Berita Malaka

Cerita Warga Desa Taaba Mengais Rupiah di Kali Motadelek, Malaka NTT

Kali Motadelek yang menjadi batas antara Desa Taaba dan Desa Biris itu sangat lebar, hampir 150 meter. Sepanjang kali penuh dengan batu.

Editor: Gordy Donovan
POS KUPANG. COM/TENI JENAHAS
KUMPUL BATU--Warga Pengumpul batu di Kali Motadelek, Desa Taaba, Kecamatan Weliman, Kabupaten Malaka, Juli 2024. 

TRIBUNFLORES.COM, MALAKA - Kali Motadelek yang membentang sepanjang wilayah selatan Desa Taaba menjadi anugerah tersendiri bagi warga Desa Taaba, Kecamatan Weliman, Kabupaten Malaka, NTT.

Kali dengan bebatuan yang tak habis-habisnya itu menjadi sumber pendapatan bagi puluhan kepala keluarga. Mereka mengais rupiah dari usaha kumpul batu kali untuk dijual. Warga mengubah batu kali menjadi "roti kehidupan" rumah tangga.

Kali Motadelek yang menjadi batas antara Desa Taaba dan Desa Biris itu sangat lebar, hampir 150 meter. Sepanjang kali penuh dengan batu.

Kali Motadelek ini tidak terlalu jauh dari perkampungan. Sekitar 500 meter dari Dusun Klatun, Dusun Dusun Taaba dan Dusun Lakfatu.

Baca juga: Renungan Harian Katolik Kamis 11 Juli 2024, Prinsip Pelayanan Seorang Murid

 

Warga dari tiga dusun ini yang lebih banyak bekerja sebagai pengumpul batu. Mereka memiliki lokasi sendiri-sendiri di kali sehingga tidak terjadi perebutan lokasi.

Masing-masing warga mengumpul batu di lokasinya sendiri lalu menunggu truk masuk kali untuk muat.

Gaspar Fahik (56) adalah salah satu warga pengumpul batu kali di Desa Taaba. Saat ditemui Pos Kupang. Com, Rabu 10 Juli 2024, Gaspar mengungkapkan rasa syukur atas anugerah Tuhan berupa batu kali. Dari batu kali, ia mendapatkan uang untuk memenuhi kebutuhan rumah tangganya.

"Kita bersyukur dengan anugerah Tuhan yang sudah beri kali dan batu untuk kami bisa jual dapat uang", ungkap warga Dusun Klatun itu.

Kata Gaspar, ia bersama istrinya bekerja kumpul batu kali setiap hari. Dalam sehari, mereka bisa mengumpulkan 3-4 ret batu. Harga batu sebesar Rp. 100.000 per ret.

Menurut Gaspar, jumlah pendapatan setiap hari tidak menetap atau fluktuatif, tergantung jumlah truk yang masuk kali. Biasanya, pendapatan mereka lebih besar pada musim proyek.

"Kalau oto banyak, dapat banyak, tapi kalau oto hanya satu dua saja, kadang satu hari tidak dapat uang karena kami oto pergi muat batu orang lain punya", ungkap Gaspar.

Gaspar mengaku, ia bekerja sebagai pengumpul batu kali hampir puluhan tahun, sejak tahun 90-an. Sejak masa itu hingga tahun 2013, jumlah truk yang masuk ke kali untuk muat batu masih sedikit, karena kondisi jalan masuk ke Desa Taaba belum beraspal. Kala itu, harga batu masih Rp 25.000 per ret.

Setelah jalan beraspal sekitar tahun 2014 hingga sekarang, lanjut Gaspar, truk pengangkut batu mulai banyak. Harga batu pun mulai naik seiring dengan perkembangan. Saat ini, harga batu kali sudah Rp 100.000 per ret.

Bagi Gaspar, kerja kumpul batu kali menjadi pekerjaan utamanya yang bisa menghidupkan rumah tangganya. Apalagi batu di kali Motadelek tidak akan pernah habisnya. Batu akan semakin banyak setelah banjir.

Sumber: Pos Kupang
Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved