Kasus Dugaan Pugli di NTT

Ombudsman NTT Sebut Dugaan Pungli hingga Rp 40 Juta Bermodus Bebas demi Hukum di Rutan Kupang

Kunjungan itu, kata Darius, untuk mendengarkan informasi terkait layanan terhadap tahanan dan narapidana selama berada di Rutan kelas II B Kupang.

Penulis: Gordy | Editor: Gordy Donovan
ILUSTRASI
Ilustrasi uang. Ombudsman Nusa Tenggara Timur (NTT) mengungkapkan bahwa adanya dugaan praktik pungutan liar (Pungli) di Rutan Kelas II B Kupang terhadap para tahanan. Informasi ini diperoleh Kepala Perwakilan Ombudsman Provinsi NTT, Darius B Daton, saat mengunjungi eks warga binaan Rutan Kelas II B Kupang di Liliba, Jumat (7/6/2024) siang. 

TRIBUNFLORES.COM, KUPANG - Ombudsman Nusa Tenggara Timur (NTT) mengungkapkan bahwa adanya dugaan praktik pungutan liar (Pungli) di Rutan Kelas II B Kupang terhadap para tahanan.

Informasi ini diperoleh Kepala Perwakilan Ombudsman Provinsi NTT, Darius B Daton, saat mengunjungi eks warga binaan Rutan Kelas II B Kupang di Liliba, Jumat (7/6/2024) siang.

Kunjungan itu, kata Darius, untuk mendengarkan informasi terkait layanan terhadap tahanan dan narapidana selama berada di Rutan kelas II B Kupang.

"Kali ini saya kembali mendengar testimoni eks tahanan rutan dan masih seputar pungutan liar namun dengan nominal pungutan cukup besar,"ujar dikutip TRIBUNFLORES.COM dari Kompas.Com Sabtu 8 Juni 2024.

Baca juga: Dugaan Pungli di Puskesmas Oepoi, Inspektorat Kota Kupang: Sementara Proses Pemeriksaan

 

"Dengan modus baru yaitu mengupayakan para tahanan agar bebas demi hukum," kata Darius lagi.

Modus ini, lanjut Darius, dilakukan dengan sangat sistematis dengan melibatkan warga binaan dan diduga melibatkan pegawai pelayanan tahanan rutan.

Dia menyebutkan, beberapa warga binaan diduga menjadi kaki tangan oknum pegawai tertentu untuk membantu mereka yang masih berstatus tahanan.

Maksudnya, agar surat keputusan perpanjangan penahanan tidak diterima bagian pelayanan tahanan Rutan Kelas II B Kupang hingga batas waktu penahanan berakhir.

Dengan demikian, tahanan tersebut otomatis dinyatakan bebas demi hukum karena tidak ada lagi lembaga yang berwenang menahan.

Seharusnya, lanjut dia, koordinasi antara bagian pelayanan tahanan Rutan dan pihak yang menahan wajib dilakukan guna mencegah tahanan bebas demi hukum, jika masa penahanan akan berakhir.

Untuk urusan ini, para tahanan dibebani biaya mulai dari Rp 2 juta hingga Rp 40 juta.

Ada sejumlah tahanan, kata Darius, mengaku sudah menyerahkan uang tersebut. Namun, ternyata surat keputusan perpanjangan penahanan tetap dikeluarkan.

Uang yang telah diserahkan pun tidak bisa dikembalikan, atau paling untung hanya dikembalikan sebagian.

"Modus ini telah berlangsung bertahun-tahun dan sangat merugikan para tahanan dan keluarganya," ungkap Darius.

Baca juga: Longsor, Pohon dan Tiang Listrik Tumbang, Ruas Jalan Trans Flores Wolowaru-Watuneso Lumpuh Total

Sumber: Kompas.com
Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved