Paus Fransiskus Meninggal Dunia

Ikut Konklaf di Vatikan, Kardinal Ignatius Suharyo akan Memilih dan Dipilih Jadi Pengganti Paus

"Konklaf biasanya diadakan 15 sampai 20 hari setelah wafatnya, nah itu seluruh Kardinal yang berhak

Editor: Nofri Fuka
TRIBUNFLORES.COM/HO-YOUTUBE KEUSKUPAN AGUNG JAKARTA
FOTO - Uskup Keuskupan Agung Jakarta, Kardinal Ignatius Suharyo. 

TRIBUNFLORES.COM, JAKARTA - Ketua Konferensi Waligereja Indonesia (KWI), Mgr. Antonius Subianto Bunjamin mengatakan bahwa Uskup Agung Jakarta, Ignatius Suharyo Hardjoatmoko akan mengikuti proses konklaf untuk menentukan pengganti Paus Fransiskus yang wafat.

"Konklaf biasanya diadakan 15 sampai 20 hari setelah wafatnya, nah itu seluruh Kardinal yang berhak akan diundang," kata Antonius kepada wartawan di kantor KWI, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (21/4/2025).

Dijelaskan Antonius, tak semua Kardinal berhak untuk memilih dan dipilih sebagai calon pengganti Paus dalam proses konklaf.

Salah satunya yang berhak mengikuti proses konklaf itu yakni Ignatius Suharyo selaku kardinal yang mewakili Indonesia.

 

Baca juga: Uskup Larantuka Kenang Paus Fransiskus

 

 

"Di seluruh dunia ini ada 200 kardinal tetapi hanya ada 120 kardinal yang berhak memilih dan dipilih, yaktu Kardinal yang berusia 80 tahun ke bawah.

Kardinal Ignatius Suharyo itu berusia tahun ini 74 tahun akan 75, jadi beliau salah satu yang berhak untuk memilih dan dipilih sebagai pengganti Paus Fransiskus," ujarnya.

Antonius mengatakan, dirinya akan mendampingi Kardinal Suharyo bertolak ke Vatikan untuk mengikuti misa sebelum pemakaman Paus Fransiskus.

"Saya sampai sekarang merencanakan akan berangkat bersama dengan bapak Kardinal hanya belum konfirmasi," kata dia.

Melansir Tribunnews, konklaf adalah proses pemilihan Paus baru oleh para kardinal gereja Katolik Roma.

Istilah Konklaf berasal dari bahasa latin 'Cum Clave' yang artinya kunci.

Umumnya proses ini dapat memakan waktu antara dua hingga tiga minggu.

Hal ini dipengaruhi oleh beberapa tahapan yang harus dilalui, mulai dari masa berkabung hingga pelaksanaan Konklaf yang menentukan pemimpin Gereja Katolik selanjutnya.

Pemilihan Paus juga tidak dilakukan dengan memunculkan kandidat, yang kemudian baru dipilih melalui pemungutan suara.

Tapi, setiap kardinal akan memberikan suara dengan mencantumkan kandidat pilihan masing-masing.

Paus terpilih adalah bila dua pertiga kardinal yang berhak memberikan suara, memilih satu kandidat yang sama.

Karena tidak adanya kandidat kuat dan sulitnya mendapatkan satu kandidat dengan dukungan dua pertiga kardinal pemilih, pemungutan suara dijadwalkan berlangsung empat kali dalam sehari.

Yakni dua kali pemungutan suara pada pagi hari dan dua kali pemungutan suara pada petang hari.

Prosesi pemungutan suara akan terus berlanjut sampai didapat angka minimal dua pertiga suara dari 115 kardinal pemilih yang mendukung satu kandidat, atau berarti kandidat terpilih butuh sekurangnya 77 suara pendukung. 

Bila pemungutan suara belum mendapatkan kandidat terpilih, dari dalam Kapel Sistina akan keluar asap berwarna hitam dari pembakaran kertas suara para kardinal.

Sebaliknya, bila pemungutan suara telah mendapatkan kandidat terpilih, asap putih akan menyiarkan kabar gembira tersebut.

Tak ada cara komunikasi selain asap itu, yang diizinkan selama proses pemilihan Paus baru.

Tahta Suci Kosong

Apostolica Sedes Vacans “Takhta Apostolik yang Kosong” dimulai pada pukul 07:35 waktu Roma pada Senin, 21 April 2025 karena wafatnya Paus Fransiskus.

Beberapa jam setelah wafatnya Paus Fransiskus, laman website vatican.va  telah berganti nama menjadi Apostolica Sedes Vacans. Perubahan ini mencerminkan praktik tradisional Gereja Katolik selama periode Sede Vacante, ketika takhta Santo Petrus tetap kosong tanpa seorang paus hingga seorang penggantinya terpilih.

Tata kelola Gereja Katolik selama periode ini dipercayakan kepada Kolese Para Kardinal, dengan Kardinal Camerlengo yang menangani fungsi-fungsi biasa, termasuk mengawasi komunikasi resmi. 

Dilansir dari Wikipedia, setelah Paus Fransiskus meninggal dunia, Tahkta Suci memasuki masa sede vacante. Dalam kasus ini gereja partikularnya adalah Keuskupan Roma dan "takhta" yang kosong berada di Basilika Santo Yohanes Lateran. Selama masa ini, Takhta Suci diurus oleh seorang wali dari Dewan Kardinal.

Menurut Universi Dominici Gregis, pemerintahan Takhta Suci sede vacante  jatuh ke tangan Dewan Kardinal, tetapi dalam kapasitas yang sangat terbatas. Pada saat yang sama, semua pejabat kepala Kuria Romawi mengundurkan diri dari jabatan mereka. 

Pengecualian adalah bagi Camerlengo yang bertanggung jawab mengurus kekayaan Takhta Suci, dan Kepala Lembaga Persidangan Apostolik yang terus menjalankan tugas sehari-harinya. Apabila salah satu harus melakukan sesuatu yang biasanya membutuhkan persetujuan dari Sri Paus, ia harus menyampaikannya kepada Dewan Kardinal. 

Duta-duta Kepausan tetap melakukan peran diplomatiknya di luar negeri, dan Vikaris Jendral Roma tetap melaksanakan peran pastoralnya di Keuskupan Roma selama masa ini. Kantor pos Negara Kota Vatikan menyiapkan dan menerbitkan perangko khusus untuk digunakan selama masa khusus ini, yang dikenal dengan nama perangko sede vacante.

Lambang Takhta Suci juga berubah selama masa ini. Apabila dulunya adalah tiara kepausan di atas kunci-kunci, maka pada masa ini tiara tersebut digantikan dengan umbraculum atau payung dalam Bahasa Italia. Benda ini mengisyaratkan tidak adanya seorang Paus dan juga keberadaan pemerintahan Camerlengo atas kekuasaan keduniawian Takhta Suci. 

Lebih jauh lagi, Camerlengo menghiasi lambangnya dengan simbol ini delama masa ini, yang akan ia hilangkan begitu paus baru terpilih. Lambang Camerlengo ini hadir di koin-koin peringatan mata uang Euro yang dicetak selama masa ini, yang merupakan mata uang legal di semua negara anggota Eurozone.

Interregnum atau masa jeda kekuasaan pemerintahan ini biasanya menyoroti misa pemakaman dari paus yang wafat, pertemuan-pertemuan Dewan Kardinal untuk menentukan syarat dan prosedur pemilihan paus yang baru, dan akhirnya berpuncak pada konklaf untuk memilih seorang penerus paus. 

Setelah seorang paus baru terpilih (dan Uskup Roma baru ditahbiskan bila perlu) sedes tidak lagi kosong, sehingga masa ini secara resmi berakhir. Setelah itu terjadilah Pengangkatan Sri Paus atau Penobatan Sri Paus, tergantung pada bentuk inagurasi dan pentahbisan yang dipilih oleh paus yang baru, dan pengambil-alihan kepemilikan cathedra Basilika Santo Yohanes Lateran.

Para kardinal yang hadir di Roma diharuskan untuk menunggu sedikitnya lima belas hari setelah dimulainya masa kekosongan bagi anggota Dewan Kardinal lainnya sebelum mereka bisa mengadakan konklaf untuk memilih paus yang baru. Namun, setelah dua puluh hari berlalu, meraka harus mengadakan konklaf bahkan bila masih ada kardinal yang belum hadir. 

Secara historis, periode sede vacante sering kali cukup berkepanjangan, berlangsung selama berbulan-bulan karena konklaf menemui jalan buntu yang berkepanjangan. Selama bertahun-tahun hingga tahun 1922 tenggang waktu dari saat wafatnya Sri Paus hingga saat dimulainya konklaf menjadi lebih singkat, tetapi setelah William Henry Cardinal O'Connell datang terlambat untuk dua konklaf berturut-turut, Paus Pius XI memperpanjang batas waktu. Saat konklaf berikutnya pada tahun 1939, para kardinal mulai melakukan perjalanan lewat udara.

Meskipun konklaf dan pemilihan paus umumnya selesai dalam waktu singkat, ada beberapa periode ketika takhta kepausan kosong selama berbulan-bulan hingga bertahun-tahun.

Sebagian Artikel ini telah tayang di TribunJakarta.com dengan judul KWI: Kardinal Suharyo Akan Ikut Konklaf untuk Memilih dan Dipilih Sebagai Calon Pengganti Paus, https://jakarta.tribunnews.com/2025/04/21/kwi-kardinal-suharyo-akan-ikut-konklaf-untuk-memilih-dan-dipilih-sebagai-calon-pengganti-paus?page=2.
Penulis: Elga Hikari Putra | Editor: Wahyu Septiana)

Berita TRIBUNFLORES.COM Lainnya di Google News

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved