Wisata Alor NTT
Mengunjungi Museum 1000 Moko Alor, Ada Nekara dari Vietnam
Warga kemudian berbondong-bondong menuju lokasi dan bersama-sama menggali. Kemudian ditemukan nekara tersebut.
Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Rosalia Andrela
TRIBUNFLORES.COM, KUPANG - Kabupaten Alor dikenal sebagai daerah, yang memiliki aneka destinasi wisata. Selain memiliki kekayaan alam, Kabupaten Alor juga memiliki warisan dan sejarah budaya yang tersimpan rapi di Museum 1.000 Moko Alor.
Museum ini terletak di pusat Kota Kalabahi, tepatnya di Jl. Diponegoro, Kecamatan Teluk Mutiara, Kabupaten Alor. Museum yang didirikan pada tahun 2022 itu, memiliki aneka koleksi berupa benda bersejarah.
Memasuki museum tersebut, pengunjung hanya perlu membayar tarif masuk senilai Rp. 5.000. Semua benda bersejarah diletakan pada rak-rak khusus, lemari kaca, dan wadah khusus yang dipakai untuk menyimpan koleksi tersebut.
Koleksi yang ada yakni moko atau nekara yang digunakan sebagai mas kawin, tenun, keramik, perahu, topeng yang digunakan untuk ritual adat, gerabah, belati, panah, klewang, baju adat lengkap dengan aksesorisnya dari berbagai suku dan daerah di Kabupaten Alor, foto bersejarah Alor di masa lampau dan peninggalan bersejarah lainnya.
Baca juga: Bangun Jaringan Listrik Desa, PLN Berhasil Listriki 3 Desa di Kabupaten Alor
Salah satu benda yang paling menarik perhatian adalah nekara besar yang terletak ditengah museum. Nekara tersebut diketahui berasal dari Dongson,Vietnam.
Mantan Kepala Bidang UPTD Museum di Dinas Kebudayaan Kabupaten Alor, Rasit Sina menceritakan fakta menarik dibalik hadirnya nekara asal Vietnam tersebut.
“Nekara ini berdasarkan penelitian, dari para peneliti yang datang saat itu menyimpulkan kalau nekara ini berasal dari Dongson di negara Vietnam. Kenapa demikian? karena para peneliti merujuk pada jenis perunggu yang dipakai pada nekara tersebut,” ujarnya beberapa waktu lalu.
Rasit menuturkan perunggu tersebut diperkirakan berusia sekitar 500 - 100 tahun sebelum masehi. Nekara Dongson ini pertama kali ditemukan oleh seorang warga di Desa Aimoli, Kecamatan Alor Barat Laut pada tahun 1972.
Diceritakan bahwa seorang warga bernama Simon Balol mendapat petunjuk lewat mimpinya, bahwa ada nekara yang terkubur di suatu tempat di desanya. Awalnya mimpi tersebut tidak dihiraukannya, mimpi itu hanya dianggapnya sebagai bunga tidur seperti hari-hari biasanya.
Namun anehnya mimpi yang sama, terjadi juga di malam-malam selanjutnya secara berulang kali.
“Mimpi itu kemudian dianggap sebagai petunjuk. Bapak Simon pergi ke tempat yang sama seperti yang ada di dalam mimpinya, lalu mulai menggali. Tidak lama kemudian, alat yang dipakai untuk menggali semacam linggis mengenai bagian samping dari nekara sehingga ada bekasnya,” kisah Rasit.
Setelah itu karena memperkirakan ukuran nekara tersebut sangat besar, Simon yang saat itu mengenakan kain melepas kainnya dan menaruh di atas lokasi galian tersebut. Dia lalu berlari ke pemukiman warga, dan memberitahukan kabar tersebut.
Warga kemudian berbondong-bondong menuju lokasi dan bersama-sama menggali. Kemudian ditemukan nekara tersebut.
Cerita yang berkembang menurut Rasit, nekara ini tiba di Kabupaten Alor karena di waktu lampau perairan di Kabupaten Alor digunakan sebagai jalur perdagangan, termasuk perdagangan antar negara.
Selain itu, nekara Dongson memiliki simbol yang berbeda dengan nekara-nekara yang ada di Kabupaten Alor. Simbol tersebut yakni 4 buah pahatan katak, yang ada di sisi-sisi nekara dan simbol matahari di tengah nekara. Nekara Dongson disinyalir sebagai alat dalam ritual pemanggil hujan.
Moko atau nekara Alor secara tradisi adat difungsikan sebagai mas kawin, status sosial, dan alat musik di Kabupaten Alor
“Moko fungsinya adalah mas kawin orang Alor. Selain sebagai mas kawin, juga sebagai alat musik dan ditabur bersama gong dan gendang untuk menari lego-lego, dan lain sebagainya. Zaman dulu dipakai juga untuk menentukan status sosial orang-orang,” ungkap Rasit.
Hal yang membedakan antar suku atau daerah dari moko tersebut adalah ukiran dan tempat pembuatannya.
“Kalau moko yang ukuran kecil diperkirakan dibuat di wilayah Thailand, karena pentingnya penggunaan nekara pada zaman itu sehingga bangsa cina pada zaman dulu membuat nekara ini. Kemudian ada sistem perdagangan masuk ke Alor,” jelasnya.
Baca juga: Pandu Budaya di Alor Diharapkan Bisa Jadi Ujung Tombak Pemajuan Kebudayaan
“Dulu moko sering dibawa ke luar Alor untuk diperdagangkan. Karena itu, pemerintah berinisiatif membuat museum 1.000 moko ini untuk mengumpulkan kembali warisan budaya dan benda bersejarah yang ada di Alor. Setelah museum ini didirikan, pemerintah juga membuat regulasi setiap ada yang mengeluarkan moko dari Alor, harus ambil izin di instansi terkait contohnya Dinas Kebudayaan,” pungkasnya
Flori salah satu wisatawan yang pernah mengunjungi museum 1.000 moko mengatakan koleksi di museum tersebut membantu masyarakat Alor mengenal kebudayaannya.
“Koleksi di museum cukup lengkap, saat kami berwisata ke Alor salah satu rutenya yang wajib dikunjungi adalah museum Alor. Letaknya strategis dan biaya masuknya terjangkau. Selain itu, kurator menjelaskan kepada kami dengan sangat baik sehingga kami yang bukan masyarakat Alor memiliki gambaran Kabupaten Alor di masa dulu,” ujarnya Minggu, 14 Juli 2024.
Flori berharap, tidak hanya nekara yang diteliti tetapi juga koleksi lainnya yang ada di museum itu bisa dijadikan penelitian sehingga bisa dijelaskan dengan lengkap warisan budaya yang ada. (else nago).
Berita TRIBUNFLORES.COM Lainnya di Google News
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.