Laporan Reporter TRIBUNFLORES.COM, Kristin Adal
TRIBUNFLORES.COM- Keindahan bentangan alam Pulau Flores tak diragukan dan selalu diburu wisatawan. Selain panoram alam yang dijadikan tujuan dan destinasi wisata unggulan, Pulau Flores juga kaya akan budaya.
Kehidupan yang tidak terlepas dari budaya yaitu rumah adat sebagai wujud atau cerminan sifat budaya dalam masyarakat di Flores.
Kampung adat di Flores dengan eksotisme bangunan rumah adat dan sejarahnya memperkaya khasana wisata Indonesia. Kampung adat-adat ini bisa menjadi tujuan destinasi anda saat berlibur ke Labuan Bajo dan Pulau Flores umumnya.
Berikut rekomendasi 6 kampung adat di Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur yang bisa anda eksplor saat berlibur. Ada Kampung adat Wae Rebo hingga Kampung Bena.
Baca juga: Wisata Flores, Eksplor Keindahan Pantai Pasir Putih Watotena di Pulau Adonara
1. Kampung Adat Wae Rebo
Desa tradisional Wae Rebo di distrik Manggarai di pulau Flores, Nusa Tenggara Timur, telah menerima Top Award of Excellence dari UNESCO dalam Penghargaan Warisan Asia Pasifik UNESCO 2012, yang diumumkan di Bangkok pada 27 Agustus 2012.
Terletak di ketinggian 1100 meter di atas permukaan air laut. Orang-orang kerap menyebut kampung di atas awan. Memiliki rumah adat yang unik disebut Mbaru Niang yang mengandung filosfi kehidupan masyarakat Manggarai.
Rumah adat ini tinggi dan berbentuk kerucut.Yang pertama ada yang paling umum di kenali wisatawan adalah Waerebo di Kabupaten Manggarai. Berada di atas ketinggian, kampung ini sering tertutup kabut dan udaranya sangat dingin.
Terdapat 7 rumah utama atau Mbaru Niang di Wae Rebo yang melingkari batu yang tersusun rapi di tengan kampung dan dalam bahasa Manggarai disebut sebagai compang. Compang atau altar ini sebagai pusat aktivitas masyarakat untuk meletakan sesajian atau persembahan kepada leluhur.
Baca juga: Wisata Flores, Mengenal Potensi Wisata Nagekeo dari Pantai, Air Terjun, Kampung Adat hingga Gunung
2. Kampung Adat Todo
Situs Kampung Adat Todo merupakan sebuah situs perkampungan yang terdiri dari beberapa rumah adat khas Manggarai. Kampung Adat Todo berlokasi di Desa Todo, Kecamatan Satar Mese Barat, Kabupaten Manggarai, Provinsi Nusa Tenggara Timur.
Untuk mencapai Kampung Adat Todo sangat mudah dijangkau dari Kecamatan Ruteng berjarak lebih kurang sekitar 46 km.
Situs Kampung Adat Todo memiliki luas 419 m2 dengan titik koordinat 51 L; 210876,83 E; 9033958,04 S, 791,8 mdpl dengan orientasi arah hadap utara dengan batas-batas situs. Desa Galung, jalan, pemukiman, dan makam.
Dilansir dari laman kemendikbud.go.id, Kampung Todo termasuk salah satu kampung adat tertua di Manggarai, berada di kaki gunung anak ranaka.
Tempat ini diyakini sebagai pusat pemerintahan kerajaan Manggarai pada masa lalu dan sebagai tempat berasalnya raja Manggarai pertama. Akses jalan memasuki kampung ini berupa susunan batu yang tertata rapi mengelilingi halaman kampung.
Baca juga: Tempat Wisata Air Terjun Tiwu Mage Sikka, Nikmati Alam Super Natural
Jalan tersebut juga merupakan akses untuk menuju ke Niang Mbowang (Bangunan Induk). Sebelum memasuki halaman kampung terdapat lima buah meriam yang berjejer pada bagian depannya, diperkirakan meriam tersebut merupakan meriam Belanda.
Selanjutnya, memasuki halaman kampung yang terletak di central terdapat compang (tempat persembahan) berbentuk persegi empat yang terletak dalam satu garis lurus dengan akses jalan untuk memasuki kampung todo. Pada bagian atas compang tersebut terdapat delapan buah makam yang merupakan tokoh-tokoh adat terdahulu (keturunan langsung dari raja) di kampung todo dan sebuah menhir (batu tegak) dengan motif kedok muka, serta tujuh buah menhir yang terletak di halaman kampung.
Sementara, pada sisi utara compang terdapat sebuah makam yang merupakan makam dari Dalu Todo (jabatan setingkat dibawah raja) dengan nisan yang berbentuk salib dan menhir. Ciri khas kampung Todo adalah Niang Todo yakni sebuah rumah adat yang menyerupai rumah panggung dengan bentuk bundar, serta beratap ijuk berbentuk kerucut yang diketahui merupakan istana raja Todo terdahulu.
Rumah adat ini hampir sama seperti rumah adat Manggarai pada umumnya, beratapkan ijuk yang berbentuk kerucut dengan rangka kayu dan bambu, jika kerucut dibuka maka kerangkanya akan menggambarkan sebuah jaring laba-laba.
Rumah adat todo ini diketahui merupakan rumah adat tertua di Kabupaten Manggarai. Selain bangunan rumah adat induk tersebut juga terdapat empat buah bangunan rumah adat lainnya yang menyerupai bangunan induk, hanya saja dengan ukuran yang lebih kecil.
Keempat bangunan tersebut merupakan bangunan rumah adat yang baru dibangun untuk melengkapi keberadaan bangunan Induk. Dua buah rumah adat terletak di sisi timur bangunan induk yakni Niang Rato dan Niang Lodok serta dua buah rumah adat di sisi barat bangunan induk yakni Niang Wa/Keka dan Niang Teruk. Sementara pada sisi depan bangunan induk yang lurus dengan compang terdapat bangunan Waruga atau tempat untuk musyawarah (Giri Prayoga dkk, 2019: 15-17).
Baca juga: Wisata Flores, Menikmati Air Terjun Cunca Por di Satarmese Barat Manggarai Flores
Masyarakat kampung Todo sebagian besar bermata pencarian sebagai petani/berladang dan sebagai abdi negara di pemerintahan baik di daerah maupun pusat. Pertanian yang paling dominan di Kampung Adat Todo yaitu kopi khas manggarai, penili, cengkeh dan lain-lain.
3. Kampung Adat Wologai
Kampung adat Wologai berada di Kecamatan Detusoko, Ende, Flores, Nusa Tenggara Timur. Kampung Wologai menyimpan tradisi yang tak kalah menarik dan usianya sudah lebih dari 800 tahun.
Melewati jalan-jalan berliku karena Kampung Wologai berada di lembah dan dikelilingi perbukitan. Kurang lebih 37 kilometer jarak dari Kota Ende menuju Kampung Adat Wologai.
Rumah adat di Kampung Wologai memiliki kekhasannya sendiri dalam arsitektur bangunan. Bentuk rumahnya kerucut dengan tata letak bangunan melingkar dan bertingkat-tingkat.
4. Kampung Adat Wolojita
Ada Kampung adat Wolojita yang berada di Kabupaten Ende. Masyarakat setempat memiliki tradisi unik. Menjadikan tetua adatnya (sudah meninggal) sebagai mumi. Selain itu, jenazah masyarakat setempat disimpan di atas pohon.
Hal ini dimaksudkan sebagai bentuk penghormatan. Mirip dengan yang ada di Trunyan atau Toraja. Pohon itu biasanya terletak di belakang perkampungan. Sebuah ritual yang dilakukan untuk melakukan penghormatan terhadap tetua yang sudah meninggal. Umumnya di lakukan setiap tahun.
5. Kampung Adat Bena
Kampung Bena merupakan salah satu perkampungan megalitik yang terletak di Desa Triwuriwu, Kecamatan Aimere, Kabupaten Ngada, Nusa Tenggara Timur. Kampung Bena yang terletak di puncak bukit merupakan ciri khas masyarakat lama pemuja gunung sebagai tempat para dewa (leluhur).
Kampung Bena diperkirakan telah ada sejak 1.200 tahun yang lalu. Kampung ini hanya memiliki satu pintu gerbang untuk masuk dan keluar.
Di tengah-tengah kampung terdapat bangunan yang disebut bhaga dan ngadhu, Ngadhu merupakan representasi nenek moyang laki-laki sedangkan Bhaga merupakan representasi nenek moyang perempuan.
Kampung adat terakhir ada Kampung Bena. Yang satu ini mungkin menjadi salah satu yang terkenal di Flores. Tempat ini sudah kerap di kunjungi para turis, baik lokal maupun mancanegara.
Lokasinya berada tengah Flores, tepatnya di Kabupaten Ngada. Ini adalah perkampungan megalitikum yang terletak di puncak bukit berlatar pemkalianngan Gunung Inerie.
Kampung ini memiliki 40 rumah dan semuanya berhadapan. Pintunya berada di sisi utara, sedangkan ujungnya berada di selatan. Penduduk asli Kampung ini termasuk dalam Suku Bajawa.
6. Kampung Adat Tololela
Desa Wisata Manubhara terletak di bawah kaki Gunung Inerie tepatnya berada di wilayah administrasi Desa Manubhara, Kecamatan Inerie-Kabupaten Ngada-Propinsi NTT.
Desa wisata ini memiliki atraksi wisata Budaya berupa Perkampungan tradisional Tololela yang sudah cukup terkenal dan banyak diminati oleh wisatawan mancanegara.
Konon Katanya Kampung Tololela dijaga oleh dua ekor Naga yang dalam bahasa daerah disebut SAWA. Hal ini dbuktikan dengan Ukiran Naga di 32 (Tiga Puluh Dua ) Rumah adat yang mendiami kampung adat Tololela.
Berkunjung ke Kampung adat Tololela harus melakukan trakking yg dipandu oleh pemandu lokal dengan jarak tempuh sekitar 1,5 jam dari Bena desa Tiworiwu sebagai starting poinnya menuju tololela dan dilanjutkan menuju kampung gurusina desa Watumanu dan berakhir di Pemandian Air panas alam Malanage.
Sepanjang jalur treking anda menikmati keindahan bentang alam kawasan Jerebuu, Lava dari sisa -sisa letusan Gunung Inerie.
Pengunjung juga dapat menginap di rumah tradisional Tololela yang tersedia di 31 rumah masyarakat dengan konstruksi bangunan rumah adat khas Ngada serta menikmati kuliner local yg disediakan oleh masyarakat desa secara bergilir sebagai salah satu dukungan peningkatan ekonomi keluarga di desa wisata.
Berita TribunFlores.Com lainnya di Google News