Berita Ende
Penggunaan Bahasa Indonesia yang Baik dan Benar di Ende Rendah, Pemda Telat Keluarkan Regulasi
Untuk itu, kata dia, Balai Bahasa Provinsi NTT merekomendasikan kepada Pemerintah Kabupaten Ende untuk segera mengatur tata naskah dinas berupa aturan
Penulis: Albert Aquinaldo | Editor: Gordy Donovan
Laporan Reporter TRIBUNFLORES.COM, Albert Aquinaldo
TRIBUNFLORES.COM, ENDE - Tingkat kesadaran menggunakan bahasa Indonesia sesuai kaidah yang baik dan benar di Kabupaten Ende tergolong masih rendah.
Hal itu disampaikan Kepala Balai Bahasa Provinsi Nusa Tenggara Timur, Elis Setiati saat acara penghargaan wajah bahasa di ruang publik di Kabupaten Ende, Jumat, 1 November 2024 bertempat di Aula Hotel Syifa.
"Untuk Kabupaten Ende memang rendah ya, kami merasa belum ada kesadaran untuk menggunakan bahasa Indonesia sesuai kaidah, ada keinginan tetapi masih mempertimbangkan, yang di cari adalah regulasi, sementara Pemda masih terlambat untuk mengeluarkan regulasi," ujar Elis.
Baca juga: Yasinta Ome asal Ende Sebut Berkat BPJS Kesehatan Nyawa Terselamatkan
Untuk itu, kata dia, Balai Bahasa Provinsi NTT merekomendasikan kepada Pemerintah Kabupaten Ende untuk segera mengatur tata naskah dinas berupa Peraturan Bupati (Perbup).
Dia berharap, pemerintahan yang baru nanti bisa cepat menanggapi.
"Karena ini diberlakukan di seluruh Indonesia dan pada tahun 2025, regulasi sudah ada," tambah Elis.
Sebelumnya, selama kurang lebih tiga tahun, Balai Bahasa Provinsi Nusa Tenggara Timur melakukan sosialisasi, pembinaan serta koordinasi berkaitan dengan penggunaan bahasa Indonesia di ruang publik sejak tahun 2022 terhadap 45 lembaga baik lembaga pemerintahan, pendidikan dan lembaga swasta.
Pada tahun 2023, Balai Bahasa Provinsi Nusa Tenggara Timur melakukan penilaian, evaluasi dan pengumpulan data hingga penyuluhan.
"Itu di lakukan untuk dua kategori yaitu wajah bahasa ruang publik dan dokumen negara, naskah tata dinasnya, nah dari situlah kita kumpulkan lagi apakah ada perubahan dan ternyata tidak terlalu banyak perubahan yang terjadi dilakukan, mungkin memerlukan dana untuk penggantian papan nama, kalau sesuai kaidah itu kita sudah memberikan contoh dan ini memang jadi hambatan bagi pemerintah di 15 OPD itu, di lembaga pendidikan itu, tapi ada beberapa yang merubah langsung," tambah dia.
Penilaian apresiasi penggunaan bahasa Indonesia di ruang publik terdiri dari dua kategori yakni wajah publik melalui papan nama atau pengumuman.
"Misalkan ada penunjuk arah atau jalan menuju kantor, nama tempat ibadah, nama lembaga itu sesuai atau tidak, ada hitungannya, nama ruangan, nama gedung, ada tujuh objek, selanjutnya di tata naskah dinas, apakah menggunakan kaidah yang benar, apakah aturan penggunaan bahasanya sudah benar, itu semua sudah ada poin-poin penilaiannya, kurang lebih 100 objek yang kami nilai, itu 50 di wajah bahasa di ruang publik dan 50 di tata naskah dinas," tambah Elis.
Masing-masing OPD mengirimkan 50 foto dan enam surat yang dinilai secara keseluruhan apakah lebih banyak menggunakan bahasa Inggris atau lebih mengutamakan bahasa Indonesia sesuai dengan format penilaian.
Berita TRIBUNFLORES.COM Lainnya di Google News
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.