Gunung Lewotolok Erupsi

Profil dan Sejarah Letusan Gunung Api Lewotolok di Pulau Lembata NTT

Gunung ini adalah gunung berapi kerucut yang terletak di bagian utara Pulau Lembata, Kabupaten Lembata, Provinsi Nusa Tenggara Timur, Indonesia. 

Penulis: Gordy | Editor: Gordy Donovan
TRIBUNFLORES.COM / GG
GUNUNG LEWOTOLOK LEMBATA - Kondisi gunung Lewotolok Lembata, Minggu 9 Maret 2025.Gunung Lewotolo atau Gunung Api Lewotolok juga disebut dalam bahasa setempat (bahasa Lamaholot) sebagai Ili/Ile Lewotolok atau Ile Ape.  

TRIBUNFLORES.COM, LEWOTOLOK - Gunung Lewotolo atau Gunung Api Lewotolok juga disebut dalam bahasa setempat (bahasa Lamaholot) sebagai Ili/Ile Lewotolok atau Ile Ape. 

Gunung ini adalah gunung berapi kerucut yang terletak di bagian utara Pulau Lembata, Kabupaten Lembata, Provinsi Nusa Tenggara Timur, Indonesia. 

Dikutip TRIBUNFLORES.COM dari wikipedia.com Senin 10 Maret 2025 menyeutkan, ungkapan ile lewo tolok berarti " gunung kampung/negeri runtuh" (Lewotolok adalah nama tempat gunung ini berada), sedangkan ile ape berarti "gunung api".

Secara geografi, gunung berada pada suatu semenanjung di sisi barat laut pulau. Posisinya ini menyebabkan tingkat kebencanaan gunung ini tidak termasuk tinggi.

Baca juga: Gunung Ili Lewotolok Lembata Kembali Erupsi Pagi Ini, Tinggi Kolom 500 Meter

 

Puncak gunung ini memiliki kawah besar menyerupai kaldera berbentuk bulan sabit yang disebut warga dengan nama Metong Lamataro. 

Ini adalah bagian dari kawah lama Gunung Lewotolo. Sebentuk kerucut terbentuk di sisi tenggara Metong Lamataro dan menjadi puncak tertinggi (+1.423 m) Gunung Lewotolo saat ini. 

Kerucut tersebut memiliki lubang kawah aktif di puncaknya dengan hembusan uap solfatara di hampir semua bagian kerucut. 

Solfatara berwarna kuning membara; hablur belerang hasil sublimasi banyak ditemukan di lerang timur, utara, dan selatan dari kerucut baru ini.

Riwayat letusan

Sejarah letusan Gunung Lewotolo tercatat sejak tahun 1660 kemudian tahun 1819, dan 1849. Pada tanggal 5 dan 6 Oktober 1852 terjadi letusan yang merusak daerah sekitarnya dan memunculkan kawah baru dan ladang solfatara di sisi timur-tenggara. 

Letusan Gunung Lewotolo juga terjadi pada tahun 1864, 1889, dan terakhir pada 1920 dikabarkan oleh penduduk terjadi letusan kecil. 

Selanjutnya pada tahun 1939 dan 1951 terjadi kenaikan aktivitas vulkanik Gunung Lewotolo, berupa lontaran lava pijar, abu, awan panas, dan hembusan gas beracun.

Gunung api ini sempat mengalami masa krisis gempa pada Januari 2012. Pada saat itu, PVMBG meningkatkan status gunung dari normal ke waspada hingga siaga, hanya dalam waktu kurang dari satu bulan. 

Namun, pada 25 Januari 2012 pukul 16.00 WITA, PVMBG menurunkan status dari Siaga ke Waspada dan turun lagi menjadi berstatus Aktif Normal pada 17 Oktober 2013 pukul 10.00 WITA.

Status aktivitas vulkanik gunung ini ditingkatkan dari Aktif Normal ke Waspada sejak terhitung 7 Oktober 2017, pukul 20.00 WITA.

Pada hari Ahad tanggal 29 November 2020 pukul 09.45 WITA terjadi erupsi eksplosif yang memaksa warga yang menghuni kaki gunung ini menyelamatkan diri dan mengungsi.[3] Letusan yang berlangsung sekitar 500 detik ini (lebih daripada 8 menit) menimbulkan kolom asap setinggi 4000 m.[5] Peristiwa ini diawali oleh letusan kecil pada hari Jumat, 27 November 2020 pukul 05,57 WITA, yang menimbulkan kepulan asap dan abu setinggi 500 m.[6] Letusan-letusan lanjutan dengan kekuatan lebih lemah terjadi beberapa kali hingga hari berikutnya tanggal 30 November 2020.[7] Status kebencanaan Ili Lewotolok dinaikkan PVMBG menjadi level III atau Siaga sejak tanggal 29 November 2020 pukul 13.00 karena tercatat adanya lontaran material padat berukuran besar.[8] Pada Juli 2022 Gunung Lewotolo kembali meletus dan warga dihimbau tak beraktivitas di Radius hingga 4 km.

Pendakian

Gunung Lewotolo merupakan salah satu gunung yang banyak diminati oleh para pendaki. Pendakian dimulai dari Desa Atowatung atau Baupukang di Kecamatan Ile Api yang berada di sisi utara Gunung Lewotolo. Jalur pendakian berupa jalan setapak yang tertutup ilalang. Kemiringan lahan jalur pendakian antara 30-40 derajat. Waktu yang ditempuh untuk mendaki sampai puncak umumnya adalah 5 jam.


Tiggi Kolom 500 Meter

Sebelumnya, petugas Pos Pengamatan (Posmat) Gunung Ili Lewotolok di Kabupaten Lembata, Nusa Tenggara Timur, Fajaruddin M. Balido melaporkan Gunung Ili Lewotolok Kembali erupsi, Kamis 6 Maret 2025 sekitar pukul 09.10 Wita.

"Terjadi erupsi Gunung Ili Lewotolok pada hari Kamis, 06 Maret 2025, pukul 09:10 Wita dengan tinggi kolom abu teramati ± 500 meter di atas puncak (± 1923 m di atas permukaan laut),"ujar Fajaruddin dikutip dalam laman resmi magma.esdm.go.id.

Ia menyebutkan kolom abu teramati berwarna putih hingga kelabu dengan intensitas tebal ke arah barat. 

Erupsi ini terekam di seismograf dengan amplitudo maksimum 31.3 mm dan durasi 120 detik.

Rekomendasi

Pada tingkat aktivitas Level II (Waspada) direkomendasikan:

(1) Masyarakat di sekitar G. Ili Lewotolok maupun pengunjung/pendaki/wisatawan agar tidak memasuki dan tidak melakukan aktivitas di dalam wilayah radius 2 km dari pusat aktivitas G. Ili Lewotolok, dan masyarakat Desa Lamatokan, dan Desa Jontona agar selalu mewaspadai potensi ancaman bahaya dari guguran/longsoran lava dari bagian timur puncak/ kawah G. Ili Lewotolok.

(2) Masyarakat di sekitar G. Ili Lewotolok maupun pengunjung/pendaki/wisatawan serta masyarakat Desa Jontona dan Desa Todanara agar tidak memasuki dan tidak melakukan aktivitas di dalam wilayah sektoral selatan dan tenggara sejauh 2,5 km pusat aktivitas G. Ili Lewotolok, dan mewaspadai potensi ancaman bahaya dari guguran/longsoran lava dari bagian, selatan dan tenggara puncak/ kawah G. Ili Lewotolok.

(3) Masyarakat di sekitar G. Ili Lewotolok maupun pengunjung/pendaki/wisatawan serta masyarakat Desa Amakaka agar tidak memasuki dan tidak melakukan aktivitas di dalam wilayah sektoral barat sejauh 2,5 km pusat aktivitas G. Ili Lewotolok, serta mewaspadai potensi ancaman bahaya dari guguran/longsoran lava dari bagian barat puncak/ kawah G. Ili Lewotolok.

(4) Untuk menghindari gangguan pernapasan (ISPA) maupun gangguan kesehatan Iainnya yang disebabkan oleh abu vulkanik maka masyarakat yang berada di sekitar G. Ili Lewotolok dapat menggunakan masker pelindung mulut dan hidung serta perlengkapan lain untuk melindungi mata dan kulit.
(5) Masyarakat yang bermukim di sekitar lembah/aliran sungai-sungai yang berhulu di puncak G. Ili Lewotolok agar selalu mewaspadai potensi ancaman bahaya lahar yang dapat terjadi terutama di saat musim hujan.


Letusan 136 Kali


Gunung Ile Lewotolok yang terletak di Kabupaten Lembata, Nusa Tenggara Timur (NTT), mengalami letusan sebanyak 136 kali pada Rabu (5/3/2025) dari pukul 00.00 Wita hingga 24.00 Wita.

Pos Pengamat Gunung Ile Lewotolok melaporkan bahwa letusan tersebut disertai dengan suara gemuruh dan dentuman.

Menurut Stanislaus Ara Kian, petugas pengamat Gunung Ile Lewotolok, "Teramati 136 kali letusan, disertai gemuruh dan dentuman lemah hingga sedang," ungkapnya dalam keterangannya pada Kamis (6/3/2025) pagi.

Ia menjelaskan bahwa berdasarkan data seismogram, letusan tersebut memiliki amplitudo antara 14.4 hingga 37.4 mm dengan durasi 30 hingga 412 detik.

Ketinggian kolom abu yang teramati mencapai lebih kurang 500 meter di atas puncak gunung, yang memiliki ketinggian sekitar 1.923 meter di atas permukaan laut.

Kolom abu berwarna putih hingga kelabu dengan intensitas sedang hingga tebal, cenderung mengarah ke barat laut.

Stanislaus juga melaporkan bahwa pada hari yang sama terjadi 90 kali gempa embusan, empat kali tremor non harmonik, 12 kali gempa tremor harmonik, satu kali gempa vulkanik dalam, dan tiga kali gempa tektonik jauh.

Secara visual, kondisi gunung terlihat jelas dengan kabut 0-I.

Asap kawah bertekanan lemah teramati berwarna putih dan kelabu dengan intensitas tipis hingga sedang, mencapai ketinggian 20 hingga 400 meter di atas puncak kawah.

Ia mengimbau masyarakat sekitar untuk menggunakan masker atau alat pelindung guna menghindari bahaya yang disebabkan oleh abu vulkanik.

Hingga saat ini, status Gunung Ile Lewotolok ditetapkan pada level II waspada.

Stefanus (35), seorang warga Lembata, mengungkapkan bahwa erupsi yang disertai gemuruh telah berlangsung hampir dua pekan terakhir.

"Erupsi setiap hari. Begitu juga dengan gemuruh hampir setiap hari. Tetapi warga sudah terbiasa dan tetap waspada," kata Stefanus. (kgg)

Berita TRIBUNFLORES.COM Lainnya di Google News

Berita Terkait

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved