Renungan Katolik Hari Ini

Renungan Harian Katolik Minggu 14 Mei 2023, Berani Biicara Tentang Kebenaran

Mari simak Renungan Harian Katolik Minggu 14 Mei 2023.Tema renungan harian katolik yaitu Berani Biicara Tentang Kebenaran. Baca renungan katolik ini.

Editor: Gordy Donovan
TRIBUNFLORES.COM / GG
GEREJA KATOLIK - Tampak depan Gereja Katolik Kristus Raja Waiwerang, Adonara Timur, Keuskupan Larantuka di Pulau Adonara, Flores Timur, NTT. Mari simak Renungan Harian Katolik Minggu 14 Mei 2023.Tema renungan harian katolik yaitu Berani Biicara Tentang Kebenaran. Baca renungan katolik ini. 

Ayat ini sarat dengan muatan rohani.

Pertama-tama hendak disoroti bahwa menjadi murid Yesus itu berarti hidup mewaspadai gerak gerik kekuatan-kekuatan jahat, yakni “dunia”.

Dalam Injil Yohanes kata “dunia” (kosmos) dipakai dalam arti seperti itu. (Di dalam tulisan-tulisan Perjanjian Baru lainnya kata kosmos tampil lebih dalam arti netral, yakni tempat manusia hidup.)

Bagi Yohanes, tempat manusia hidup itu, yaitu dunia, telah dikuasai kegelapan. Dunia tidak mengenal Sang Sabda lagi walaupun diciptakan oleh-Nya. Jadi dunia itu menyangkal asal usulnya sendiri dan dengan demikian mengubah diri menjadi tempat kegelapan, bukan tempat terang yang diciptakan oleh Sabda pada hari pertama itu.

Karena itulah dalam Yoh 14:17 dikatakan dunia tidak bisa menerima Roh Kebenaran. Dunia seperti itu tidak memiliki kepekaan akan kehadiran-Nya. Lebih buruk lagi, dunia tidak mengenal asal usulnya sendiri. Tidak tahu asal serta tujuannya. Ini penderitaan terbesar. Namun rupa-rupanya dunia yang demikian ini bahkan tidak tahu bahwa menderita kehilangan persepsi akan asal dan tujuan sendiri.

Semua ini disodorkan kepada murid bukan untuk mengecam dunia dan menghukumnya, melainkan agar mengasihaninya dan mencarikan jalan bagi yang ada dalam kegelapan. Dalam upaya inilah murid-murid akan dikuatkan oleh dampingan Roh Kebenaran dan bimbingan sang Penolong sendiri.

Jadi pengetahuan bahwa sang Penolong datang itu bukan untuk ditimang-timang belaka dan menjamin rasa aman sendiri, melainkan agar diamalkan demi kembalinya dunia kepada terang. Jadi ada pengutusan dan perutusan yang besar bagi para murid.

Pengutusan = perihal mengutus, dari sisi yang memberi;

Perutusan = bersangkutan dengan pengalaman diutus, dari sisi yang menerima.
Dalam cara berpikir Yohanes, para murid itu bahkan jadi tempat tinggal Roh Kebenaran. Seperti kemah tempat berlindung di padang gurun yang penuh bahaya. Sekali lagi gambaran ini membuat murid-murid menyediakan diri bagi orang-orang yang terancam kekuatan-kekuatan gelap “dunia” yang menolak kehadiran ilahi tadi.

Penerapan bagi Gereja

Bila “Pesan-pesan terakhir” Yesus yang disampaikan Yohanes itu berisikan pengutusan dan perutusan sebesar itu, bagaimana penerapannya bagi orang biasa yang hidup di zaman ini? Kan sudah lama kita sadar wahana kehidupan kita tidak intrinsik buruk, malah jadi kalangan yang

bisa makin memanusiakan – eh – menyosialisasikan gereja, kalau kata itu belum terlalu menggelembung kena inflasi. (Atau malah sudah gembos?)

Peneliti teks dan pengintip makna seperti saya tidak bisa bicara mengenai kenyataan sehari-hari seperti orang lapangan.

Namun demikian, saya melihat pengutusan dan perutusan murid-murid bukan sebagai panggilan agar menjauhi dunia, seburuk apa pun, melainkan untuk mencarinya dan mengajaknya bicara.

Lambat laun nanti dunia yang macam apa pun itu akan mulai samar-samar mendengar suara Penolong yang tinggal dalam diri murid-murid atau siapa saja yang merasa jadi murid Yesus.

Banyak dari mereka saya lihat jadi pendidik, entah di ruang kelas atau di masyarakat. Pendidik seperti ini bahkan akan belajar banyak dari keanekaragaman masyarakat yang diterjuni. Dan dalam dialog seperti itu akan tercipta keadaan yang baru yang dapat menjadi alternatif “dunia” lama yang kacau karena kegelapan.

Gereja akan mengubah diri menjadi kumpulan orang yang bisa berbicara dengan kekuatan-kekuatan segelap apa pun dan mengajaknya berjalan ke terang.

Satu catatan lagi. Bila kita ikuti cara berpikir Oom Hans, maka hubungan dengan kebenaran itu terjadi bukan dengan meng-klaim kebenaran atau mempersaksikan diri demikian. Ini sering berakhir dengan silang pendapat.

Oom Hans bicara mengenai mengasihi kebenaran, artinya membiarkan diri dengan ikhlas dirasuki kebenaran. Murid yang sampai pada taraf ini akan menikmati hadirnya Parakleetos dan memperoleh hikmat dari Roh Kebenaran. (https://www.renunganhariankatolik.web.id/).

Berita TRIBUNFLORES.COM Lainnya di Google News

Berita Terkait

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved