Wisata NTT
Mengenal Tiga Fosil Hewan Laut Penguasa Laut Purba Pulau Timor di Museum Geologi
Museum Geologi menyimpan fosil hewan laut berumur ratusan hingga puluhan juta tahun lalu yang pernah mendominasi lautan purba di Pulau Timor.
TRIBUNFLORES.COM, KUPANG- Museum Geologi Indonesia menyimpan fosil hewan laut berumur ratusan hingga puluhan juta tahun lalu yang pernah mendominasi lautan purba di Pulau Timor – Indonesia.
Dilansir dari laman resmi Badan Geologi, korner masa Paleozoikum dan Mesozoikum terdapat koleksi-koleksi fosil hewan laut tersebut diantaranya fosil Amonit, Belemnit, dan Crinoid.
Penelitiana terakit fosil hewan laut penguasa laut purba Pulau Timor ini dilakukan oleh ahli geologi Agustina Djafar dan Rahajeng Ayu Permana Sari.
Baca juga: Mengunjungi Kampung Adat Nunungongo di Nagekeo NTT, Wisatawan Bisa Menginap
Berikut Sejarah Fosil Hewan Laut Penguasa Laut Purba Pulau Timor:
Amonit
Amonit merupakan kelompok hewan laut bertubuh lunak yang telah punah dari kelas cephalopoda (mencakup : cumi, gurita, dan sotong). Nama Amonit terinspirasi dari nama dewa Yunani Amon yang tanduknya menyerupai liukan Amonit.
Sekilas bentuknya menyerupai cumi-cumi karena sama-sama memiliki tentakel yang berfungsi untuk berburu mangsa, namun amonit memiliki cangkang berbentuk spiral dan berfungsi sebagai pelindung dan alat untuk mengapung, sedangkan cumi-cumi tidak mempunyai cangkang.
Amonit dapat hidup di berbagai kedalaman laut dan fosilnya banyak ditemukan di banyak lokasi, diantaranya di wilayah Indonesia Timur yaitu Papua dan Pulau Timor.
Baca juga: Pulau Sumba NTT Masuk 12 Destinasi Wisata Terbaik 2025 di Dunia Versi Forbes Travel Guide
Amonit yang banyak ditemukan di Pulau Timor bagian barat, merupakan jenis spesiesnya terbanyak di dunia (37 spesies) dengan genus Agathiceras dan Paralegoceras terbanyak. Spesies amonit yang beragam diklasifikasikan berdasarkan bentuk cangkangnya.
Amonit diperkirakan hidup pada periode Devon Awal hingga Kapur Akhir atau sekitar 400 juta – 65 juta tahun yang lalu. Rentang hidup yang panjang dengan berbagai perubahan lingkungan hidup menyebabkan amonit memiliki kemampuan beradaptasi yang cukup tinggi, hal ini dapat dilihat dari bentuk dan ukuran cangkang amonit yang beragam.
Perubahan lingkungan tersebut disebabkan oleh peristiwa kepunahan massal, dimana sejak bumi terbentuk diketahui telah terjadi 5 periode kepunahan massal dari Zaman Ordovisum hingga Kapur.
Amonit punah sekitar 65 juta tahun lalu bersamaan dengan dinosaurus dalam peristiwa kepunahan massal yang dikenal sebagai peristiwa Kapur-Paleogen. Penyebab kepunahannya masih menjadi perhatian kalangan ilmuwan, namun beberapa teori yang cukup terkenal diantaranya disebabkan oleh tumbukan asteroid berukuran besar yang menghantam bumi yang menyebabkan perubahan iklim dan gangguan ekosistem global.
Teori kedua disebabkan oleh aktivitas vulkanik besar, yaitu letusan gunung berapi di daerah Deccan Traps di India, yang menghasilkan lava dalam jumlah besar dan emisi gas beracun ke atmosfer, sehingga menyebabkan perubahan iklim dan kerusakan lingkungan.
Belemnit
“Belemnite (belemnit)” berasal dari bahasa Yunani, yaitu kata “belemnon” yang berarti anak panah atau lembing, yang mencerminkan bentuk runcing dari fosil belemnit yang umum ditemukan pada batuan sedimen.
Belemnit merupakan kelompok moluska yang berkerabat dengan cumi-cumi dan sotong modern, yang hidup pada periode Trias Akhir (234 juta tahun lalu) hingga Kapur Akhir, dan punah sekitar 65 juta tahun lalu bersamaan dengan punahnya amonit dan dinosaurus.
Meskipun memiliki struktur tubuh yang menyerupai cumi-cumi, tetapi terdapat perbedaan yang signifikan dimana belemnit memiliki kerangka (kerangka) internal yang keras yang mempunyai bentuk menyerupai peluru dan disebut “ rostrum ”, dan bagian inilah yang sering dijumpai sebagai fosil.
Rostrum berfungsi untuk menjaga keseimbangan dan daya apung belemnit selama berenang. Mimbar tersusun atas kristal kalsit berserat, dan dapat mengindikasikan cincin pertumbuhan seperti yang sering dijumpai pada pohon, yaitu menunjukkan umur belemnit. Fosil belemnit ditemukan di berbagai lokasi di Indonesia, khususnya pada batuan sedimen Mesozoikum diantaranya di Pulau Timor, Maluku, Kepulauan Misool – Papua, dan Sawahlunto – Sumatera Barat.
Crinoid
Fosil crinoid merupakan kelompok fosil hewan laut dari filum echinodermata, kelas crinoidea (lili laut) yang biasa hidup di laut hingga kedalaman 6000 meter. “Crinoid” berasal dari bahasa Yunani “krinon” yang artinya lili.
Crinoid pertama kali muncul di lautan pada pertengahan Kambrium, yaitu sekitar 300 juta tahun sebelum kemunculan dinosaurus. Hewan ini berkembang di era Palaeozoikum dan Mesozoikum, dan beberapa spesies yang masih hidup hingga sekarang.
Crinoid melimpah pada awal Karbon, sehingga Zaman Karbon disebut juga The Age of Crinoid . Meskipun kenampakan lili laut yang masih hidup pada era sekarang berbeda dengan fosilnya, namun dapat memberikan petunjuk tentang bagaimana fosil crinoid hidup.
Fosil Crinoid memiliki dua bagian tubuh yang utama, yaitu: “Calyx” adalah bagian tubuh berbentuk mangkuk kecil yang berfungsi sebagai tempat masuknya makanan dan organ pencernaan, dan “Stem (lengan)” merupakan bagian tubuh menyerupai batang yang terdiri dari lempengan-lempengan menyerupai cakram (kolumnar) yang menumpuk satu sama lain, yang berfungsi menampung makanan.
Pada saat menjadi fosil, bagian-bagian tubuh seperti kelopak dan batang dapat terawetkan dengan baik dalam batuan sedimen. Di Indonesia, keberadaan fosil Crinoid hanya dapat ditemukan di Pulau Timor, Pulau Seram Timur, Kalimantan Barat, Pulau Rote, dan Papua. Di Pulau Timor sendiri setidaknya terdapat 239 spesies dari 75 genus, dimana 2/3 dari spesiesnya tidak ditemukan di tempat lain. Fosil tersebut berumur Perm Awal – Perm Akhir (272 - 251 juta tahun yang lalu).
Koleksi tersebut bukan sekedar benda mati, namun mereka menyimpan informasi berharga tentang kehidupan laut purba dan kondisi lingkungan selama mereka hidup di bumi. (Sumber:Badan Geologi)
Berita TribunFlores.Com Lainnya di Google News
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.