Berita Malaka
Cerita Warga Desa Taaba Mengais Rupiah di Kali Motadelek, Malaka NTT
Kali Motadelek yang menjadi batas antara Desa Taaba dan Desa Biris itu sangat lebar, hampir 150 meter. Sepanjang kali penuh dengan batu.
Warga lainnya, Yosep Tae kepada wartawan mengatakan, ia juga bekerja sebagai pengumpul batu. Selain pengumpul batu, ia juga merangkap konjak batu.
Kata dia, konjak batu adalah orang yang mengangkat batu ke truk. Jasa konjak dibayar sebesar 100.000 per ret. Jika pengumpul batu merangkap konjak maka ia mendapatkan uang tambahan dari jasa konjak.
"Jadi sopir atau yang beli batu itu bayar 200.000 per ret. Uang itu kami bagi untuk pemilik batu 100.000 dan konjak 100.000. Yang 100.000 untuk konjak itu, kami bagi lagi sesuai jumlah konjak. Kalau konjak 5 orang, 100.000 itu bagi 5 orang", terang Tae.
Kata Tae, kerja kumpul batu menjadi salah satu sumber pendapatan keluarganya. Ia juga mengerjakan kebun dan usaha ternak babi dan ayam.
Di saat musim proyek, kata dia, truk pengangkut batu kali banyak masuk, sampai puluhan truk. Saat ramai, ia bisa mendapat 300.000 sampai 500.00 per hari. Ia mendapat uang dari jual batu dan juga jasa konjak.
"Kalau kita mau dapat uang harian, kita konjak saja. Oto masuk muat batu, kita langsung dapat uang. Kalau mau dapat agak banyak, kita kumpul batu juga sekaligus konjak", ungkapnya.
Ketua Kelompok Pengumpul Batu sekaligus Konjak Batu, Petrus Nahak saat ditemui wartawan mengatakan, ia dipercayakan oleh warga dan diketahui oleh Kepala Desa untuk menjadi ketua kelompok usaha batu kali.
Sebagai ketua, ia berperan menjaga kebersamaan dan kekompakan dalam usaha, baik sebagai pengumpul batu maupun sesama konjak batu. Ia juga menjadi jembatan komunikasi dengan pemerintah desa bila terjadi perselisihan pendapat sesama pengumpul batu atau konjak batu.
Lanjut Petrus, peran ketua juga mengatur ret truk pengangkut batu. Manakala dalam sehari, banyak truk masuk, maka pengangkutan batu tidak hanya menumpuk pada satu orang pemilik batu saja tetapi juga dibagi ke yang lainnya sehingga ada asas pemerataan. Sebab, jika hal ini tidak perhatikan maka akan timbul masalah atau protes dari pemilik batu.
Kata Petrus, ia juga memiliki lokasi di kali dan pagi hari ia pergi mengumpul batu. Setelah kumpul beberapa ret, ia ke pangkalan untuk menunggu truk.
Kepala Desa Taaba, Ida Hoar Nahak kepada Pos Kupang. Com mengatakan, batu kali atau galian C menjadi potensi desa terbesar ketiga setelah pertanian dan peternakan. Karena jumlah warga yang bergelut dengan pekerjaan galian C cukup banyak.
Sesuai data kelompok, lanjut Ida, jumlah warga yang kerja sebagai pengumpul batu dan merangkap konjak batu sebanyak 30 orang. Pemerintah desa membentuk mereka dalam sebuah kelompok sebagai bentuk pemberdayaan dan wadah koordinasi serta pembinaan.
Dengan adanya kelompok maka kegiatan pembinaan dan koordinasi menjadi lebih teratur, termasuk pemberdayaan anggota kelompok dalam menekuni pekerjaan yang mereka lakukan.
Kata Ida, untuk mendukung pekerjaan mereka, pemerintah desa membangun jalan desa menuju kali agar akses transportasi lancar. Kemudian, memfasilitasi pangkalan bagi konjak yang menunggu truk sehingga setiap hari konjak batu berada di satu titik. Ketika truk masuk, konjak sudah menunggu di pangkalan.
Sebagai Kepala Desa, Ida menjamin keamanan dan kenyamanan bagi pembeli batu, terutama sopir truk yang datang mengangkut batu. (teni jenahas).
Berita TRIBUNFLORES.COM Lainnya di Google News
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.