Berita Sikka

Pangan Lokal Menyatukan Empat Suku Besar di Desa Gunung Sari Pulau Pemana Sikka

Desa ini berada di cekungan bukit Pulau Pemana jika dari berlayar dari Pelabuhan Lorens Say Maumere menuju Desa Pemana, desa ini tidak terlihat.

Editor: Gordy Donovan
TRIBUNFLORES.COM / KRISTIN ADAL
KULINER KHAS MAUMERE - Kasuami merupakan makanan lokal Suku Buton di Pulau Pemana, Kecamatan Alok, Kabupaten Sikka, Provinsi Nusa Tenggara Timur, Sabtu, 15 Oktober 2022. Kue Kasoami, pangan lokal khas suku Buton ini biasanya disediakan saat pesta pernikahan dan acara besar, Desa Gunung Sari, 15 Oktober 2022. 

Laporan Reporter TRIBUNFLORES.COM, Kristin Adal

TRIBUN FLORES.COM, MAUMERE - Kurang lebih 1.900 jiwa dengan 600 KK mendiami Desa Gunung Sari, di Pulau Pemana, Kecamatan Alok, Kabupaten Sikka. Tiga suku besar seperti suku Buton, suku Bugis, suku Bajo dan suku Sikka hidup berbaur. Pangan lokal empat suku besar ini menyatu dalam kehidupan sosial, budaya dan agama.

Desa Gunung Sari dengan luas wilayah 3000 hektar diapit dua bukit. Pemekaran dari Desa Pemana tahun 1996 sebagai desa persiapan dan tahun 1998 dibentuk menjadi desa defenitif. Mayoritas masyarakatnya beragam muslim dan sekitar 10 KK yang beragama Nasrani.

Desa ini berada di cekungan bukit Pulau Pemana jika dari berlayar dari Pelabuhan Lorens Say Maumere menuju Desa Pemana, desa ini tidak terlihat saat di tengah laut.

Sejarah pemberian nama Desa Gunung Sari Ngolo karena keadaan alam di sekitarnya. Dua bukit yang mengapit desa, pasir putih seperti sari kelapa, mongolo menjadi Ngolo (bahasa Buton) artinya tidak terlihat.

Baca juga: Kepala Desa Boa Ceritakan Kronologi Perahu Tenggelam di Rote Ndao NTT

 

Pemukiman warga di desa ini lebih padat di sisi selatan Pantai Parangka. Tidak heran sampah limbah rumah tangga bertebaran di bibir pantai ini.

Namun tali persaudaraan masyarakat Desa Gunung Sari terikat kuat. Seperti yang diungkapkan oleh Nurliana (54) warga Desa Gunung Sari saat hajatan pernikahan, kematian dan hari raya kue-kue tradisional dari empat suku besar ini menjadi hidangan untuk tamu.

Seperti yang diungkapkan oleh Nurliana (54) warga Desa Gunung Sari pangan lokal tumbuku lamba (jagung bose khas Buton),hugu-hugu ( ubi hitam campuran kelapa khas Sikka), ikan kuah mangga muda (makanan khas suku Bugis) dan kasoami (makanan khas suku Buton) selalu ada di setiap hajatan pernikahan, syukuran kelahiran hari raya agama dan pernikahan.

Baca juga: Perahu Motor Melaut Perdana di Pantai Loedik Rote Ndao,Ditumpungi 41 Orang,Tujuh Meninggal


Pangan olahan ini dari bahan lokal yang ada di sekitar. Mulai dari singkong, mangga, kelapa dan ikan. Seperti kasoami, kue lokal khas suku Buton ini akan selalu ada saat acara pernikahan. Baik acara pernikahan dari suku Bugi, Sikka dan Bajo. Kue kukus berbahan dari ubi singkong dan kelapa parut berbentuk kerucut.

Saat ditemui di kediamannya, Nurliana sedang membuat kasoami dan pangan lokal lainnya untuk menjamu tamu. Pangan tradisional ini ia buat untuk memperkenalkan kekayaan budaya Desa Gunung Sari.

Nurlian, ibu tiga anak ini membenarkan hal-hal sederhana seperti pangan lokal empat suku besar di Gunung Sari ini mempererat tali persaudaraan di tengah perbedaan budaya dan agama.

Berita Sikka lainnya

Berita Terkait

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved