Berita NTT
PERDHAKI Dorong Eliminasi Malaria di NTT, Intervensi Program di Pulau Sumba
Kasus malaria masih menjadi ancaman kesehatan serius di Nusa Tenggara Timur (NTT). Meski terjadi penurunan signifikan
Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Yuan Lulan
POS-KUPANG.COM, KUPANG – Kasus malaria masih menjadi ancaman kesehatan serius di Nusa Tenggara Timur (NTT).
Meski terjadi penurunan signifikan dalam beberapa tahun terakhir, sejumlah wilayah di NTT masih menghadapi tantangan besar untuk mencapai eliminasi malaria sesuai target nasional tahun 2030.
Berdasarkan World Malaria Report 2022, Indonesia menempati posisi tertinggi di Asia Tenggara dengan menyumbang 55 persen kasus malaria, disusul India 29 persen, dan Myanmar 14 persen.
Dari total 443.530 kasus malaria di Indonesia pada tahun 2022, NTT menempati urutan kedua terbanyak dengan 15.812 kasus. Angka ini menegaskan betapa seriusnya tantangan malaria di provinsi kepulauan tersebut.
Namun, sejak 2015, Persatuan Karya Dharma Kesehatan Indonesia (PERDHAKI) hadir sebagai mitra pemerintah dalam mengimplementasikan program malaria di NTT.
Manager Program SR PWKA PERDHAKI, Terotji File-Sombu, mengatakan bahwa pihaknya melihat perubahan besar di banyak kabupaten/kota.
Baca juga: PERDHAKI NTT Ungkap Tantangan Eliminasi Malaria di Sumba, Perlu Dukungan Pemerintah
“Sejak program malaria PERDHAKI dijalankan tahun 2015–2021, hampir semua kabupaten di Flores, seluruh daratan Timor, Kota Kupang, dan Kabupaten Kupang pernah menjadi wilayah intervensi. Saat itu, masih ditemukan kasus lokal. Namun, berkat kolaborasi dengan Dinas Kesehatan provinsi maupun kabupaten serta dukungan berbagai pihak, situasinya mulai berubah,” ungkap Terotji, saat diwawancarai POS-KUPANG.COM.
Pada tahun 2022, sejumlah daerah bahkan berhasil mencapai status eliminasi malaria, termasuk Kota Kupang dan beberapa kabupaten di daratan Flores maupun Timor. Status eliminasi ini berarti tidak lagi ditemukan kasus malaria penularan lokal di wilayah tersebut.
Seiring dengan capaian itu, fokus intervensi PERDHAKI dialihkan ke wilayah Pulau Sumba. Empat kabupaten di pulau tersebut masih memiliki angka kasus yang tinggi. Hingga tahun 2025, status epidemiologi malaria di Pulau Sumba mencatat:
Kabupaten Sumba Barat Daya berada pada zona merah (endemisitas tinggi), Kabupaten Sumba Tengah zona hijau (endemisitas rendah), sedangkan Kabupaten Sumba Barat dan Sumba Timur berstatus kuning (endemisitas sedang).
“Di tiga kabupaten, yaitu Sumba Tengah, Sumba Barat, dan sebagian Sumba Timur, tren kasus sudah menurun. Tapi di Sumba Barat Daya, situasi masih endemis tinggi, sehingga intervensi harus lebih intensif,” jelas Terotji.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.