Berita NTT

Profesor Intje Picauly Singgung Ekologi Pangan dan Gizi di Wilayah Lahan Kering Kepulauan

Dosen Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang, Prof Dr. Intje Picauly, S.Pi.,M.Si dikukuhkan menjadi guru besar.

Penulis: Gordy | Editor: Gordy Donovan
TRIBUNFLORES.COM / GG
ORASI ILMIAH - Profesor Dr Intje Picauly S.Pi.,M.Si saat menyampaikan Orasi Ilmiah pada pengukuhan guru besar di Undana Kupang, NTT, Rabu 22 Januari 2025. 

TRIBUNFLORES.COM, KUPANG - Dosen Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang, Prof Dr. Intje Picauly, S.Pi.,M.Si dikukuhkan menjadi guru besar, Rabu 22 Januari 2025.

Diketahui, Prof Intje dikukuhkan bersama dua dosen lainnya yaitu, Prof. Ir. Marthen Robinson Pellokila,MP.,Ph.D dari Fakultas Pertanian dan Prof. Dr. Chaterina Agusta Paulus, S.Pi, M.Si, CRA, CRP, CRMP dari Fakultas Peternakan, Kelautan dan Perikanan.

Judul orasi ilmiah Prof Intje yaitu : Ekologi Pangan dan Gizi sebagai Aset Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia di Wilayah Lahan Kering Kepulauan.

Prof Intje menerangkan sampai saat ini, tidak ada batas yang jelas, mengenai permulaan ilmu ekologi dikenal, dan digunakan dalam kajian ilmiah. Namun sesungguhnya, pembahasan tentang ekologi, sudah ada sejak proses penciptaan bumi dengan segala isinya. Kemudian pada zaman Yunani kuno, prinsip-prinsip ekologi mulai ditelaah oleh Aristoteles, dan dipublikasi oleh muridnya Theophrastus. 

Baca juga: Profil Guru Besar Undana Kupang NTT, Prof Intje Picauly yang Dikukuhkan Bersama Suami Besok 

Dalam publikasi menjelaskan bahwa, ruang lingkup ekologi, membahas tentang hubungan timbal balik, antara semua organisme termasuk manusia dengan lingkungannya. Pada awal tahun 1866, Ernst Haeckel seorang ekolog menjelaskan ekologi lebih dari sebatas interaksi namun sampai ketahap pertanggungjawaban manusia dalam berinteraksi dengan lingkungan.

Berawal dari proses penciptaan, kajian akademik Aristoteles, Theophrastus dan Haeckel, kita dapat memaknai bahwa, daya dukung ekologi sangat tergantung pada kemampuan manusia dalam mengelola ekologi dimaksud.  Jika ekologi hidup dalam keseimbangan, pangan tercukupi, asupan gizi terpenuhi sesuai kebutuhan.
  
Ekologi dalam konteks orasi saat ini, tidak saja tergantung pada aspek pembenihan/pembibitan, budidaya, dan produksi pangan, melainkan lebih luas lagi, terkait cara bagaimana kita memberlakukan pangan tersebut, untuk memperoleh kebutuhan dan kecukupan gizi.  

Hal ini berarti bahwa, ekologi terbuka sebagai asset sekaligus ancaman untuk kita.  Hasil penelitian menyatakan bahwa, masalah gizi dan kesehatan adalah, akibat tidak memanfaatkan ekologi sebagai asset, namun secara sadar, kita membiarkan diri kita menjadi korban akibat ketidak seimbangan ekologi yang terbentuk.  

Ia menyebutkan beberapa contoh yang dapat kita simak bersama, antara lain Propinsi NTT sangat kaya dengan budaya. Namun, masih banyak budaya yang mewajibkan masyarakat kelompok berisiko seperti ibu hamil, ibu menyusui, dan anak bayi/balita untuk memantangi makanan bergizi dengan beragam alasan atau pertimbangan. Selain itu, masyarakat masih sering melakukan kebiasaan pengolahan makanan yang berpengaruh terhadap kandungan gizi makanan.  

Prof. Ir. Marthen Robinson Pellokila,MP.,Ph.D bersama istri Prof Dr. Intje Picauly, Januari 2025.
Prof. Ir. Marthen Robinson Pellokila,MP.,Ph.D bersama istri Prof Dr. Intje Picauly, Januari 2025. (TRIBUNFLORES.COM / HO-INTJE)

Picauly dkk (1999) menyatakan bahwa makanan hasil laut dan sayuran yang diolah dengan panas tinggi secara terbuka banyak mengalami penurunan kandungan gizi vitamin B & C, iodium, zat besi, dan protein dibanding pengolahan secara tertutup.
  
Tanaman kelor atau pohon ajaib  merupakan salah satu daun yang sangat terkenal dan fenomenal di Indonesia dengan ketersediaannya di NTT cukup berlimpah.  

Hasil review pustaka diketahui bahwa kelor mempunyai kandungan gizi yang cukup tinggi termasuk protein. Karena berlimpah dan tinggi kandungan protein dan zat gizi lainnya maka masyarakat seringkali disarankan untuk  mengkonsumsi sayur kelor. 

"Pertanyaannya, apakah kualitas kandungan protein daun kelor sama atau lebih baik dari  protein nabati lainnya seperti tempe dan protein hewani seperti ikan, telur atau daging? jawabannya adalah tidak,"tegas Prof Intje.
 
Prof Intje menyebutjkan Direktorat Gizi Kemenkes RI (1979) dalam Hardinsyah dan Dodik Briawan (1994) menjelaskan bahwa tempe merupakan salah satu jenis pangan nabati yang mempunyai kualitas dan jumlah kandungan gizi protein, kalsium dan zat besi jauh lebih tinggi dari daun kelor dan hampir setara dengan ikan teri segar. 

Tempe dan Daun Kelor sama-sama bahan pangan nabati. Namun, kualitas protein tempe  3x jauh lebih baik dari daun kelor tetapi sedikit lebih rendah dari kualitas protein ikan teri (Direktorat Gizi Kemenkes RI, 1979). Hal ini berarti kualitas protein tempe dan ikan teri adalah hampir sama dan lebih baik dari kelor. Oleh karena itu, anak yang sering mengkonsumsi sayur kelor dan dalam jumlah yang banyak dalam menu makan tidak bisa mencapai standart tinggi anak normal (Stunting).  

Baca juga: Profil Marthen Robinson Pellokila Guru Besar Undana yang Dikukuhkan Hari Ini

Padahal Laut NTT mampu memberikan kontribusi yang signifikan untuk penyediaan protein hewani dari ikan dan dapat diperoleh dengan harga yang lebih murah.

Ia menyatakan penjelasan ini diharapkan dapat memperjelas peryataan masyarakat bahwa selama ini sayur kelor selalu ada dalam menu makan anak, namun mengalami stunting. 

Dari sudut pandang ekologi pangan dan gizi dan dari podium ini ijinkan kami kembali menghimbau bapak dan ibu sekalian terutama dari pihak pemerintah yang sedang giat-giatnya berpikir dan bekerja untuk menanggulangi atau mencegah stunting agar dalam program makan bergisi gratis “jangan lupa berkiblat pada permenkes RI tahun 2019 tentang anjuran makan bergizi munurut ISI PIRINGKU”.  

Maksud pesan ini adalah tidak ada satu jenis pangan yang lebih istimewa tetapi yang akan menjadi hebat adalah menerapkan pola makan yang “beragam, bergizi, seimbang dan aman-B2SA) (ijin megutip juga program Dinas Pertanian dan ketahanan pangan).
 
Jika di gunung ada kelor dan tempe/telur maka dipantai ada kelor dan ikan dalam menu makan anak atau keluarga. Disinilah letak titik kritis pengelolaan ekologi pangan dan gizi dalam pola konsumsi keluarga.

Ia mengaku sejak awal pelaksanaan pemberian makan bergizi gratis (6 januari 2025) banyak pertanyaan kepada pemerintah bahwa kenapa tidak ada susu dalam menu hari ini?  
Jawabannya: untuk efisiensi “Tidak harus ada”
Hal ini disebabkan karena dalam konsep pedoman umum gizi seimbang (PUGS) dan pedoman ISI PIRINGKU susu masuk dalam kelompok jenis makanan lauk-pauk.  

Sehingga susu diberikan untuk menjadi pelengkap jika :

1.Jenis pangan yang diberikan tidak beragam (rendah kandungan protein dan mineral)

2.Pasien dalam proses pemulihan yang membutuhkan tambahan protein dan mineral.

Hal ini berarti bahwa, jika dalam menu makan anak sudah beragam dan bergizi dan sudah terpenuhi kandungan gizi protein dan mineral (Kalsium, Fosfor, Zat Besi) maka pemberian susu dihentikan. 

Namun jika, dukungan ekonomi keluarga  mampu untuk pengadaan susu dalam menu makan anak maka susu dapat diberikan dengan konsekuensi jumlah makanan dalam menu tidak akan dihabiskan mengingat semua kebutuhan tubuh akan energy sudah sudah dipenuhi oleh susu. 

Stunting dan Prospek Penanggulangannya 

Ia menyebutkan pangan yang berkualitas berperan penting dalam menjaga kesehatan masyarakat. Hal ini berarti bahwa konsumsi pangan yang seimbang dan bergizi dapat mencegah berbagai penyakit, meningkatkan daya tahan tubuh, dan mendukung pertumbuhan serta perkembangan anak. 

Kajian penelitian menyimpulkan bahwa kekurangan gizi dapat menyebabkan masalah kesehatan serius, seperti stunting, anemia, dan tingginya angka kematian ibu dan bayi (AKIB).  

Martorel (2008) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa indikator skor kemampuan membaca pada anak-anak stunting di usia 3 tahun lebih tinggi pada anak laki-laki (lebih rendah 15 poin) dan perempuan lebih rendah 11 poin.  Atau rata-rata anak bergizi buruk (pendek/stunted) mempunyai risiko kehilangan IQ 10-15 poin. Sedangkan berdasarkan indikator lamanya sekolah (dalam tahun) diketahui bahwa pada anak laki-laki stunting mempunyai masa studi lebih lama 1.6 tingkat atau 1-2kali tinggal kelas dan perempuan1.3 tingkat atau 1 kali tinggal kelas. 

FOTO BERSAMA - Prof Dr. Intje Picauly, S.Pi., M.Si pose bersama suami Prof. Ir. Marthen Robinson Pellokila, MP., PhD dan dua anaknya mereka Blessty Senenity Pellokila dan George Jehuda Semuel Pellokila di Kupang, NTT, Januari 2025.
FOTO BERSAMA - Prof Dr. Intje Picauly, S.Pi., M.Si pose bersama suami Prof. Ir. Marthen Robinson Pellokila, MP., PhD dan dua anaknya mereka Blessty Senenity Pellokila dan George Jehuda Semuel Pellokila di Kupang, NTT, Januari 2025. (TRIBUNFLORES.COM / HO-PROF INTJE)


 
Jika diproyeksikan dengan indikator tingkat pendapatan dari BPS NTT (2023) dan Dinas Ketenagaan Kerja NTT (2023) maka besar penghasilan perkapita pertahun (US$) berdasarkan keparahan stunting terdapat perbedaan yang nyata yaitu laki-laki sebesar $650.5 atau Rp. 10.400.000,-/tahun  atau Rp. 866.666,-/bulan atau Rp. 28.888,-/hari dan perempuan  $428 atau Rp.5.248.000,-/tahun atau Rp. 437.333,-/bulan atau Rp. 14.577,-/hari.  

Dibandingkan dengan batasan upah minimum regional (UMR) Propinsi NTT tahun 2025 yaitu sebesar Rp 2.186.826,-/bulan, maka tingkat pendapatan tersebut masih sangat jauh di bawah UMR NTT untuk memenuhi kebutuhan hidup secara layak.  

"Terkait masalah stunting, sampai saat ini hipotesis yang terbentuk bahwa Wilayah NTT memiliki musim panas yang panjang sehingga sangat baik untuk kelimpahan jenis pangan sayur kelor dan memiliki produksi hasil perikanan yang beragam dan bergizi. Seharusnya masalah stunting tidak ditemukan di wilayah Propinsi NTT,"jelas dia.

Ia menyebutkan banyak penelitian turut memberikan informasi yang beragam terkait faktor-faktor penyebabnya dan sekaligus menjadi peluang penurunan stunting antara lain :

1.Tigginya stikma negative terkait kecukupan asupan gizi Penelitian Picauly dkk (2024) tentang stikma negative keluarga tentang kecukupan gizi. Ditemukan bahwa empat dari lima indikator variable stikma keluarga tentang kecukupan gizi mempunyai kategori buruk.   Adapun indicator tersebut adalah : 1). Kebiasaan makan pagi, 

2). Kebiasaan makan selingan bergizi, 3). Kebiasaan pengolahan pangan, 4). Pola konsumsi (jenis, jumlah dan frekuensi makan), dan 5). Makanan pantangan. Hasil analisis menunjukan bahwa setiap penambahan 1 skor stikma positif tentang kecukupan gizi berpeluang menurunkan kejadian stunting sebesar 0.69 kali.  

2.    Picauly dkk (2023) :

2.1.    Keragaman pola konsumsi yang rendah

Hasil penelitian menunjukkan bahwa setiap penambahan 1 point keragaman konsumsi pangan berpeluang menurunkan kejadian stunting sebesar 1-6 kali. 

2.2.    Keterbatasan tenaga gizi.  

Hasil penelitian menemukan bahwa setiap penambahan 1 tenaga gizi akan berpeluang menurunkan kejadian stunting sebesar 1 kali 

2.3.    Tingginya kajadian anemia pada ibu hamil dan remaja putri. 
Hasil penelitian menunjukkan bahwa setiap penurunan kejadian anemia pada ibu hamil dan remaja putri berpeluang menurunkan kejadian stunting sebesar 1-2.5 kali.  

2.4.    Tingginya kejadian penyakit infeksi
Hasil penelitian menunjukan bahwa setiap terjadi penurunan 1 point kejadian penyakit infeksi pada anak balita akan berpeluang menurunkan kejadian stunting sebesar 1,6 kali

2.5.    Tingginya persentasi penerapan pola hidup bersih 
Hasil penelitian menemukan bahwa setiap terjadi kenaikan 1 point penerapan pola hidup bersih dan sehat akan berpeluang menurunkan kejadian stunting sebesar 0.92 kali

3.    Kajian literature hasil penelitian Picauly (2018-2024) tentang konsumsi Daun kelor dan hasil ikani di 18 Kabupaten dan kota kupang ditemukan bahwa :

3.1.    Masih ada pantangan konsumsi daun kelor
3.2.    Masih ada pantangan konsumsi hasil laut (Cumi, gurita, ikan tongkol, ikan pari, kerang)
3.3.    Rendahnya konsumsi sayur daun kelor dan ikan 

Hasil analisis diatas sekaligus menegaskan bahwa semua faktor penyebab stunting dapat berpeluang menjadi focus perhatian selama proses pencegahan dan penanggulangan.  Faktor PERILAKU (Pengetahuan, sikap dan tindakan) menjadi kunci utama dan perlu dukungan dari pemerintah bersama tokoh-tokoh kunci lokal seperti tokoh masyarkat/adat dan tokoh agama. 

Ia menjelaskan pengelolaan ekologi pangan dan gizi merupakan suatu pendekatan yang penting dalam upaya mencapai ketahanan pangan dan gizi yang berkelanjutan. Tujuan utama dari pengelolaan ekologi pangan dan gizi adalah untuk meningkatkan ketersediaan dan aksesibilitas pangan yang bergizi, serta memastikan bahwa masyarakat dapat mengonsumsi makanan yang seimbang.
 
Picauly dkk (2023) melakukan riset terkait pengolahan pangan lokal menjadi alternative PTM bergizi dengan mengkombinasikan pangan lokal dengan syarat : pangan selalu tersedia, harga terjangkau, mempunyai nilai penting dan bergizi yang selanjutnya produk diberi nama biskuit “IMAN” bergizi  berguna bagi anak balita dan ibu hamil yang kurang gizi. IMAN artinya kependekan dari tepung Ikan Teri, tepung Daun Merungga tepung Jagung, dan Gula Lontar. 

"Produk ini sudah diberikan pada anak balita di Puskesmas Ba’a Kabupaten Rote Ndao, Puskesmas Batakte, Kabupaten Kupang, dan Puskesmas Kenarilang Kabupaten Alor selama 14 hari,"ungkapnya.

Ia menyebutkan analisis kandungan gizi biscuit dilakukan pada laboratorium Nutrisi Ternak Fapet Undana dan proses penilaian organoleptic (Rasa, tekstur, Bau, dan Warna) biskuit serta ikut memberikan masukan dalam proses mendisain kemasan produk dilakukan bersama 170 mahasiswa FKM Undana.   

Hak pakai dan produksi  Biskuit IMAN sudah diserahkan ke UMKM “Morige” sejak tahun 2021 dan memiliki ijin Layak Produksi dan halal. Produk Biskuit IMAN juga sudah memiliki hak PATEN SEDERHANA dan telah di publikasi di jurnal internasional bereputasi. 

Ia mengaku ketersediaan pangan di wilayah lahan kering kepulauan sering kali terganggu oleh faktor-faktor seperti keterbatasan lahan subur, mahalnya harga pupuk, perubahan iklim, serangan hama dan bencana alam. 

Oleh karena itu, penting untuk mengembangkan sistem pertanian yang inovatif, adaptif dan berkelanjutan. 

Hasil penelitian Picauly dkk (2024) menjelaskan bahwa pemanfaatan sumberdaya alam seperti limbah daun kelor (Moringa oleifera) dan daun petai cina/lamtoro (Leucaena leucocephala) sebanyak 5 cc sebagai pupuk organic cair (POC) dapat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan mempercepat masa panen sayur Kailan (Brassica oleracea) dan merangsang proses pembuahan pada tanaman Tomat, Labu dan Terung.  

Hal ini bermakna bahwa dengan memanfaatkan limbah sumberdaya alam sekitar dapat mendukung aspek ketersediaan pangan di tingkat rumah tangga yang berdampak pada kecukupan asupan gizi sayuran dari kelompok vitamin dan mineral.

Program Makanan Bergizi Gratis (MBG) dan Peluangnya 

Ia juga menyinggung program intervensi gizi spesifik dalam percepatan penurunan stunting 10 tahun lalu adalah PMT Balita Kurus, PMT Ibu Hamil KEK, Program GEMARIKAN (Gemar Makan Ikan); dan Program PMT Desa.  

Hasil survei dan uji petik lapangan oleh tim Pokja Stunting Propinsi NTT menemukan bahwa semua program PMT berjalan dengan baik.  

Hal positif yang dijumpai adalah : 

1). Meningkatnya tingkat pengetahuan kader posyandu terkait cara penyusunan menu dan cara pengolahan; 

2). Setiap desa memiliki inovasi lokal untuk mengantisipasi dan mempermudah langkah penyelesaian permasalahan setiap lokus. 
 
Tahun 2025-2029, pemerintah Indonesia kembali mengangkat masalah stunting menjadi agenda kerja Pemerintah Indonesia dengan meluncurkan Program Makan Bergizi Gratis (MBG).  

