Kapolres Ngada Cabuli Anak

Kasus Pelecehan Seksual Eks Kapolres Ngada Mandek, APPA NTT Sampaikan Tuntutan di DPR RI

APPA NTT menggelar RDPU dengan Komisi III dan XIII DPR-RI. Undangan ini dilakukan atas pengaduan yang telah dilakukan oleh APA NTT dan Forum Perempua

Editor: Ricko Wawo
TRIBUNFLORES.COM/DOKUMENTASI APPA NTT
GELAR-Aliansi Perlindungan Perempuan dan Anak (APPA) NTT menggelar RDPU dengan Komisi III dan XIII DPR-RI, Selasa, 20 Mei 2025. 

TRIBUNFLORES, JAKARTA-Aliansi Perlindungan Perempuan dan Anak (APPA) NTT menggelar RDPU dengan Komisi III dan XIII DPR-RI, Selasa, 20 Mei 2025.

Undangan ini dilakukan atas pengaduan yang telah dilakukan oleh APPA NTT dan Forum Perempuan Diaspora NTT, terkait dengan dugaan kasus kekerasan seksual yang diduga dilakukan oleh eks Kapolres Ngada yang mandek dalam proses hukumnya. 

Masih dalam suasana hari kebangkitan nasional, APPA NTT dan Forum Perempuan Diaspora NTT mendatangi DPR RI untuk memberikan keterangan dan update informasi terbaru mengenai perkembangan penangangan kasus kekerasan seksual yang diduga dilakukan oleh eks Kapolres Ngada. 

Kementrian dan beberapa Lembaga negara juga hadir dalam RDP tersebut,  di antaranya ada Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Anak, Komisi Perlindungan Anak Indonesia, Ombusman Republik Indonesia, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban, Komisi Disabilitas Nasional dan beberapa organisasi sipil lainnya yaitu OUR Rescue dan  JarNas Anti TPPO. 

Dalam RDP tersebut, Asti Lakalena yang didampingi oleh pendamping hukum korban menyampaikan ke DPR RI, mengenai perkembangan penanganan kasus yang mengalami kemandekan, karena sampai saat ini belum ada perkembangan lanjutan berkas perkara.  

Baca juga: Wakil Bupati Manggarai Barat Lepas 78 Jemaah Haji, Ingatkan Jaga Stamina

 

 

Asti menyampaikan bahwa berkas perkara masih bolak balik antara Penyidik Polda NTT dan Kejaksaan Tinggi NTT. Korban, Keluarga korban dan masyarakat NTT sangat membutuhkan kepastian hukum agar keadilan bagi korban tercapai. 

Asti juga menambahkan bahwa kenapa kasus ini dikawal, karena data kasus kejahatan seksual di NTT meningkat dalam lima belas tahun terakhir. Ini disampaikan berdasarkan fakta atas data dari Kepala Kantor Wilayah Pemasyarakatan NTT, tujuh puluh lima persen narapidana di Lembaga Pemasyarakatan dan Rumah Tahanan merupakan pelaku kejahatan seksual. 

Dalam RDPU tersebut, Sere Aba, selaku Koordinator Forum Perempuan Diaspora NTT- Jakarta meminta komitmen dari DPR-RI untuk mengawal dan mengawas proses penegakan hukum kasus ini dan memastikan kepada Kejaksaan Agung dan LPSK untuk memberikan pemenuhan hak-hak korban khususnya hak atas pemulihan dan restitusi. 

Sere menambahkan untuk meminta kepada Mahkamah Agung yang merupakan mitra Komisi 3 DPR RI untuk merekomendasikan komposisi majelis hakim yang berperspektif terhadap korban dan sensitifitas gender.

Pendamping hukum korban Veronika Ata menyampaikan, kami sebagai pendamping hukum akan terus mengawal proses hukum ini sampai pada putusan yang adil bagi korban. Permintaan RDPU ini dilakukan oleh kami, karena kami melihat penanganan kasus ini sangat lamban dan tidak transparan. 

Tori Ata yang juga menjabat sebagai Ketua LPA NTT  menambahkan, kami meminta agar seluruh hak-hak korban dapat diberikan sesuai dengan Undang-Undang 31 Tahun 2014 tentang Perlindungan saksi dan korban, Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2012 tentang Perlindungan Anak dan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan seksual.   

Pada RDPU tersebut APPA NTT menyampaikan tiga tuntutan kepada DPR-RI:


1.    Komisi III DPR RI mengawasi dan mengawal proses hukum yang diduga dilakukan oleh AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja (eks Kapolres Ngada), meminta agar proses hukum  dilakukan secara transparan, akuntabel, dan tidak tunduk pada kekuasaan struktural pelaku,  menjerat dan menghukum pelaku seberat-beratnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dengan pidana penjara maksimal dan hukuman kebiri kimia serta, melindungi korban, keluarga korban dan saksi. 

2.    Meminta Komisi III DPR RI mendesak Kepolisian Republik Indonesia untuk memastikan Penyidik Kepolisian Daerah NTT menjerat pelaku dengan UU RI Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual, UU RI Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, UU RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, UU RI Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Menjadi Undang-Undang, UU RI Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, UU RI Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi

3.    Memastikan proses hukum yang ramah pada korban dan anak

 

Berita TRIBUNFLORES.COM Lainnya di Google News

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved