Tahbisan Uskup Agung Ende
Kohtbah Uskup Agung Ende, Mgr Paul Budi Kleden saat Misa Pontifikal di Gereja Katedral Ende
Uskup Keuskupan Agung Ende, Mgr Paul Budi Kleden SVD memimpin misa Pontifikal di Gereja Kristus Raja Ende, Jumat 23 Agustus 2024 pagi.
Penulis: Gordy | Editor: Gordy Donovan
"Kasih persaudaraan kita tunjukan dalam relasi lintas agama,karena kesadaran bahwa kita berasal dari Tuhan yang sama.Kasih persaudaraan bukan sekedar sentimen atau rasa suka,perasaan dekat karena kepentingan tertentu. Kasih persaudaraan adalah ikatan tanggung jawab demi kebaikan mereka yang dikasihi,"ujarnya.
Ia mengaku kasih persaudaraan karena itu berarti membela ketika orang di tindas dan di perlakuan tidak adil. Mencegahnya menjadi kekerasan atau perdagangan manusia. Mereka yang menderita karena berbagai bentuk penyalahgunaan kekuasaan dan kekayaan.
Dijiwai oleh kasih seperti itu, kita tidak tega meninggalkan orang ketika dia sedang menghadapi kesulitan, tidak sudi menggunakan kelemahannya untuk keuntungan diri sendiri. Karena kasih persaudaraan, kita bersedia dan berani menyampaikan apa yang dipesankan Tuhan kepada umatNya berani menyuarakan kata-kata kebenaran, melawan propaganda murahan dan penyebaran berita bohong.
Kita bernyali menyuarakan keadilan, menentang praktik korupsi yang mengorbankan orang-orang miskin. Kasih persaudaraan lintas yang merupakan warisan, selalu dibutuhkan dan menjadi sebuah kemendesakan dalam dunia kita sekarang ini.Dunia memerlukan dari agama-agama suara dan senantiasa mengingatkan akan pentingnya tali persaudaraan yang menghubungkan kita.Dan membutuhkan contoh kongkrit bagaimana perbedaan tidak dilihat sebagai perintang melainkan kekayaan yang membawa kita kepada pemahaman dan pengalaman yang lebih luas tentang Tuhan.
Ia menjelaskan warisan ini memang mendapat aktualitas baru dan mendesak ketika negara-negara, dan agama-agama secara kasat mata menghadapi godaan isolasi diri. Ancaman yang melumpuhkan bagi gereja adalah,ketika ia kehilangan perspektif misioner.
Saat sebagai warga gereja kita tidak lagi rela keluar dari kepentingan diri, dari kesibukan mengurus diri sendiri atau terus membiarkan diri menjadi tawanan, ketersinggungan atau rasa sakit hati yang berkepanjangan. Menghidupi dan mewartakan kasih persaudaraan adalah perutusan kita. Inilah perintah Tuhan kepada kita, supaya kita saling mengasihi sebagaimana dia mengasihi kita.
Karena kasih persaudaraan adalah warisan serentak perutusan yang Yesus berikan kepada kita, maka marilah kita baharui tekad ini untuk hidupi kasih persaudaraan. Warisan ini mesti kita pelihara, nilai ini perlu kita kumandangkan. Dan dalam terang bacaan-bacaan hari ini saya hendak menggarisbawahi tiga hal yang hemat saya menjadi kunci teguhkan komitmen memelihara kasih persaudaraan.
Yang pertama mendalami spiritualitas yang ingkarnatif yang menyadarkan kita akan hakikat kita sebagai anak-anak Tuhan.Serentak,saudara/i bagi sesama yang lain dan bagi alam. Relasi yang mendalam dengan Tuhan tidak membuat kita lupa sejarah dan putus hubungan dunia.
Sebaliknya, spiritualitas ingkarnatif ini membawa kita ke bumi, merangkul kemanusiaan yang terluka karena berbagai sebab dan berpartisipasi dalam proses penyembuhannya. Sebelum segalanya, kasih Tuhanlah yang merangkul, mengampuni, dan menyembuhkan. Yesus dalam injil tadi mengatakan "Tinggallah dalam kasih, tinggal dalam Tuhan merasa betah dalam kehadiran Tuhan, kita dalam bayangan meski menyembunyikan sesuatu dari Allah.
Ia mengatakan hanya apabila kita merasa aman dengan Tuhan kita sungguh dapat merasa aman dengan diri dan tidak diliputi ketakutan terhadap orang lain. Hanya apabila kita tinggal dalam kasih Tuhan dan membiarkan dia tinggal bersama kita, kita dapat saling menerima sebagai saudara.
Kedua, penguatan identitas diri melalui pendidikan yang tanpa akhir. Mengasihi arti memberi ruang dan menciptakan kondisi bagi yang dikasihi untuk berkembang menjadi pribadi yang mandiri untuk, menjadi dirinya sendiri.
Penggalan kitab suci nabi Yeremia yang kita dengar, dalam bacaan pertama tadi mengingatkan bahwa sejak dalam kandungan Tuhan sudah perhatikan kita. Karena itu sebagai orang tua,umat beriman dan warga masyarakat kita pun meski menunjukkan kasih sejak seorang bayi dikandung dalam rahim ibunya dan terus mendampinginya dalam proses pendidikan yang berkualitas agar menjadi dewasa.
Melalui pendidikan yang berkualitas kita membentuk pribadi-pribadi yang memiliki identitas dan berusaha untuk menghidupi nya secara konsisten. Kita butuh pendidikan dan pembinaan terus menerus agar kita secara konsekuen dapat hidupi identitas kita, ya identitas kita. Identitas sebagai suami istri ditunjukkan dalam kesetiaan memelihara kekudusan perkawinan. Kesetiaan sebagai imam dan biarawan-biarawati, kita hidupi dalam tekad hidupi identitas.
Pertama-tama sebagai hamba Tuhan dan saudara bagi yang lain bukan hamba kekuasaann dan pengumpul harta dan kekayaan. Penulis surat Ibrani menegaskan agar kita tidak boleh menjadi budak uang dan hawa nafsu.
Ketiga membaharui solidaritas. Kasih persaudaraan adalah solidaritas, berbela rasa dengan orang yang lain, mendukung dan memperhatikan orang lain, teristimewa yang sedang menghadapi kesulitan dan penderitaan. Tembok egoisme yang membuat orang bersikap dingin dihadapan penderitaan orang lain diatasi oleh solidaritas.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.