Hari Rabu Abu

Sejarah Rabu Abu, Ritual Sakral dalam Gereja Katolik yang Dilaksanakan Setiap Tahun

Perayaan Rabu Abu merupakan ritual penting dalam sejarah gereja katolik di dunia.Setiap tahun pasti umat Katolik akan merayakan ritus Rabu Abu.

Penulis: Gordy Donovan | Editor: Gordy Donovan
TRIBUNFLORES.COM/HO-KOMPAS.COM
HARI RABU ABU - Potret Dahi seorang umat Katolik yang diolesi abu berbentuk salib. Perayaan Rabu Abu merupakan ritual penting dalam sejarah gereja katolik di dunia.Setiap tahun pasti umat Katolik akan merayakan ritus Rabu Abu. 

TRIBUNFLORES.COM, MAUMERE - Perayaan Rabu Abu merupakan ritual penting dalam sejarah gereja katolik di dunia.

Setiap tahun pasti umat Katolik akan merayakan ritus Rabu Abu.

Ritus Rabu Abu ini menjadi sebuah tradisi yang sejak dahulu kala bagi umat Katolik.

Banyak orang bertanya-tanya tentang apa itu hari rabu abu?

Baca juga: Bacaan Injil Katolik Jumat 2 Februari 2024 Lengkap Renungan Harian Katolik

 

Hari Rabu Abu muncul sejak kapan?.

Pertanyaan mengenai asal usul hari Rabu Abu ini tentunya sangat menarik untuk dibahas dan didalami sehingga tak menimbulkan persepsi yang salah.

Perlu diketahui bahwa hari Rabu Abu sangat melekat erat dalam Agama Katolik. Ritus perayaan ini wajib dilangsungkan tiap tahun.

Untuk itu dalam kaitan dengan posisinya yang sangat penting dalam Agama Katolik, simaklah Sejarah hari Rabu Abu di bawah ini;

Sejarah Hari Rabu Abu

Sejarah Hari Rabu abu sebenarnya dikembangkan hanya di Gereja Barat. Sedangkan, untuk Gereja Timur itu tidak, Rabu Abu bukanlah hari libur.

Dalam Tradisi Gereja barat hari Rabu Abu dikenal sebagai hari pertama Prapaskah. Berbanding terbalik dengan Gereja-Gereja Ortodoks (timur), Gereja Ortodoks memulai hari prapaskah di hari senin.

Hari Rabu Abu mulai ditetapkan sebagai hari puasa yang resmi pada abad ke 8. Hal ini dikarenakan pada waktu itu muncul dalam Sanctuarium Gregorian.

Pada awalnya, perayaan Prapaskah dimulai pada hari minggu. namun untuk menggenapi jumlah hari masa prapaskah menjadi 40 hari maka dipindahkanlah perayaan Prapaskah ke Hari Rabu.

Soal penggunaan abu pada perayaan tersebut, diadopsi dari perjanjian lama dimana abu melambangkan perkabungan, ketidakadilan, dan sesal atau pertobatan (baca Ester 4:1).

Dasar Biblis

Dalam kitab Ayub, kata Frater Aldo, di situ disebutkan "menyatakan sesalnya dengan duduk dalam debu dan abu" (Ayub 42:6). "Dalam nubuatnya tentang penawanan Yerusalem ke Babel, Daniel (sekitar 550 SM) menulis, “Lalu aku mengarahkan mukaku kepada Tuhan Allah untuk berdoa dan bermohon, sambil berpuasa dan mengenakan kain kabung serta abu.” (Dan 9:3).

Selain itu, dalam abad kelima sebelum masehi, sesudah Yunus menyerukan agar orang berbalik kepada Tuhan dan bertobat, kota Niniwe memaklumkan puasa dan mengenakan kain kabung, dan raja menyelubungi diri dengan kain kabung lalu duduk di atas abu (Yun 3:5-6). Contoh-contoh dari Perjanjian Lama di atas merupakan bukti atas praktek penggunaan abu dan pengertian umum akan makna yang dilambangkannya.

Yesus Sendiri juga menyinggung penggunaan abu: kepada kota-kota yang menolak untuk bertobat dari dosa-dosa mereka meskipun mereka telah menyaksikan mukjizat-mukjizat dan mendengar kabar gembira, Kristus berkata, “Seandainya mukjizat-mukjizat yang telah terjadi di tengah-tengahmu terjadi di Tirus dan Sidon, maka sudah lama orang-orang di situ bertobat dengan memakai pakaian kabung dan abu.” (Mat 11:21)," ucapnya.

Intinya bahwa, Ritual perayaan “Rabu Abu” ditemukan dalam edisi awal Gregorian Sacramentary yang diterbitkan sekitar abad kedelapan. Sekitar tahun 1000, seorang imam Anglo-Saxon bernama Aelfric menyampaikan khotbahnya, Kita membaca dalam kitab-kitab, baik dalam Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru, bahwa mereka yang menyesali dosa-dosanya menaburi diri dengan abu serta membalut tubuh mereka dengan kain kabung.

"Kita menaburkan abu di kepala kita sebagai tanda bahwa kita menyesali dosa-dosa kita terutama selama Masa Prapaskah. Setidak-tidaknya sejak abad pertengahan, Gereja telah mempergunakan abu untuk menandai permulaan masa tobat Prapaskah, kita ingat akan ketidakabadian kita dan menyesali dosa-dosa kita," kata Frater Aldo.

Akhirnya, abu dipergunakan untuk menandai permulaan Masa Prapaskah, yaitu masa persiapan selama 40 hari (tidak termasuk hari Minggu) menyambut Paskah.

Berita TRIBUNFLORES.COM Lainnya di Google News

Berita Terkait

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved