Kasus Rabies di TTU
RSUD Kefamenanu Catat 2 Orang Meninggal Dunia Akibat Rabies di Timor Tengah Utara NTT
Ketika dirujuk ke RSUD Kefamenanu, pasien yang dirawat pada Bulan Januari 2025 tersebut telah menunjukkan gejala klinis rabies.
Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Dionisius Rebon
TRIBUNFLORES.COM, KEFAMENANU - Direktur Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kefamenanu melalui Kasie Keperawatan, Selfina Hati Tami, A.Md.Keb mengatakan, sebanyak 2 orang pasien yang dirawat di RSUD Kefamenanu meninggal dunia akibat tertular rabies.
Korban pertama meninggal dunia bulan Januari 2025 dan korban kedua meninggal dunia pada awal Februari 2025.
Ketika dirujuk ke RSUD Kefamenanu, pasien yang dirawat pada Bulan Januari 2025 tersebut telah menunjukkan gejala klinis rabies.
Pasien tersebut telah menunjukkan gejala takut cahaya, takut air, takut angin dan dengan kondisi tubuh yang sangat lemah.
Baca juga: Gigitan Hewan Penular Rabies di TTU Capai 160 Kasus, 1 Orang Meninggal
"Pasien yang Bulan Januari itu kurang lebih dirawat selama 1 hari kemudian meninggal dunia,"ujarnya, Kamis, 6 Februari 2025.
Sementara itu, pada tanggal 3 Februari, seorang pasien dengan gejala klinis tertular rabies dirujuk ke RSUD Kefamenanu. Pasien tersebut kemudian diberikan penanganan awal.
Pada saat pemeriksaan di laboratorium, pasien terpantau mengalami peningkatan infeksi pada sel darah putih ke sel darah merah.
Perihal kasus gigitan hewan penular rabies, RSUD Kefamenanu akan melakukan perawatan di rumah sakit dan kemudian meminta pasien untuk melakukan vaksinasi di puskesmas.
Selain gejala klinis luar, biasanya pasien tertular rabies akan diketahui dari pemeriksaan laboratorium dimana kadar sel darah putih yang sudah meningkat di dalam sel darah merah.
Sebelumnya diberitakan, pada Selasa, 4 Februari 2025,
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU), Robertus Tjeunfin menyebut kasus rabies di Kabupaten TTU pada tahun 2025 ini cukup fantastis. Berdasarkan data, sejak awal Bulan Januari sampai Awal Bulan Februari 2035 tercatat sebanyak 160 kasus.
"Dari jumlah 160 kasus ini 1 orang korban dinyatakan meninggal dunia akibat rabies,"ujarnya.
Salah satu kendala dalam penanganan korban rabies saat ini yakni tidak setiap hari VAR tersedia di Kabupaten TTU. Pemkab TTU tidak mampu melakukan pengadaan atau membeli sendiri VAR tersebut.
Di sisi lain, Robert juga meminta masyarakat mesti meningkatkan kesadaran tentang bahaya gigitan maupun goresan yang disebabkan oleh anjing rabies. Pasalnya, masyarakat yang terkena gigitan atau goresan akibat anjing rabies wajib diberikan VAR (vaksin anti rabies).
Berdasarkan data, kata Robert, anjing yang tertular rabies akan menggigit 3 sampai 4 orang dalam sehari. Angka tersebut cukup fantastis.
"Kita berharap tidak ada kasus kematian akibat rabies lagi,"ucapnya.
Demi menghemat VAR, Robert menganjurkan kepada masyarakat agar tidak boleh membunuh anjing usai menggigit korban. Selain memberikan vaksin dosis satu, masyarakat juga mesti memantau langsung kondisi anjing tersebut.
Pemantauan terhadap anjing wajib dilakukan sampai pada hari ke 7 dan hari ke 21. Apabila sampai pada hari ke 21 anjing terpantau sehat maka, korban cukup diberi VA sampai pada hari ke 7. Sementara VAR untuk hari ke 21 tidak perlu diberikan lagi.
Walaupun Kabupaten TTU adalah daerah endemis rabies dan patut dicurigai bahwa, semua anjing sudah terinfeksi rabies. Oleh karena itu, setiap gigitan anjing wajib diberikan VAR dosis pertama sambil dilakukan pemantauan terhadap kesehatan anjing.
Menurutnya, Dinas Kesehatan Kabupaten TTU memiliki keterbatasan anggaran dalam pengadaan VAR. Dinas Kesehatan Provinsi NTT biasanya melayani permintaan VAR sekitar 500 sampai vial.
Ia menjelaskan, menuntaskan persoalan rabies di Kabupaten Timor Tengah Utara, Provinsi Nusa Tenggara Timur mesti dilaksanakan melalui peran serta lintas sektor.
"Seperti; Peternakan melakukan vaksinasi kemudian mematikan hewan penular rabies yang tidak diketahui pemiliknya,"ucapnya.
Selain itu, peran serta Dinas Kominfo memberikan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat Kabupaten TTU sangat dibutuhkan.
Dinas Kesejahteraan telah bekerja maksimal menangan masalah rabies. Menangani KLB mesti ada peran serta lintas sektor. Jika persoalan KLB ditangani dengan keterlibatan lintas sektor, persoalan ini bakal tuntas.
Menurutnya, selama 2 tahun terakhir, Dinas Kesehatan Kabupaten TTU gencar melakukan sosialisasi kepada seluruh masyarakat tentang bahaya rabies. Selain itu, mereka juga memberikan sosialisasi tentang penanganan korban gigitan HPR.
Sosialisasi tersebut dilaksanakan secara bertahap. Dinas Kesehatan Kabupaten TTU melakukan sosialisasi di tingkat puskesmas, desa dan posyandu.
Ia mengimbau kepada masyarakat agar segera ke fasilitas kesehatan terdekat jika digigit hewan penular rabies. Hal ini bertujuan agar korban gigitan HPR bisa menerima pelayanan dari petugas. Selain itu, masyarakat juga diimbau agar segera ke rumah sakit apabila terkena gigitan HPR. (*)
Berita TRIBUNFLORES.COM Lainnya di Google News
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.