Berita NTT

Ahli Geologi Sebut Longsor di Takari Kupang Karena Faktor Internal, Minim Mitigasi

Editor: Gordy Donovan
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

LONGSOR - Dua alat berat sedang melakukan pengerukan tanah longsor di Kecamatan Takari Kabupaten Kupang, Februari 2023. Ahli Geologi menyebut longsor di Kecamatan Takari Kabupaten Kupang disebabkan faktor internal hingga minimnya mitigasi.

TRIBUNFLORES.COM, KUPANG - Ahli Geologi menyebut longsor di Kecamatan Takari Kabupaten Kupang disebabkan faktor internal hingga minimnya mitigasi.

Ketua Ikatan Ahli Geologi Indonesia Pengurus Daerah Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) Herry Kotta, Rabu 22 Februari 2023 mengatakan, longsoran itu bersumber dari jenis batuan gamping lempung atau napal yang rawan.

Ada juga sejumlah tempat lain di Kabupaten Kupang, yang perlu upaya pencegahan. Sejauh amatan dia, upaya itu belum dilakukan.

Mitigasi yang dimaksud Herry berkaitan dengan struktural dan non struktural.

Baca juga: Longsor di Takari, KMP Pulau Sabu Angkut Penumpang dan Barang dari Kupang-Teluk Gurita

 

Sementara, faktor internal, menurut dia berupa kondisi lereng, geologi, tutupan lahan maupun kondisi lereng. Ia menegaskan daerah seperti itu memang punya jenis batuan napal atau gamping lempungan.

Akademisi Undana Kupang ini menerangkan, batuan ini bersifat sulit melepaskan air tetapi akan sangat mudah menyerap. Dengan begitu ketika musim hujan tiba, air hujan terserap dan tertampung ke dalam napal.

Karena memiliki data tampung yang cukup dan sulit melepa, batuan jenis ini akan mudah longsor apabila beban atau daya tampung telah melewati batas.

"Kalau hujan perlahan-lahan tapi lama, bisa lebih berbahaya. Air yang masuk mengisi ruang antar pori karena ada gamping tadi," kata dia.

Lalu untuk lempung, kata dia, memiliki karakteristik yang bisa mengembang jika air penuh, yang ikut memicu perekatan antar butir lempung menjadi lebih lemah.

Di samping itu, bila kondisi ini diikuti juga dengan lereng yang miring dan curam seperti di Takari, maka sudah dipastikan material akan bergerak ke arah bawah atau lebih rendah. Laju longsor baru terhenti ketika ada tempat landai ataupun ada penghalang.

Baca juga: Sempat Dibuka, Jalur Longsor Takari Kupang Ditutup Sementara, Ini Penjelasan Thomas Setiabudi Aden

Herry bercerita peristiwa longsor di Takari memang terjadi pada wilayah lain di NTT, terkhusus Kabupaten Kupang, apalagi sewaktu badai Seroja kali lalu. Dia mengemukakan bahwa banyak tempat yang terjadi gerak tanah. Namun, kondisi itu menurut dia tidak sama besar seperti di Takari.

Kawasan longsoran di Takari, ujar Herry, memang sangat rentan. Bila ada faktor dorongan seperti hujan, maka kejadian itu tidak bisa terhindarkan.

Selain itu, faktor lain sebelum adanya longsor adalah adanya embung alam yang berada di atas lereng. Dari daerah Takari, kata Herry, hingga ke Batu Putih dan selanjutnya, memang dibentuk dari napal dengan sedikit kandungan pasir.

Untuk melakukan pencegahan, Herry menyarankan menggunakan pola drainase tepat di lereng. Dengan ini bisa menghalau hujan masuk dan terkumpul pada satu titik.

Sistem ini dimaksudkan mencegah air tidak meresap ke lereng dengan menempatkan pipa sebagai pengatur drainase.

"Kita lihat bahwa setelah Batu Putih ada dua tikungan di ujung jembatan kecil itu, juga sudah dibuatkan mitigasi struktural. Itu sebenarnya untuk mengatur sistem drainasenya," kata dia lagi.

Saran lain yakni melakukan penanaman dengan jenis tanaman dan pola tertentu. Selain itu bisa juga membuat terasering agar menjadikan tempat itu bisa lebih rata atau minimal landai.

Hal itu, baginya agar lokasinya tidak curam sehingga ketika terisi air dengan volume banyak kerawanan longsor bisa diminimalisir. Herry menyebut apa yang dia sarankan merupakan mitigasi struktural yang sejauh ini belum dibuat optimal pada titik rawan longsor.

Ia mengakui juga bahwa memang sudah ada beberapa tempat setelah Takari telah dibuat mitigasi struktural. Seperti di daerah tanjung dekat area longsoran, Herry menyebut ada batuan beku yang kuat dan keras sehingga bisa menahan longsor.

Adapun upaya non struktural, sebut dia, dengan melakukan identifikasi lereng yang rentan gerak. Setelah analisis lapangan, kemudian dibuatkan peta dan disampaikan ke masyarakat maupun pengguna jalan di kawasan tersebut.

Paling tidak ada peringatan dan pencegahan sebelum bencana. Sehingga kesan bahwa pengurangan risiko bisa terlaksana. Seringkali orang datang ketika bencana atau kejadian utu sudah terjadi.

Sisi lain, warga juga perlu memahami situasi bilamana hujan deras lebih dari dua jam ataupun hujan ringan dan sedang yang berlangsung dengan durasi lama. Sebaiknya ada evakuasi mandiri oleh masyarakat dari daerah rawan bencana.

Baca juga: Longsor Tutup Jalan Trans Nasional Timor di Takari, Transportasi Lumpuh Total

Dia menegaskan kembali tentang peta sebaran rawan longsor agar diinformasikan ke masyarakat, di samping menjadi acuan bagi pemerintah atau pihak terkait dalam upaya pencegahan.

Ia juga menilai jalan alternatif yang kini sedang disiapkan bukan merupakan jalan yang akan digunakan dalam waktu lama. Karena, kebijakan itu semata untuk memperlancar arus lalu lintas.

Herry tidak ingin hanya akan memindahkan masalah. Maka, perlu perhatian secara mendetail tentang jalur alternatif tersebut. (Pos Kupang.Com).

Berita TRIBUNFLORES.COM Lainnya di Google News