Dugaan Korupsi Aset di NTT

Kejati NTT Sita Tanah dan Bangunan di Manggarai Barat 

Editor: Hilarius Ninu
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

SITA - Penyidik Pidsus Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTT menyita tujuh obyek, terkait dengan dugaan korupsi pemanfaatan aset milik Pemprov NTT di Kabupaten Manggarai Barat. 

Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Irfan Hoi

POS-KUPANG.COM, KUPANG -Penyidik Pidsus Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTT menyita tujuh obyek, terkait dengan dugaan korupsi pemanfaatan aset milik Pemprov NTT di Kabupaten Manggarai Barat. 

Kasi Penkum Kejati NTT A.A Raka Putra Dharmana, Minggu 10 September 2023 mengatakan, penyitaan itu untuk tanah dan bangunan terkait dengan dugaan korupsi pada tanah seluas 
 31.670 m2 di Pantai Pede, Desa Gorontalo, Kecamatan Komodo, Kabupaten Manggarai Barat.


"Di atasnya dibangun Hotel Plago," imbuhnya. Penyitaan tersebut dipimpin langsung oleh Asisten Tindak Pidana Khusus, Ridwan Sujana Angsar, S.H., M.H. dengan melibatkan Pemerintah Daerah Propinsi Nusa Tenggara Timur yang diwakili oleh Kepala Badan Pendapatan dan Aset Daerah, Alexon Lumba, S.H., M.Hum.  

Ada juga  Kepala Biro Hukum Sekretariat Daerah Propinsi NTT, Odermaks Sombu, S.H., M.A., M.H. dan tim dari BPN
Kabupaten Manggarai Barat.

Baca juga: Kejati NTT Periksa 37 Saksi Terkait Dugaan Korupsi Aset Pemprov di Manggarai Barat

Penyitaan dilaksanakan berdasarkan Penetapan Ketua Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Kelas 1A Kupang Nomor: 77/Pen.Pid-Sus-TPK-SITA/2023/PN Kupang tanggal 28 Agustus 2023 dengan memasang plang penyitaan di 7 (tujuh) lokasi dalam kawasan Pantai Pede yang menjadi obyek perkara.

Proses penyitaan berlangsung, Sabtu 9 September 2023 dari pukul 09.00 – 14.00 Wita, dan dikawal pengamanannya oleh Kepolisian Resor Manggarai Barat dan Satuan Polisi Pamong Praja Manggarai Barat.

Saat ini penyidik Kejati NTT telah menahan setidaknya ada empat tersangka. Ke empat tersangka itu memiliki peran berbeda. Ada juga lebih dari 40 saksi telah dimintai keterangannya dalam kasus ini. 

Duduk Perkara

Kasus ini bermula pada tahun 2012 saat Kementerian Pariwisata, Seni dan Budaya menghibahkan dua bidang tanah milik Departemen Pariwisata, Seni dan Budaya Provinsi NTT kepada Gubernur NTT dengan Sertifikat Hak Pakai Nomor 3/Gorontalo/2012 seluas 17.286 m2 dan Nomor 4/Gorontalo/2012 seluas 14.384m2 di Kabupaten Manggarai Barat.

 

Baca juga: Diduga Nakes RSUD Soe Lalai Menjalankan Tugas, Pasien Meninggal Dunia

 

 

Selanjutnya, pada tanggal 23 Mei 2014, Pemprov NTT mengadakan PKS BGS tanpa melalui tender kepada PT Sarana Investama Manggabar Nomor: HK 530 tahun 2014, Nomor: 04/SIM/Dirut/V/14 tentang pembangunan hotel dan fasilitas pendukung lainnya di atas tanah milik Pemprov NTT seluas 31.670m2 di Kabupaten Manggarai Barat, dengan syarat-syarat pihak I memberikan tanah seluas 31.670 m⊃2; kepada pihak II, dan merekomendasikan pemberian HGB kepada pihak II.

Kemudian, jangka waktu kerja sama selama 25 tahun terhitung sejak tanggal beroperasi. Kontribusi diberikan oleh pihak II kepada pihak I sebesar Rp255.000.000 setiap tahun berjalan. Lalu, pihak II dapat menjaminkan HGB untuk suatu hutang pihak II pada salah satu bank/lembaga keuangan lainnya atas persetujuan dari pihak I.

Nilai kontribusi sebesar Rp255 juta, setiap tahun ditentukan oleh Imanuel Kara dan Thelma D.S. Bana yang seharusnya dilakukan oleh tim yang ditunjuk oleh gubernur dengan melibatkan tim penilai aset atau appraisal.

Setelah perjanjian ditandatangani, pada tahun 2016 ditindaklanjuti oleh para pihak, yaitu pihak I Pemprov NTT mengajukan permohonan hak pengelolaan (HPL) atas tanah tersebut ke BPN Manggarai Barat dan terbitlah Sertifikat Nomor 00002/Gorontalo tanggal 22 April 2016 atas nama Pemprov NTT, selanjutnya diserahkan kepada pihak II PT SIM untuk pengurusan HGB.

Setelah perjanjian ditandatangani, pada tahun 2016 ditindaklanjuti oleh para pihak, yaitu pihak I Pemprov NTT mengajukan permohonan hak pengelolaan (HPL) atas tanah tersebut ke BPN Manggarai Barat dan terbitlah Sertifikat Nomor 00002/Gorontalo tanggal 22 April 2016 atas nama Pemprov NTT, selanjutnya diserahkan kepada pihak II PT SIM untuk pengurusan HGB.

Pihak II PT SIM mengajukan IMB ke Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Kabupaten Manggarai Barat, dan terbitnya IMB Nomor: BPMPP.503.640/IMB/038/XII/2016 tanggal 5 Desember 2016 atas nama Heri Pranyoto, SE.AK., PT SIM untuk membangun sarana wisata terpadu atau taman rekreasi dan wisata publik.

Berdasarkan PKS Nomor HK530 tanggal 23 Mei 2014, Lydia Chrisanty Sunaryo dan Heri Pranyoto dibantu Jantje Tuwera yang merupakan mantan Kepala BPN NTT, mengusulkan penerbitan IMB atas nama PT SIM.

Kepala BPN Manggarai Barat saat itu I Gusti Made Anom Kaler atas risalah pemeriksaan yang dibuat oleh Budi Sidik Raharjo dan Caitano Soares, menerbitkan IMB selama 30 tahun, bukan 25 tahun sesuai masa berlaku BGS.

Setelah menerima IMB, pada Januari 2021, PT SIM membangun hotel, bukan dalam bentuk sarana wisata terpadu (taman rekreasi) dan wisata publik sesuai IMB yang diterima. Hal tersebut terjadi karena pengajuan IMB tidak dilampiri gambar rencana arsitek/gambar struktur dan perhitungan struktur untuk bangunan bertingkat yang lengkap dan sah.

Kemudian, pada tahun 2021 terdapat temuan tim auditor BPK bahwa nilai kontribusi kerja sama tersebut sangat rendah, sehingga disarankan untuk melakukan revisi terhadap perjanjian tersebut, namun tidak ada tanggapan dari PT SIM. Kemudian, Pemprov NTT melakukan pemutusan hubungan kerja, namun HGB dan IMB masih atas nama PT SIM. (fan)

Berita TRIBUNFLORES.COM Lainnya di Google News