Taman Nasional Komodo Ditutup
Taman Nasional Komodo akan Ditutup, Pengamat Minta Setop Eksploitasi Komodo
Balai Taman Nasional Komodo (BTNK) berencana menutup Taman Nasional (TN) Komodo Labuan Bajo secara reguler pada hari-hari tertentu untuk mengurangi.
Penulis: Gordy | Editor: Gordy Donovan
“Pemerintah pusat perlu mempertimbangkan dampak buruk dari penutupan TNK yang telah menjadi nadi pariwisata Labuan Bajo, sehingga tak berdampak negatif terhadap citra pariwisata destinasi super prioritas itu,"ujar Kepala Dinas Pariwisata Ekonomi Kreatif dan Kebudayaan Manggarai Barat
Stefan Jemsisori
TRIBUNFLORES.COM, LABUAN BAJO - Balai Taman Nasional Komodo (BTNK) berencana menutup Taman Nasional (TN) Komodo Labuan Bajo secara reguler pada hari-hari tertentu untuk mengurangi dampak negatif kegiatan wisata bagi komodo itu.
"Sehingga kawasan bisa diberikan waktu untuk istirahat juga karena bebannya sudah terlalu besar. Ini masih dalam konsep. Semoga kajian bisa dilakukan tahun ini sehingga bisa diterapkan tahun depan," jelas Kepala BTNK Hendrikus Rani Siga, Senin (15/7).
Hendrikus mengungkapkan, rencana penerapan kebijakan ini perlu dilakukan kajian ilmiah yang matang sehingga tak menimbulkan dampak negatif terhadap kawasan dan industri pariwisata Labuan Bajo.
Pasalnya TN Komodo merupakan salah satu permata mahkota Labuan Bajo dalam bidang pariwisata yang setiap tahun menarik ratusan ribu pengunjung dari berbagai belahan dunia.
Wisatawan yang datang ke destinasi pariwisata super prioritas (DPSP) itu selalu terkonsentrasi di sana.
Penutupan secara reguler itu juga diharapkan mampu meningkatkan jumlah kunjungan ke spot wisata daratan. Sehingga semua tidak terkonsentrasi di taman nasional.
Baca juga: Wisatawan ke Labuan Bajo Bisa Anjlok Imbas Penutupan Taman Nasional Komodo
“Misalkan kita tutup satu hari saja, mereka (wisatawan) bisa melakukan kegiatan wisata di Labuan Bajo sehingga secara langsung meningkatkan lama tinggal wisatawan. Sehingga kawasan bisa recovery. Selama ini TNK selalu jadi utama," ungkapnya.
Lebih lanjut, wisatawan yang datang ke TN Komodo selama ini sulit dikontrol, belum ada pembatasan jumlah kunjungan turis di kawasan tersebut. Karena itu tahun ini BTNK menggandeng lembaga pendidikan tinggi dan Badan Pelaksana Otoritas Labuan Bajo Flores (BPOLBF) untuk melakukan kajian daya tampung dan daya dukung kawasan, sehingga jumlah turis yang berkunjung bisa dikontrol.
Pemerintah Pusat sebelumnya pernah melakukan kajian serupa. Dari kajian itu disebutkan jumlah wisatawan yang berkunjung ke TN Komodo dibatasi maksimal 219.000 ribu orang per tahun. Alasannya ada perubahan perilaku komodo dan kondisi lingkungan karena jumlah pengunjung berlebih.
"Tahun ini akan dilakukan studi oleh pusat kajian pariwisata UGM disupport BPOLBF tentang daya dukung dan daya tampung TN Komodo, karena kami menyadari (jumlah kunjungan) ini harus dibatasi," ungkap Hendrik.
Hendrikus mengatakan, naik turunnya populasi komodo adalah suatu hal yang wajar terjadi di alam liar. Sepanjang populasinya tidak naik signifikan atau turun drastis dalam beberapa tahun secara berturut-turut.
"Selama tidak terjadi kenaikan drastis yang terjadi selama beberapa tahun berturut-turut atau penurunan terus-menerus, maka tidak perlu ada kekhawatiran ataupun euforia yang berlebihan," ujar Hendrikus.
Ia menyebut sejumlah faktor yang bisa menjadi sebab terjadinya peningkatan populasi komodo. Populasi meningkat bisa disebabkan banyak komodo betina yang bereproduksi pada beberapa tahun sebelumnya.
Bisa juga karena tingkat keberhasilan hidup anakan yang cukup tinggi. Faktor lainnya adalah ketersediaan hewan yang menjadi mangsanya.
"Tentunya juga bisa disebabkan oleh ketersediaan pakan yang memadai," tandas Hendrikus.
Kepala Dinas Pariwisata Ekonomi Kreatif dan Kebudayaan Manggarai Barat, Stefan Jemsisori menyatakan, rencana penutupan secara reguler TNK adalah kewenangan Pemerintah Pusat dalam hal ini Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan BTNK. Pihaknya mendukung rencana itu.
"Pada prinsipnya mendukung, karena ini bicara soal konservasi. Kita mau TNK ini umur panjang atau tidak. Kalau mau kita harus jaga, jangan ikut maunya wisatawan. TNK butuh waktu dan ruang untuk recovery," ujarnya, Selasa (16/7).
Baginya penutupan sementara TNK dapat memberi keuntungan tersendiri untuk spot-spot wisata di daratan Labuan Bajo sebagai destinasi utama. Selama ini kunjungan wisatawan hanya terpusat di TNK.
"Buat kami pemerintah daerah di satu sisi kami sedikit ada untung dari kebijakan ini membatasi sementara jumlah kunjungan wisatawan, supaya wisatawan juga terbagi ke luar kawasan, ini tentu positif buat pemerintah daerah," katanya.
Namun pihaknya sadar perlu ada penataan dan perbaikan sarana prasarana (sarpras) pada spot-spot wisata di daratan sehingga memberi rasa aman dan nyaman kepada semua tamu yang datang.
Dari sisi anggaran untuk penataan spot wisata harus disiapkan, karena itu, perlu ada pembahasan lebih lanjut antara dinas teknis menyikapi rencana tersebut, sehingga tetap berdampak positif untuk industri pariwisata di Manggarai Barat.
"Pemerintah daerah tidak boleh tinggal diam, bagaimana kita mau mengajak wisatawan untuk datang ke luar kawasan TNK kalau kita tidak siap spotnya. Itu menjadi pekerjaan rumah. Saya pikir wisatawan tidak akan kecewa, tidak merasa rugi karena di luar kawasan juga tidak kalah bagus," katanya.
Namun, lanjut dia, pemerintah pusat juga perlu mempertimbangkan dampak buruk dari penutupan TNK yang telah menjadi nadi pariwisata Labuan Bajo, sehingga tak berdampak negatif terhadap citra pariwisata destinasi super prioritas itu.
"Predikat super prioritas yang kita sandang saat ini lebih karena TNK-nya. TNK menjadi nadi super prioritas. Pemerintah pusat juga harus mempertimbangkan risiko terburuk. Informasi (penutupan) pasti tersampaikan ke semua wisatawan yang akan ke Labuan Bajo, pasti mereka juga dari sekarang akan mengatur jadwal untuk sedikit berpindah, karena mereka tahu di sini akan ada batasan-batasan," jelasnya.
Masih Wacana
Wakil Bupati Manggarai Barat Yulianus Weng mengatakan, informasi penutupan yang disampaikan Balai Taman Nasional Komodo (BTNK) itu masih sebatas wacana.
"Rencana penutupan reguler yang disampaikan Balai Taman Nasional Komodo (BTNK) masih sebatas wacana. Untuk pelaksanaan nantinya tergantung hasil kajian ilmiah," ujarnya, Kamis (18/7).
Pihaknya akan menunggu hasil kajian ilmiah yang dilakukan BTNK dalam tahun ini. Weng belum mau banyak bicara soal rencana penutupan salah satu destinasi favorit di Indonesia itu. "Pada saat nanti pelaksanaannya pasti ada dampak," kata Weng.
Pelaksana Tugas Direktur Badan Pelaksana Otorita Labuan Bajo Flores (BPOLF), Frans Teguh mengatakan, penutupan Taman Nasional (TN) adalah hal yang lazim dilakukan untuk menjaga keberlanjutan kawasan konservasi.
"Kawasan konservasi perlu tetap menjaga, merawat sumber daya yang dimiliki agar tidak rusak atau punah. Proses pemulihan dan regenerasi tetap diperlukan agar ekosistem lingkungan tetap terjaga dengan keseimbangan alami," kata Frans Teguh, Selasa (16/7).
Frans mengungkapkan, rencana penutupan TNK atas landasan kebijakan daya dukung dan daya tampung kawasan tersebut. Selain itu juga bagian dari strategi dan teknik management pengunjung, sehingga turis yang datang ke Labuan Bajo tidak terpusat di Taman Nasional Komodo.
"Pengaturan agenda atau jadwal itinerary juga dapat dialihkan ke destinasi lain, sambil menunggu jadwal pembukaan (TNK)," ujarnya.
Sejauh ini BPOLF mendukung Pusat Kajian Pariwisata Universitas Gadjah Mada (UGM) melakukan studi daya dukung daya tampung di TNK demi keberlanjutan konservasi. di tengah potensi meningkatnya kunjungan pariwisata karena penerbangan internasional ke Labuan Bajo dan minat wisata alam.
"Analisis daya dukung daya tampung menjadi landasan kebijakan TNK. Kerja sama dengan berbagai institusi dan perguruan tinggi telah dilakukan . BPOLBF juga melakukan dukungan untuk perhitungan daya dukung dan daya tampung TNK," tandas Frans.
Frans mendorong tour agent dan tour operator (TA/TO) untuk menginformasikan jauh-jauh hari soal jadwal penutupan kawasan sehingga diketahui wisatawan.
"Antisipasi terkait jadwal kunjungan agar tidak mendadak. Saat ini penutupan sementara bisa satu hari, seminggu, atau dua minggu tergantung kebijakan dan pertimbangan konservasi oleh pengelola taman nasional," ungkapnya.
Perlu Didiskusikan Bersama
Ketua Asosiasi Perusahaan Perjalanan Wisata Indonesia atau Association of The Indonesian Tours and Travel Agencies (ASITA) Provinsi NTT, Abed Frans menyebut rencana penutupan Taman Nasional Komodo secara regular perlu didiskusikan bersama.
"Kita perlu duduk bersama untuk berbicara terkait kapan TNK ini ditutup dan kapan dibukakan kembali serta juga berapa lama waktu penutupan. Karena agen-agen travel perlu tahu," ujarnya Abed Frans saat diwawancarai Pos Kupang, Selasa (16/7).
Menurut Abed, penutupan secara reguler memang bagus untuk alasan konservatif tetapi bukan dalam waktu yang lama.
"Memang bagus, karena itu juga bagian dari sistem untuk melestarikan atau mendapatkan ketenangan. Yang penting akan dibukakan kembali sesuai jadwal yang telah ditentukan. Kalau tutup dalam waktu yang lama tentu akan berpengaruh pada UMKM kita," ujarnya.
Untuk penutupan secara reguler ini, kata Abed, perlu diinformasikan kepada industri travel terkait jadwal yang resmi.
"Memang baik, tapi perlu didiskusikan dengan travel-travel, karena ada travel-travel yang sudah kontrak dengan tamu sampai 2025 khususnya dengan partner yang dari luar," bebernya.
Dia menambahkan, penutupan TNK secara reguler lebih baik untuk didiskusikan bersama pihak terkait agar terhindar dari persoalan yang tidak diinginkan.
"Jangan seperti masalah-masalah sebelumnya terkait kenaikan tarif masuk TNK, itu banyak yang kaget dengan kenaikan harga masuk TNK," tandasnya.
Kunjungan Turis Bisa Anjlok
Anggota DPRD Manggarai Barat Inocentius Peni menilai penutupan Taman Nasional Komodo secara reguler berpotensi menurunkan tingkat kunjungan wisatawan ke Labuan Bajo, Manggarai Barat.
Sisi lain pemerintah pusat hingga pemerintah daerah sedang gencar-gencarnya mempromosikan Labuan Bajo agar makin dikenal sehingga banyak turis yang datang ke destinasi super prioritas itu. Jika TNK ditutup, berpotensi melumpuhkan pariwisata di ujung barat Pulau Flores itu.
"Karena sangat banyak pengusaha kecil sampai besar telah berinvestasi di industri pariwisata yang berpotensi merugi kalau jumlah wisatawan ke labuan bajo menurun drastis akibat ditutupnya TNK," jelas Ino Peni, sapaan akrabnya, Rabu (17/7).
Selain itu penutupan TNK juga berpotensi menimbulkan gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) besar-besaran, dampaknya angka pengangguran meningkat dan upaya untuk mengurangi angka kemiskinan sulit diwujudkan.
"Akan banyak hotel yang okupasinya rendah, perjalanan wisata sepi, travel agent akan tutup, industri kerajinan akan mati, hingga pengusaha kuliner," ujarnya.
Lebih lanjut dikatakan, penetapan Labuan Bajo sebagai destinasi pariwisata super prioritas tentu saja karena ada Komodo sebagai ikonnya. Selama ini pemerintah menjadikan sektor pariwisata sebagai motor penggerak pertumbuhan ekonomi di daerah itu.
Di lain sisi, Pemerintah Kabupaten Manggarai Barat tak bisa berbuat banyak terkait rencana penutupan 'rumah' komodo itu, karena tak memiliki kewenangan otoritatif di kawasan tersebut. "Sulit rasanya mencegah niat Pemerintah Pusat kalau hendak menutup TNK karena mereka yang menguasainya," ungkapnya.
Karena itu Ino meminta pemerintah pusat dalam hal ini Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) serta Balai Taman Nasional Komodo (BTNK) mempertimbangkan secara matang rencana penutupan TNK.
"Kalau harus ditutup, maka penutupannya jangan total. Bisa hari tertentu, bisa lokus tertentu secara terbatas. Pemerintah pusat perlu sekarang mempersiapkan kawasan lain di selatan Labuan Bajo untuk dijadikan kawasan baru pengembangan hewan Komodo," terang Ino. (uka)
Lasarus Jehamat
Akademisi dari FISIP Undana
Setop Eksploitasi Komodo
Balai Taman Nasional Komodo (BTNK) rencana melakukan penutupan reguler TNK. Langkah ini diambil sebagai upaya untuk mengurangi dampak negatif terhadap habitat asli Komodo, reptil purba yang menjadi ikon kawasan tersebut.
Apa dasar kebijakan ini diambil? Apakah benar tujuannya untuk memastikan kelangsungan hidup Komodo dan ekosistemnya?.
Jika kebijakan ini berdampak positif, maka seharusnya didukung. Pembangunan yang berlebihan justru merusak habitat dan kelangsungan hidup Komodo.
Namun, perlu ditanyakan efektivitas program penutupan sementara ini. Kalau hanya buka tutup sesaat, sulit untuk menghentikan kerusakan lingkungan. Yang dibutuhkan adalah komitmen untuk mengembalikan Komodo ke habitat aslinya tanpa intervensi manusia yang masif. Negara selama ini justru membiarkan Komodo dieksploitasi untuk kepentingan manusia.
Solusi terbaik adalah konservasi total yang melindungi Komodo dari campur tangan manusia. Stop eksploitasi, itu saja. Namun, kita juga menyadari bahwa hal ini akan sulit dilakukan mengingat tingginya nilai ekonomi dari pariwisata Komodo. Kapitalisasi Komodo sangat menyulitkan upaya konservasi total.
Kebijakan ini masih menjadi bahan diskusi dan evaluasi, namun harapannya adalah dapat menemukan solusi terbaik untuk menjaga kelestarian Komodo dan ekosistemnya tanpa mengorbankan potensi ekonomi dari pariwisata.
P to P
Populasi Komodo
Tahun 2018 : 2.897 ekor
Tahun 2019 : 3.022 ekor
Tahun 2020 : 3.163 ekor
Tahun 2021 : 3.303 ekor
Tahun 2022 : 3.156 ekor
Tahun 2023 : 3.396 ekor
(pos kupang cetak).
Berita TRIBUNFLORES.COM Lainnya di Google News
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.