami Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa.
Andika yang mendapat giliran bersalaman pertama memberikan hormat dan membalas jabat tangan presiden.
Setelah Andika, presiden tampak mendekati Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dan menyapanya.
Namun, Jokowi tidak mengulurkan tangan untuk bersalaman dengan Kapolri.
Presiden kemudian menyapa dan bersalaman dengan Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal Dudung Abdurachman.
Terlihat, Dudung pun memberi hormat dan membalas jabat tangan presiden.
Setelahnya, Presiden Jokowi menyapa Kepala Staf TNI Angkatan Udara (Kasau) Marsekal Fadjar Prasetyo beserta istri.
Kemudian, Jokowi bersalaman dengan keduanya.
Terakhir, presiden menyapa Kepala Staf TNI Angkatan Laut Laksamana Yudo Margono beserta istri dan bersalaman dengan mereka.
Usai bersalaman, Presiden Jokowi berbalik badan dan melambaikan tangan kepada tamu undangan upacara yang menyapanya.
Baca juga: Warga Ngada Nyalakan 1000 Lilin Sampaikan Rasa Empati atas Tragedi Sepak Bola di Kanjuruhan Malang
BERITA LAINNYA
Penjelasan istana
Kepala Sekretariat Presiden Heru Budi Hartono menanggapi peristiwa tersebut.
Menurut Heru, tidak ada penyebab khusus presiden tidak bersalaman dengan Kapolri usai upacara.
Sebab, Presiden Jokowi disebut telah bersalaman dengan semua tamu undangan yang berada di mimbar utama sebelum upacara berlangsung.
"Enggak ada masalah. Kan di mimbar utama sebelum upacara semua sudah disalamin dan kan yang di video itu Pak Presiden menyapa Pak Kapolri (berbicara)," kata Heru saat dikonfirmasi, Rabu 6 Oktober 2022.
Diketahui, institusi Polri belakangan ini disorot setelah peristiwa pembunuhan Brigadir J yang melibatkan mantan Kadiv Propam Polri Irjen Pol Ferdy Sambo.
Tak hanya Sambo, sejumlah perwira juga diduga terlibat dalam skenario untuk menutupi peristiwa asli kematian Brigadir J.
Ditambah lagi, baru-baru ini, kinerja Polri kembali jadi sorotan usai tragedi yang terjadi di Stadion Kanjuruhan, Malang.
Lebih dari 100 nyawa menghilang usai aparat kepolisian yang berjaga di stadion menembakkan gas air mata ke arah tribun penonton. (Kompas.Com, Pos Kupang.Com).