Wisata Sejarah Flores

Destinasi Wisata Sejarah di Flores NTT, Ada Museum Hingga Situs Prasejarah

Mendengar nama Flores tentunya tidak terlepas dengan kemolekan Labuan Bajo atau Danau Kelimutu yang mendunia tetapi sisi sejarahnya wajib dijelajahi.

Editor: Cristin Adal
TRIBUNFLORES.COM/HO-STEVEN RANKIN TRISTAN
SITUS SEJARAH- Gua Liang Bua di Pulau Flores, NTT. 

Laporan Reporter TRIBUNFLORES.COM, Kristin Adal

TRIBUNFLORES.COM- Selain keindahan alam yang menawan, mulai dari surga bawah launtnya, pantai, gunung dan lainya. Pulau Flores juga kaya akan budaya hingga sejarah yang mewarnai keanekaraman Indonesia.

Mendengar nama Flores tentunya tidak terlepas dengan kemolekan Labuan Bajo atau Danau Kelimutu yang mendunia.

Pulau yang berada di wilayah Provinsi Nusa Tenggara Timur ini memiliki sederet destinasi wisata sejarah yang tak kalah indah dari alamnya.

Memasuki liburan sekolah, tempat sejarah ini bisa menjadi destinasi liburan yang menyenangkan dan memberikan pengetahuan.

Berpetualang di tempat wisata sejarah tidak hanya menikmati keindahannya saja tetapi nilai-nilai sejarah jauh lebih nikmat.

Baca juga: Festival Benih Leluhur di Adonara Barat, Pelestarian Warisan Leluhur hingga Merawat Lingkungan

 

Berikut tempat-tempat wisata sejarah yang dirangkum TribunFlores.Com untuk anda yang ingin menjelajahi Flores atau berlibur di Pulau Flores.

1. Museum Bikon Blewut

Museum Bikon Blewut berada di Desa Takaplager, Kecamatan Nita, Kabupaten Sikka. Jarak dari Kota Maumere menuju museum sekitar 9 kilometer dan dapat ditempuh selama 20 menit menggunakan kendaraan.

Museum ini satu-satunya museum terbesar di Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur. Menyimpan benda-benda peninggalan dari zaman Paleolitikum (zaman batu tua) dan koleksi alat seni-budaya zaman perunggu masyarakat Flores.

Pantuan TribunFlores.Com, di dalam museum terdapat etalase kaca yang menyimpan rapih fosil manusia purba Flores, alat kebudayaan dan kesenian Dongson, fosil gajah purba Flores, rangka utuh jenis tikus besar di Flores, mata uang kertas dan logam beberapa negara dari zaman ke zaman, porselen dari China, moko terbuat dari perunggu dan benda-benda lainnya.

Baca juga: Taman Wisata Alam 17 Pulau Riung, Rumah Ribuan Kelelawar, Ratusan Komodo dan Karang

Pada dinding-dinding museum dipajang beberapa bingkai lukisan. Sementara itu pada rak buku cokelat terdapat buku-buku berbahasa Jerman dan Belanda yang mendokumentasikan sejumlah penelitian di Flores.

Berkunjung ke tempat ini akan membawa anda ke masa lampau Flores, seperti yang dikatakan oleh penjaga museum ini. Di dalam museum ini kita bisa mengetahui jejak peradaban masa lalu Pulau Flores.

Tempat wisata sejarah ini dibuka mulai pukul 09.00 wita hingga 14.00 wita pada hari Senin hingga Jumat. Setiap pengunjung wajib mengisi buku tamu. Tidak ada patokan harga karcis masuk tetapi bagi pengunjung bisa memberi sumbangan secara sukerela untuk museum.

Untuk diketahui museum ini didirikan pada tahun 1965 oleh Pater Dr. Verhoeven di Todabelu, Kabupaten Ngada, Flores. Sedangkan dari segi sejarah penataan dan pengelolaan koleksi-koleksi itu secara sistematis - ilmiah, museum ini didirikan pada tahun 1983 oleh Pater Drs. Piet Petu SVD di Ledalero-Maumere, Kabupaten Sikka, Flores.

Museum Bikon Blewut tak bisa dipisahkan dari nama Dr. Theodor Verhoeven SVD, misionaris SVD (1949-1967) ke Flores dan ahli etnolinguistik tamatan Universitas Utrecht Nederland, karena sebahagian besar koleksi-koleksi utama museum ini adalah hasil penggaliannya dan penemuannya yang spektakuler.

Baca juga: 12 Tempat Wisata Populer dan Eksotis di Flores, Wajib Dikunjungi saat Liburan

Dimulai dari penemuan alat-alat kebudayaan neolitik, penemuan kebudayaan flake dan blade, penemuan kebudayaan dongson, penemuan dibidang paleoantropologis, penemuan dibidang paleoontologis dan penemuan alat-alat lower paleolitik, yang berlangsung dari tahun 1950 sampai dengan 1960.

Sejak kedatangan para misionaris Serikat Sabda Allah atau Societas Verbi Divini (SVD) ke Flores pada awal abad ke-19, mereka telah mengumpulkan berbagai benda budaya masyarakat Flores untuk dilestarikan. Para misionaris juga merupakan ahli sejarah, bahasa, dan kebudayaan, seperti Paul Arndt, Theodore Verhoeven, Guisinde, Jilis Verheljen, dan Paul Schebesta.

2. Taman Renungan Bung Karno

Tempat wisata sejarah Taman Renungan Bung Karno tentu tidak asing lagi terdengar di telinga masyarakat Indonesia. Tempat wisata ini menjadi saksi sejarah kisah pengasingan Bung Karno dan perumusan Pancasila sebagai dasar Negara Indonesia.

Taman Renungan Bung Karno berada di Kelurahan Mautapaga, Kecamatan Ende Timur, Kabupaten Ende, Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur. Presiden pertama RI Ir. Soekarno pernah diasingkan di Ende selama empat tahun, mulai tahun 1934 hingga 1938.

Di tempat pengasingan ini Bapak Proklamator Indonesia melakukan berbagai aktivitas mulai dari melukis dan menulis naskah drama pementasan. Tempat lahirnya Pancasila berada di Ende, Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur.

Bung Karno merenungkan gagasan Pancasila dan buah dari pemikiran bung karno yang sedang berada di bawah pohon sukun bercabang lima yang ada di Ende. Di situlah kini dibuatkan Taman Perenungan Bung Karno.

Di taman tersebut didirikan patung Bung Karno yang sedang duduk merenung di bawah pohon sukun bercabang lima sambil menatap ke arah laut. 

Dilansir dari laman kebudayaan.kemdikbud.go.id Taman Renungan Bung Karno terletak di Kelurahan Rukun Lima, Kecamatan Ende Selatan, Kabupaten Ende, dengan koordinat 51 L 0350879, UTM 9022133, dan 9 mdpl.

Berdasarkan usulan penetapan luas lahan taman renungan Bung Karno ialah 52 m x 52 m = 2.704 m2, yang dikelola oleh Pemda Kabupaten Ende.

Dengan batas-batas di sebelah utara Taman Remaja, sebelah selatan lapangan Ende (alun-alun) yang sekarang disebut lapangan Pancasila. Di taman renungan ini terdapat pohon sukun dan taman remaja dalam satu areal.

3. Rumah Pengasingan Bung Karno

Mereka lalu dibawa ke rumah pengasingan yang terletak di Kampung Ambugaga, Kelurahan Kotaraja. Di rumah pengasingan inilah Ir. Soekarno beserta keluarganya menghabiskan waktu mereka selama empat tahun. Ir. Soekarno dan keluarganya menempati rumah milik Haji Abdullah Amburawu.

Dikucilkan jauh dari keramaian, Bung Karno yang biasa dikerumuni massa saat menyampaikan pidatonya tentu saja sempat frustasi saat diasingkan ke Flores. Ia rajin mendatangi kampung-kampung di Ende, mengapa warga dan mengunjungi Danau Kelimutu sehingga lahirlah naskah drama “Rahasia Kelimutu”.

Soekarno menghabiskan masa pengasingan bersama istrinya, Inggit, Ratna Djuami (anak angkat), serta ibu mertuanya. Rumah tinggal tersebut terdiri dari ruang tamu, ruang tengah, dan tiga kamar tidur.

Kondisinya terbilang masih terawat baik. Bagian rumah seperti sumur, kamar mandi, dapur masih terlihat seperti sedia kala. Proklamator kemerdekaan Indonesia itu diasingkan cukup lama di Ende. 18 Oktober 1938, setelah diasingkan selama empat tahun sembilan bulan dan empat hari, Ir. Soekarno dipindahkan ke Bengkulu.

4.  Gua Liang Bua

Liang Bua merupakan salah satu situs gua yang terletak di daerah perbukitan karts di wilayah Kabupaten Manggarai, Flores NTT. Secara Geografis, lokasinya kurang lebih 15 kilometer di sebelah utara Kota Ruteng, Ibu kota Kabupaten Manggarai. Berada di ketinggian 500 meter di atas permukaan laut.

Liang bua menjadi tempat wisata andalan di Kabupaten Manggarai. Gua Liang Bua berada di Dusun Golo Manuk, Desa Liang Bua, Kecamatan Rahong Utara, Kabupaten Manggarai. Nama “Liang Bua” berasal dari Bahasa Manggarai-Flores. “Liang” memiliki arti gua dan “bua” berarti dingin, jadi Liang Bua dapat diartikan “gua yang dingin”.

Dilihat dari morfologinya, Liang Bua memang memiliki ciri sebagai hunian pada masa prasejarah. Hal tersebut terlihat dari ukuran gua yang dalam dan lebar dan atap yang tinggi, serta lantai gua yang luas dan relaif datar.

Dilansir dari laman web.archive.org menjelaskan bahwa situs Liang Bua merupakan situs peninggalan dari zaman prasejarah. Telah banyak dikunjungi serta dijadikan tempat penelitian oleh peneliti dalam maupun luar negeri.

Situs ini merupakan sebuah goa hunian (okupasi) manusia prasejarah yang memiliki rangkaian atau rentetan “sequence” sangat panjang. Berlangsung sejak kala plestosen hingga helosen yaitu dari budaya Paleolitik, Mesolitik, Neolitik, sampai dengan budaya Paleometalik.

5. Gereja Tua Sikka

Gereja Santo Ignatius Loyola berada di Kampung Sikka, Kabupaten Sikka, Pulau Flores Nusa Tenggara Timur. Jarak dari Kota Maumere sekitar 30 kilometer ke arah selatan.

Gereja tua warisan Portugis ini berusia 100 tahun lebih berdiri kokoh sejak abad ke-14. Arsitek Gereja Tua Sikka mengikuti gaya Renainsans dan Barok yang berkembang di daratan Eropa dan mengadopsi unsur budaya lokal di Kampung Sikka.

Gereja Tua Sikka dibangun oleh pastor berkebangsaan Portugis, JF Engbers D'armanddaville pada 1893, dibantu oleh Raja Sikka Joseph Mbako Ximenes da Silva. Bangunan gereja ini merupakan hasil rancangan Pastor Antonius Dijkmans, arsitek yang juga ikut mendesain Gereja Katedral Jakarta.

Bangunan ini berbentuk dua susun kerucut, di atap bangunan terdapat menara lonceng dan salibnya. Pintu masuk gereja dilindungi sebuah atap yang ditopang oleh struktur kayu jati. Di pintu masuk gereja terdapat dua patung yaitu patung Santo Ignatius Loyola dan Santo Yosef.

Di bagian dalam gereja terdapat barisan ratusan bangku panjang terbuat dari kayu jati. Sebanyak 16 tiang kayu jati menopang struktur atap mulai dari bagian depan hingga menuju altar.

Meski bangunan gereja ini banyak menggunakan struktur kayu jati, konstruksinya tetap kokoh meski pernah dihantam gelombang tsunami yang melanda Maumere pada 1992.

Destinasi sejarah ini mudah dijangkau. Pengunjung tak perlu mengeluarkan biaya yang banyak untuk menjelajahi tempat-tempat bersejarah tersebut. Rekomendasi tempat bersejarah ini yang populer di Flores NTT. Rencanakan liburan anda di Pulau Flores untuk menikmati isi surga Flores.

Berita TribunFlores.Com lainnya di Google News

Berita Terkait

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved