Liputan Khusus Pos Kupang
Mengenal Penganut Jingitiu di Sabu Raijua NTT
Penganut Jingitiu yang ada di Kabupaten Sabu Raijua, Provinsi NTT, mendapat perlindungan dari Negara. Sekda minta setop diskriminasi terhadap mereka.
Penulis: Gordy | Editor: Gordy Donovan
"Kita berharap juga lewat momen hari ini pemerintah yang sebelumnya mendukung kegiatan ini melalui SK kepada 50 Mone Ama yang nanti akan direstrukturisasi," ujar CEO Marungga Foundation, Desinta Way Futboe.
TRIBUNFLORES.COM, SABU RAIJUA - Penganut Jingitiu yang ada di Kabupaten Sabu Raijua, Provinsi NTT, mendapat perlindungan dari Negara.
Pemerhati Budaya Sabu Raijua sekaligus Pendiri Yayasan Generasi Peduli Sesama (GPS) Sabu Raijua, Jefrison Harianto Fernando menuturkan, sebagai putra Sabu asli, tentu ia mendukung semua hal baik yang mendukung kebudayaan di Sabu Raiju.
Salah satu bentuk dukungan nyatanya yakni telah dilakukannya kolaborasi dengan semua Yayasan pemerhati budaya atau adat seperti Yayasan Marungga dan Yayasan Ammu Hawu Mandiri yang telah melakukan dokumentasi tulisan dan video.
Feranando mengatakan, Yayasan GPS membuka kesempatan bagi anak-anak Jingitiu di Sabu Raijua agar bisa mendapatkan akses pendidikan dengan mendaftarkan diri mereka untuk berkuliah yang didanai Kemendikbud RI melalui beasiswa. Anak-anak Jingitiu yang dinyatakan lolos beasiswa akan didaftarkan pada Fakultas Ilmu Budaya jurusan Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa Universitas 17 Agustus 1945 Semarang.
Baca juga: Perjuangan Pengakuan Negara, Penghayat Marapu Akhirnya Cantumkan Kepercayaan di e-KTP dan KK
Nantinya ketika sudah menamatkan studi, mereka kemudian direkrut Kemendikbudristek untuk menjadi penyuluh Jingitiu dan juga bisa bekerja pada Pemda untuk dijadikan pengajar bagi siswa Jingitiu di semua sekolah yang ada di Sabu Raijua apalagi ke depannya budaya Jingitiu akan dijadikan mata pelajaran Mulok yang akan diuji dan soal-soalnya dikirim langsung dari Kemendikbudristek RI.
Oleh karena itu, Fernando mengajak dan menguatkan anak-anak Jingitiu untuk mendaftarkan diri mereka meraih kesempatan yang diberikan karena Penganut Jingitiu kini dilindungi negara.
Website Jingitiu
Yayasan Marungga telah meluncurkan Karya Dokumentasi dan Website Jingitiu. Karya dokumentasi Jingitiu ini dirangkum dalam audio visual dan Buku Teks Pendampingnya Bagi Pendidik Kepercayaan dan Kebudayaan Jingitiu di Kabupaten Sabu Raijua. Yayasan Marungga melakukan dokumentasi baik secara teks maupun audio-visual mengenai kepercayaan Jingitiu yang merupakan akar dari perkembangan seni dan budaya tradisional di Kabupaten Sabu Raijua.
Pendokumentasian ini didukung oleh Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi dan Lembaga Pengelola Dana Pendidikan melalui Program Pemanfaatan Hasil Kelola Dana Abadi Kebudayaan.
Bekerja sama dengan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Sabu Raijua dan Organisasi Penghayat Kepercayaan Jingitiu, hasil dokumentasi ini disarikan menjadi Buku Teks Pendamping Kepercayaan dan Kebudayaan Jingitiu. Dokumentasi ini yang dapat digunakan sebagai bahan ajar bagi penyuluh Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan para pendidik di tingkat satuan pendidikan, dari mulai Sekolah Dasar sampai sekolah Menengah Atas dan yang sederajat di Kabupaten Sabu Raijua.
CEO Marungga Foundation, Desinta Way Futboe mengatakan, peluncuran Karya Dokumentasi dan Website Jingitiu di Sabu Raijua bertujuan untuk mendorong menggerakkan pemerintah daerah untuk semakin mendukung masyarakat kepercayaan Jingitiu.
"Kita berharap juga lewat momen hari ini pemerintah yang sebelumnya mendukung kegiatan ini melalui SK kepada 50 Mone Ama yang nanti akan direstrukturisasi akan ada dokumentasi yang bisa menjadi berita acara yang bisa menguatkan keberadaan dari organisasi masyarakat Kepercayaan Jingitiu," jelas Desinta, Sabtu (28/9).
Peluncuran Karya Dokumentasi dan Website Jingitiu ini juga dikemas dalam talkshow yang menghadirkan pembicara Rika Setiawati sebagai Ketua Pembina dan Penyusun Buku Dokumentasi Jingitiu, Joseph Lamont yang berkebangsaan Australia sebagai penyusun dokumen foto dan audio visual, Yanus Pulu Ratu Jawa selaku Mauratung dari Sumba Timur. Hadir juga pemerhati Budaya Sabu Raijua sekaligus Pendiri Yayasan Generasi Peduli Sesama (GPS) Sabu Raijua, Jefrison Harianto Fernando.
Penganut Jingitiu Berhak Hirup Napas yang Sama
Jingi Tiu atau Jingitiu merupakan agama asli dari suku Sabu yang berasal dari Rai Hawu, Pula Sabu, Kabupaten Sabu Raijua, provinsi Nusa Tenggara Timur.
Jingitiu sendiri berasal dari cara pelafalan suku Sabu terhadap kata Gentios tersebut. Jingi berarti menolak, Ti artinya dari, Au atau U artinya Tuhan. Secara etimologis, Jingitiu berarti menolak perintah Tuhan menurut ajaran agama Kristen.
Pada awalnya kepercayaan Jingitiu sama sekali tidak memiliki nama sampai datangnya para penginjil dan pendeta dari Portugis ke kampung suku Sabu pada tahun 1625 menamai kepercayaan tersebut dengan nama Gentios yang artinya kafir atau tidak bertuhan. Pemuka agama orang Sabu yang biasa disebut Mone Ama awalnya tidak menyadari arti kata Jingitiu tersebut dari para penginjil dan pendeta Portugis zaman dulu.
Setelah menyadari bahwa Jingitiu memiliki konotasi negatif, para orang Sabu dan para Mone Ama atau pemuka agama awalnya ingin mengubah nama tersebut namun sudah terlambat. Alasannya karena nama Jingitiu sudah terlanjur melekat sebagai identitas kepercayaan mereka dan orang-orang sudah terbiasa dengan nama Jingitiu sehingga para orang Sabu dan para Mone Ama atau pemuka agama tetap sepakat menyandang Jingitiu sebagai nama ajaran mereka sampai sekarang.
Bagi penganutnya, Jingitiu merupakan penerapan kepercayaan terhadap kehidupan sehari-hari di bawah aturan Uku atau adat agar terjadi keseimbangan antara manusia dan alam. Penyimpangan dari Uku tersebut dapat mengganggu keseimbangan tersebut yang timbul berupa krisis dalam kehidupan mereka seperti terjadi kematian yang tidak wajar ditengah-tengah mereka, kemarau yang berkepanjangan, timbulnya serangan hama yang menyerang hasil pertanian mereka, dan bencana lainnya.
Kepercayaan Jingitiu meyakini bahwa segala sesuatu yang ada di Rai Wawa atau dunia bawah ini yaitu berupa manusia, langit, tumbuh-tumbuhan, laut, hewan, bumi secara tidak langsung berasal dari tuhan yang mereka sebut sebagai Deo Ama yang berarti Dewata/Elohim/Allah Bapa. Deo Ama adalah Sang Pencipta yang berada jauh dari kehidupan sehari-hari.
Seiring dengan perkembangan zaman, saat ini sebagian besar penduduk di kabupaten ini telah menganut agama Kristen dan Islam. Pada 2016, tercatat sebanyak 89,86 persen penduduk menganut agama Kristen Protestan,1,95 persen penduduk menganut agama Katolik, 0,95 persen penduduk menganut agama Islam, serta 7,24 persen penduduk menganut kepercayaan lainnya. Sementara itu, masih ada penduduk yang masih menganut kepercayaan Jingitiu.
Meski sebagian besar penduduk telah menganut agama namun beberapa norma kepercayaan asli masih tetap dipertahankan, diantaranya penggunaan kalender adat saat menentukan waktu bertanam dan waktu yang tepat untuk melaksanakan upacara. Selain itu, beberapa masyarakat juga masih menerapkan ketentuan hidup adat atau Uku yang konon dipercayai mengatur seluruh kehidupan manusia dan berasal dari leluhur mereka.
Kepercayaan Jingitiu sudah tercatat negara sejak 1982 namun sepanjang tahun 1982 hingga saat ini belum ada aktivitas apa pun terkait progres dari pencatatan ini. Padahal, Jingitiu merupakan salah satu warisan budaya di Sabu Raijua yang patut dilindungi.
Pada tahun ini, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Republik Indonesia (Kemendikbudristek RI) bersama Dana Indonesiana, Yayasan Marungga dan Pemerintah Sabu Raijua berkolaborasi untuk melestarikan warisan budaya masyarakat Sabu Raijua ini sebagai bentuk keberpihakan negara bagi penganut Jingitiu yang masih banyak mendapatkan diskriminasi.
Dalam peluncuran ini hadir secara langsung Sjamsul Hadi, S.H., M.MM selaku Direktur Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan Masyarakat Adat (KMA) di Kemdikbudristek mengatakan, berdasarkan Undang-undang dan Amanat Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 97/PUU-XIV/2016 adalah menjamin hak-hak Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa sebagai warga negara. Putusan ini juga memastikan bahwa penghayat kepercayaan mendapatkan pelayanan publik tanpa diskriminatif.
"Ini berkaitan dengan identitas administrasi kependudukan untuk penghayat Jingitiu dipersilakan bisa menyesuaikan. Saat ini juga ada dua ruang KTP dengan identitas nama agama dan KTP kepercayaan : kepercayaan Terhadap Tuhan yang Maha Esa," ungkap Sjamsul.
Terkait hal ini, Direktur Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa saat rakoor dengan seluruh Kepala Dukcapil seluruh Indonesia berkaitan dengan peningkatan layanan menyampaikan, agar melayani warga Kepercayaan Terhadap Tuhan yang Maha Esa salah satunya di Sabu Raijua.
Layanan tersebut berupa layanan pendidikan bagi penganut Jingitiu melalui Direktorat Kepercayaan Terhadap Tuhan yang Maha Esa telah menyiapkan buku teks mata pelajaran Pendidikan Kepercayaan Terhadap Tuhan yang Maha Esa yang nantinya bisa dikembangkan lagi melalui buku pendamping untuk Jingitiu sehingga siswa didik penghayatan Jingitiu bisa tetap mendapatkan hak layanan pendidikannya.
Kepada para Kepala Sekolah, ia berpesan agar sari hasil dokumentasi video dan website Jingitiu yang sudah diluncurkan yang berkaitan dengan adat istiadat, ritus yang dimiliki secara turun-temurun dari para orang tua pemangku adat bisa dimanfaatkan untuk mata pelajaran Mulok.
Apresiasi Pemkab Sabu Raijua
DIREKTUR Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan Masyarakat Adat (KMA) di Kemendikbudristek RI ,Sjamsul Hadi, S.H., M.M mengatakan, peluncuran Karya Dokumentasi dan Website Jingitiu di Sabu Raijua merupakan kesempatan bersama untuk berdialog dalam rangka penyusunan buku Dokumentasi dan Website Jingitiu.
Kerja sama dengan Yayasan Marungga bisa bermanfaat bagi semua pihak. Ia menyatakan, pihaknya sudah menyelenggarakan Bimtek dengan Pemda Sabu Raijua agar buku ini dijadikan tambahan untuk mata pelajaran Mulok di sekolah-sekolah di Sabu Raijua.
Kiranya Jingitiu sebagai kekayaan budaya yang ada sudah teridentifikasi dan masuk dalam pokok pikiran kepercayaan daerah Kabupaten Sabu Raijua. "Saya berharap ke depan Pemerintah Kabupaten Sabu Raijua dengan identitas kekayaan budayanya yaitu masyarakat adat Jingitiu," ungkap Sjamsul.
Sjamsul mengapresiasi dan berterima kasih kepada Pemerintah Kabupaten Sabu Raijua atas perhatiannya terhadap masyarakat adat Jingitiu dengan ditetapkan SK Bupati nomor 97 tahun 2024 mengangkat Mone Ama sebanyak 50 orang.
"Ini hak prerogatif perorangan kami pemerintah tidak bisa memaksakan dan tidak boleh memaksakan gitu. Kembalikan kepada kesadaran diri masing-masing, apabila keyakinan Bapak ibu sebagai penghayatan segera berproses identitasnya supaya negara lebih pasti melindungi dan kami bersama kejaksaan negeri bekerja sama mendorong akselerasi pemenuhan hak-hak sipil sebagai kepercayaan Jingitiu," jelasnya.
Ia menegaskan, hingga saat ini masyarakat adat penghayat Jingitiu hanya memiliki enam wilayah adat yang diakui dengan harapan tidak ada penambahan jumlah lagi. Bukan berarti melarang, tetapi hal nyata yang sudah diakui. Sehingga dibutuhkan restrukturisasi kepengurusan organisasi masyarakat adat Jingitiu Sabu Raijua agar bisa ditetapkan dalam peraturan bupati Sabu Raijua.
Sekda : Perda Sabu Raijua
Sekda Sabu Raijua sekaligus Plt Kepala Dinas Pendidikan, Kebudayaan, Kepemudaan dan Olahraga (PKKO) Sabu Raijua, Septenius Bule Logo, mengatakan, upaya untuk pelestarian penghayat Kepercayaan Jingitiu tetap hidup di Sabu Raijua, pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sabu Raijua sudah kukuhkan 50 orang Dewan Mone Ama sebagai bentuk upaya pemerintah untuk melestarikan penghormatan dan pemenuhan keadaan penghayatan kepercayaan Jingitiu yang sudah berlangsung beberapa taun ini.
Sekarang sudah ada perhatian Pemerintah Pusat melalui Direktorat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa dari Kemendikbudristek bersama Yayasan Marungga sudah menunjukkan bahwa ada intervensi untuk memperkuat eksistensi Jingitiu di Sabu Raijua.
"Pada prinsipnya pemerintah kabupaten Sabu Raijua tetap memberikan penghormatan dan pemenuhan terhadap hak-hak mereka supaya diperlakukan setara dengan warga masyarakat lain. Punya kedudukan yang sama, tidak merasa diskriminatif," ungkap Septenius.
Selain keputusan Bupati yang sudah ada, ke depannya, pemkab Sabu Raijua akan tingkatkan menjadi Peraturan Daerah (Perda). Dalam diskusi dengan Direktur Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa dari Kemendikbudristek, Sjamsul Hadi S.H., M.M, bahwa hal yang sama juga dilakukan di Alor.
Pemkab Sabu Raijua juga sudah memiliki Perda terkait masyarakat adat. Perda Nomor 8 tahun 2022 tentang penataan dan pemberdayaan lembaga kemasyarakatan desa, kelurahan, lembaga adat desa dan masyarakat hukum adat.
Septenius menuturkan, masyarakat adat erat kaitannya dengan penganut kepercayaan Jingitiu karena di dalam masyarakat adat itu ada yang menganut kepercayaan Jingitiu dan juga agama lainnya. Menurutnya, masalah Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa ini adalah masalah hakiki dari setiap manusia sehingga pada prinsipnya pemerintah menghormati hak dasar HAM kepada masyarakat Jingitiu. Pemerintah menghormati penganut kepercayaan Jingitiu seperti penganut agama lain.
Pada 1982 Kepercayaan Jingitiu sudah tercatat di Kemendikbud di Jakarta. Saat ini lebih diperkuat dengan Keputusan Bupati Sabu Raijua dengan pengukuhan 50 Dewan Mone Ama. Artinya, Pemkab Sabu Raijua juga secara bertahap sudah memiliki perangkat hukum bagi penganut Jingitiu dan diharapkan dihormati supaya mereka tetap ada.
Berdasarkan itu semua, pada dasarnya kepercayaan Jingitiu nyatanya tetap hidup di Indonesia. Sehingga perubahan, perkembangan zaman tentunya mempengaruhi mereka. Dulu belum memiliki perangkat hukum dan sekarang sudah memiliki perangkat hukum.
Artinya penghayat Jingitiu sama di mata hukum Indonesia. Mewujudkan pengakuan ini, sudah diluncurkan website Jingitiu yang bisa menembus lapisan generasi untuk mengetahui keberadaan penganut Kepercayaan Jingitiu.
"Tidak ada pemusnahan, tidak da tidak ada Kristenisasi. Ini kepercayaan hakiki, kalau mereka mau bertahan, silakan. Mereka mau beragama, silakan. Karena pada dasarnya nenek moyang orang Sabu menganut Jingitiu," tegasnya.
Sebagai bentuk penghormatan ini juga, sejak 2018, Pemkab Sabu Raijua memberi ruang bagi penganut agama dengan mencantumkan Kepercayaan Jingitiu pada KTP.
Ia berharap, sesuai komunikasi Kemendikbudristek ke depannya jika lulusan Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa, Kemendikbudristek akan mengalokasikan guru P3K di Sabu Raijua. "Tahun depan kalau mereka bersurat kepada kami ya, kami akan jalankan," ujarnya.
Sekda : Hentikan Diskriminasi
Lebih lanjut Septenius mengungkapkan nenek moyang orang Sabu Raijua merupakan penganut Jingitiu. Namun karena semua warga negara Indonesia harus terpatri pada agama tertentu sehingga banyak penganut kepercayaan Jingitiu memeluk agama Kristen bahkan populasi penganut Jingitiu di Sabu Raijua semakin berkurang saat ini.
Jingitiu perlu dan harus ditata hingga pada restrukturisasi organisasi, apalagi sejak 2018 sudah ada pengakuan terhadap penganut Jingitiu di Dispenduk.
Pengakuan terhadap keberadaan Jingitiu merupakan hak sipil sudah dilakukan dan memberikan pengakuan pada KTP penganut serta instrumen hukum. Seperti yang dilakukan di beberapa daerah di Indonesia, sama halnya dengan Jingitiu akan ditetapkan dalam Keputusan Bupati.
Septenius mengatakan, Keputusan Bupati bersifat penetapan dan peraturan sebagai pengaturan. Berbicara peraturan banyak hal yang harus diatur. Hal ini membutuhkan kajian dan partisipasi semua pihak yang berkepentingan sehingga semuanya bisa diatur dan dinarasikan dalam bentuk Peraturan Bupati (Perbup).
Tentu dalam prosesnya bisa diadopsi dari daerah lain tetapi kearifan lokal di setiap daerah pasti berbeda. Melihat kapasitas kompetensi penganut Jingitiu tentu mengalami kesulitan dalam hal ini. Oleh karena itu, peran sesama masyarakat Sabu Raijua dibutuhkan untuk membantu mereka.
"Tidak ada lagi pembiaran bagi penganut Jingitiu. Keberadaan pemerintah daerah mencari cara dengan peraturan untuk memberi ruang dan memberikan perlindungan penganut Jingitiu," kata Septe saat Peluncuran Karya Dokumentasi dan Website Jingitiu di Kabupaten Sabu Raijua di Aula Kantor Bupati Sabu Raijua pada Sabtu, 28 September 2024.
Septenius mengingatkan, agar perlakuan diskriminatif terhadap penganut Jingitiu ditinggalkan dan dihentikan. Penganut Jingitiu harus dituntun supaya berada pada tataran yang sama dalam sistem hukum di daerah khususnya dan di Indonesia umumnya. Peraturan Bupati perlu disusun supaya Jingitiu tetap ada di mata Kemendikbudristek.
"Mari kita urus saudara kita yang Jingitiu itu. Sehingga kita bisa bedakan seperti apa kebudayaan itu karena Belanda datang di Indonesia selain menjajah, dia kabarkan juga Injil dan kita terima dengan senang hati jadilah kita seperti ini. Yang masih bertahan kita lindungi, kita berikan kesempatan kepada mereka juga masih menghirup napas yang diberikan Tuhan juga kepada sama dengan kita yang sudah menerima ajaran agama di Indonesia," ujarnya.
Intervensi
Sementara itu Pengamat Budaya , Piter Kembo meminta Pemprov Intervensi Nilai Luhur.
Untuk tetap melestarikan budaya Jingitiu yang utama dilakukan pemerintah adalah harus adakan pendidikan budaya terkait dengan nilai-nilai peninggalan leluhur tentang kemasyhuran, dan martabat Jingitiu.
Pengetahuan budaya Jingitiu harus diberikan kepada masyarakat baik itu kelompok anak-anak, dewasa dan umum sehingga mereka tahu dan paham bahwa Jingitiu memiliki nilai didik, nilai moral yang sangat tinggi untuk mengungkapkan kepercayaan kepada Tuhan yang Maha kuasa karena pendidikan budaya sangat penting dalam kearifan lokal seperti Jingitiu.
Kemudian pemerintah Kabupaten Sabu Raijua bisa berdayakan komunitas-komunitas seni, budaya yang ada untuk selalu membicarakan, mempublikasikan, mengekspresikan nilai-nilai masyhur, nilai-nilai luhur Jingitiu kepada masyarakat.
"Terus berkolaborasi dengan berbagai komunitas-komunitas lokal lainnya sehingga budaya kepercayaan Jingitiu ini tetap lestari dan dikenal sebagai peninggalan budaya leluhur budaya tradisional Sabu Raijua," ungkap Piter pada Minggu, 29 September 2024.
Penghayat Kepercayaan Jingitiu tentu dapat hidup bermasyarakat dengan cara menjaga harmonisasi dan toleransi antarumat beragama, menghormati roh nenek moyang lewat ritual-ritual adat istiadat yang dilakukan, membentuk organisasi atau perkumpulan untuk memperjuangkan hak-hak nilai Jingitiu itu sendiri.
Dengan demikian, Jingitiu dapat dikenal secara luas kemudian menyebarkan ajaran-ajaran mereka kepada masyarakat secara luas, membuka pusat-pusat kepercayaan yang terbuka untuk umum kemudian melakukan hal-hal yang dapat mengangkat Jingitiu dikenal secara umum dan berkepentingan secara universal atau secara global.
Masyarakat Indonesia khususnya Sabu Raijua dapat menerima penganut kepercayaan Jingitiu dengan cara menjaga harmoni hidup toleransi antarumat beragama yang ada kemudian memberikan pengakuan dan perlindungan yang sama kepada penganut kepercayaan Jingitiu.
Selain itu, memperjuangkan penganut kepercayaan Jingitiu seperti hak-hak untuk membangun tempat ibadah, tempat ritual, mendapatkan legatimasi dan perlindungan hukum oleh pemerintah kemudian memberikan pemahaman yang baik tentang kepercayaan tradisional melalui pendidikan, penelitian dan dukungan dari pemerintah secara total. Kemudian menghormati dan menghargai perbedaan dalam kepercayaan dan keyakinan penghayat keyakinan Jingitiu serta melakukan pemeliharaan warisan budaya Jingitiu dan mengharmonisasikan dalam kehidupan beragama baik antarpenganut kepercayaan maupun antarumat beragama asli yang ada.
Selain arah kebijakan-kebijakan yang diambil, tindakan yang harus dilakukan adalah pemerintah provinsi adalah mengintervensi kebudayaan yang ada, mengintervensi nilai-nilai kebudayaan yang terkandung dalam penganut kepercayaan Jingitiu lalu melakukan pengamanan, pemeliharaan dan penyelamatan nilai-nilai luhur yang ada untuk dikenal secara luas, untuk bisa membangun peradaban manusia zaman sekarang mengenal nilai-nilai Jingitiu bahwa nilai-nilai itu sangat berguna dalam kaidah hukum, kaidah hidup bermasyarakat, bernegara, berbangsa dan bertanah air.(Sumber pos kupang cetak)
Berita TRIBUNFLORES.COM Lainnya di Google News
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.