Hal ini berarti bahwa dukungan pemerintah pusat terhadap permasalah stunting dan masalah gizi lainnya masih sama walaupun dalam bentuk pelaksanaan yang berbeda.  

Hasil pengamatan, pelaksanaan program MBG bersifat open target atau sasaran penerima program tidak focus pada penderita stunting, wasting, underwigth atau obes).

Kajian pelaksanaan MBG dalam bingkai Ekologi Pangan dan Gizi di Wilayah Lahan Kering Flobamora melibatkan aspek proses dan sumberdaya pangan lokal.
  
a)Bahaya Kontaminasi makanan dan minuman.
 
Wilayah lahan kering dengan keterbatasan air bersih muda terjadi kontaminasi tunggal atau silang antara alat dan bahan pangan/makanan serta kebersihan pengelola.  Bahaya kontaminasi lebih banyak mengancam anak berusia 1-12 tahun, ibu hamil dan menyusui.  Adapun sumber kontaminasi dari bakteri, virus dan parasite.  Dampak terkontaminasi mulai dari mual, muntah hebat, diare berair, dan nyeri perut hingga kematian. 

Mikotoksin adalah senyawa beracun yang diproduksi oleh jamur yang ditemukan pada produk hasil pertanian seperti jagung, kacang-kacangan, sorghum, dan beras. Jenis pangan ini lebih banyak diproduksi dan disimpan.  Oleh karena itu, masyarakat NTT perlu memperhatikan hal ini, sebab budaya menyimpan makanan pokok tersebut dapat berpeluang terinfeksi dan dalam jangka panjang dapat terinfeksi dapat merusak sistem kekebalan, menghambat perkembangan normal, atau menyebabkan kanker.

b) Cara Pengolahan (Penggunaan Panas)

Pengolahan pangan secara masal membutuhkan panas yang tinggi. Pengolahan makanan dengan menggunakan panas yang tinggi umumnya mengakibatkan penurunan komposisi kimia dan zat gizi bahan pangan tersebut seperti kadar air, kadar abu, kadar protein dan kadar lemak.  Setiap jenis pangan mempunyai cara pengolahan serta jenis dan jumlah limbah proses pengolahannya.  Semakin banyak kebutuhan pangan yang diolah akan semakin banyak limbah proses pengolahan yang dihasilkan.  Hal inilah yang harus menjadi focus pengelola program MBG.  

c)Distribusi Makanan

Hasil penelitian di rumah sakit menemukan bahwa jadwal distribusi makanan tidak berhubungan dengan sisa makanan pasien. Namun, citarasa makanan berhubungan dengan sisa makanan.  Semakin baik citarasa makanan semakin sedikit sisa makanan.  Hal ini menunjukan bahwa lamanya waktu yang digunakan dalam pendistribusian makanan akan menghabiskan waktu tunggu pasien untuk makan dan semakin lama makanan disimpan akan berpengaruh dalam citarasa. 
Wilayah NTT memiliki keunikan yang lain adalah kondisi geografis yang sulit.  Sehingga mempersulit proses dan lama waktu distribusi makanan dari tempat pengolahan ke lokus penggunaan program.  Hal ini berarti berpeluang besar makanan mengalami kemunduran mutu dan menghasilkan sisa makanan dalam jumlah yang besar.  

d) Sumberdaya Alam (Bahan Pangan)

Bahan pangan lokal menjadi jaminan keberlanjutan program MBG.  Semakin beragam jenis pangan lokal semakin baik dukungan terhadap pelaksanan program MBG.  Data Riskesdas 2018 dan BPS (NTT dalam Angka) tahun 2023 dan menjelaskan bahwa pola konsumsi masyarakat NTT sampai saat ini masih didominasi oleh jenis pangan sumber karbohidrat seperti Nasi, jagung dan umbi; sedikit konsumsi daging, sayur dan buah. Hal ini menjadi tantangan dalam pelaksanaan program MBG. Oleh karena itu,   pelaksanaan program nasional Makan Bergizi Gratis (MBG) di semua wilayah NTT harus mempertimbangkan empat (4) pendekatan subsistem ekologi pangan dan gizi meliputi : 1). Subsistem Produksi; 2). Subsistem Pengolahan; 3). Subsistem Distribusi; dan 4). Subsistem Konsumsi. 

Ia mengaku ketersediaan pangan di wilayah lahan kering kepulauan sering kali terganggu oleh faktor-faktor seperti keterbatasan lahan subur, mahalnya harga pupuk, perubahan iklim, serangan hama dan bencana alam.  Oleh karena itu, penting untuk mengembangkan sistem pertanian yang inovatif, adaptif dan berkelanjutan. 

Hasil penelitian Picauly dkk (2024) menjelaskan bahwa, pemanfaatan sumberdaya alam seperti limbah daun kelor (Moringa oleifera) dan daun petai cina/lamtoro (Leucaena leucocephala) sebanyak 5 cc sebagai pupuk organic cair (POC) dapat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan mempercepat masa panen sayur Kailan (Brassica oleracea) dan merangsang proses pembuahan pada tanaman Semangka, Tomat dan Terung.  

Hal ini bermakna bahwa dengan memanfaatkan limbah sumberdaya alam sekitar dapat mendukung aspek ketersediaan pangan di tingkat rumah tangga yang berdampak pada kecukupan asupan gizi sayuran dan buah dari kelompok vitamin dan mineral.

Ia menjelaskan berdasarkan semua penjelasan diatas maka kita telah mengetahui bahwa:

Program MBG menggunakan system open target karena memprioritaskan aspek pencegahan sekaligus penanggulangan masalah gizi, peningkatan kualitas sumberdaya manusia serta perbaikan ekonomi masyarakat.  Oleh karena itu, membutuhkan strategi kolaborasi pendekatan ekologi pangan dan gizi lintas sektor dalam pelaksanaan program Nasional MBG.  Strategi kolaborasi lintas sektor melibatkan : Tokoh agama; Sektor Swasta; PT/Advokasi Gizi/Organisasi profesi Gizi dan Pemerintah 

Kesimpulan

1. Ketersediaan pangan yang cukup dan bergizi sangat diperlukan untuk mendukung pembangunan kesehatan masyarakat. Namun, tantangan yang dihadapi, seperti keterbatasan sumber daya alam dan faktor lingkungan memerlukan perhatian serius.

2.Ekologi pangan dan gizi memiliki peran yang sangat penting dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia, terutama di wilayah lahan kering kepulauan.
 
3.Strategi pengelolaan ekologi pangan dan gizi yang efektif memerlukan pendekatan yang holistik dan terintegrasi. 

4.Pendekatan Ekologi Pangan dan Gizi menjadi peluang percepatan penurunan masalah gizi kesehatan masyarakat di NTT

5.Pendekatan Ekologi Pangan dan Gizi dapat menjadi alternative inovasi dalam pelaksanaan program MBG di NTT.  Upaya ini tidak hanya akan meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan kesehatan masyarakat, tetapi juga mendukung pembangunan ekonomi yang berkelanjutan. 

Ia menyampaikan limpah terima kasih kepada semua pihak yang telah mendukungnya hingga meraih gelar Profesor.

"Terima kasih kepada semua orang yang tidak saya sebutkan satu persatu dalam orasi ini, namun sumbangsih tanpa pamri yang sempat diberikan untuk saya, semuanya dicatat dengan rapih dalam memori kebesaran cinta kasih BAPA saya disurga (Tuhan Yesus Kristus). Terimakasih atas kepercayaan, dukungan dan motivasi serta kerja giatnya selama ini. Kiranya Tuhan Yesus memberkati Bapak, Ibu dan saudara-saudara sekalian,"pungkas dia.

Berita TRIBUNFLORES.COM Lainnya di Google News

 

 

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved