Berita NTT
Masyarakat Adat Laut Timor Akan Gugat Pemerintah RI Bila Tak Batalkan Perjanjian Batas Laut Timor
Pemerintah RI akan digugat Masyarakat Adat Laut Timor jika tidak membatalkan perjanjian batas Laut Timor dengan Australia.
Laporan Reporter TRIBUNFLORES.COM, Irfan Hoi
TRIBUNFLORES.COM,KUPANG-Pemerintah RI akan digugat Masyarakat Adat Laut Timor jika tidak membatalkan perjanjian batas Laut Timor dengan Australia.
Ketua Masyarakat Adat Laut Timor,Ferdi Tanoni mengatakan akan melakukan gugatan ke Mahkamah Konsitusi (MK) bila tak ada itikad baik pemerintah RI membatalkan perjanjian bersama kedua negara itu.
"Jika Pemerintah RI tidak segera membatalkan seluruh perjanjian perbatasan di Laut Timor, kami segera gugat di MK (Mahkamah Konstitusi),” katanya, Minggu 4 Desember 2022 dalam keterangan tertulisnya.
Ia menjelaskan,seluruh perjanjian perbatasan di Laut Timor dan Arafura antara Australia dan Indonesia telah diratifikasi dan dijadikan Undang-Undang, merupakan hal yang tidak benar. Ferdi menyebut, kesepakatan itu tidak menyinggung sedikitpun mengenai pertimbangan teknis dimana Benua Australia dan Pulau Timor berada dan terletak dalam satu landas kontinen Australia.
Baca juga: AHY Kunjungi NTT Bawa Empat Pesan
"Bukan seperti argumentasi Australia bahwa Benua Australia dan Pulau Timor berada didalam dua landas kontinen, yang kemudian diterima oleh Pemerintah Indonesia," jelasnya.
"Sementara soal kepemilikan gugusan Pulau Pasir, kami akan menggugat "Hak Masyarakat Adat" kami yang dirampas oleh Pemerintah Federal Australia di High Court Canberra, karena Perjanjian di Gugusan Pulau Pasir ini bukanlah undang-undang karena tidak pernah diratifikasi," lanjutnya.
Ferdi juga minta Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) bersama AFMA tidak menjadikan MoU Box 1974 sebagai alat untuk melarang nelayan tradisional Indonesia tidak boleh melaut ke perairan Pulau Pasir.
"Saya meminta anda untuk harus berjiwa patriotik karena apa yang anda lakukan ini dengan membatasi para nelayan tradisional Laut Timor ke gugusan Pulau Pasir itu sangat tidak benar, salah dan keliru, karena tidak ada satu perjanjian pun yang menyatakan bahwa gugusan Pulau Pasir itu adalah milik Australia," tegasnya.
Baca juga: PAPDI NTT Bilang Alat Pendukung Kesehatan di NTT Masih Minim
Ferdi menerangkan, MoU Box 1974 hanyalah sebuah Nota Kesepahaman saja, dan bukan berarti para nelayan harus ditangkap dan diadili kemudian perahunya dibakar dan dikenakan denda segala macam. Baginya tindakan itu tidak benar.
Seharusnya Kemeneterian Luar Negeri dan Kementerian Kelautan dan Perikanan RI mengundang Pemerintah Fedral Australia dan Pemegang Mandat Hak Ulayat Msyarakat Adat Laut TImor untuk berbicara dan membahas kasus gugusan Pulau Pasir ini secara benar dan tepat sesuai dengan aturan hukum yang berlaku.
"Kami adalah teman baik Australia di Indonesia meminta anda untuk tidak serakah dan mau mengambil serta merampas hak kedaulatan kami seperti yang anda lakukan saat ini. Kami tidak merasa takut terhadap sikap dan tindakan anda untuk harus menangkap dan membakar perahu dari para nelayan-nelayan tradisional kami ini," ujarnya.
Dia berjanji akan menghentikan segala upaya menuntut hak masyarakat adat, jika Pemerintah Federal Australia membuktikan hak itentiknya tentang kepemilikan gugusan pulau Pasir. *