Pangan Lokal
Jagung Gagal Panen, Sorgum Dua Kali Panen, Maria Loretha: Pemda Masih Juga Belum Sadar
Penggiat sorgum, Maria Loretha bersama dua orang mahasiswa dari Kupang melakukan panen sorgum di kebun.
Penulis: Paul Kabelen | Editor: Ricko Wawo
“Manusia Lamaholot itu bisa tumbuh dan berkembang karena makanan yang ada di desa atau kampung kita masing-masing,” kata Maria.
Dia sadar kalau perjuangan menjaga eksistensi pangan lokal di tengah masyarakat itu tidak selalu mudah. Masyarakat dengan tahu dan mau melupakan kejayaan pangan lokal termasuk sorgum yang dulu selalu ada di meja makan.
“Mendapatkan pangan lokal sekarang itu tidak mudah karena derasnya distribusi makanan atau produk pangan dari luar yang membuat orang malas untuk mengolah makanan lokal mereka,” imbuhnya.
Benediktus Kia Assan, peneliti pangan lokal di Lembata, menjelaskan, dalam konteks yang lebih jauh, pemerintah daerah sendiri selama ini belum mempunyai perspektif yang baik perihal pentingnya mengembalikan kejayaan pangan lokal di tengah masyarakat.
Menurut dia, pemerintah masih selalu berbicara tentang beras yang diimpor dari luar untuk memenuhi kebutuhan makan masyarakat di tengah situasi perubahan iklim dan gejolak perang Rusia-Ukraina. Padahal beragam pangan tradisional di NTT dan di Lembata khususnya sudah memiliki daya tahan yang baik terhadap kekeringan.
“Ketergantungan pada beras dan pangan dari luar pulau melemahkan daya tahan masyarakat berhadapan dengan perubahan iklim dan juga memperburuk kesehatan,” kata Benediktus.
Berita TRIBUNFLORES.COM Lainnya di Google News
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.