Festival Tedo Tembu Wesa Wela

Tarian Wanda Pa'u, Simbol Persaudaraan Masyarakat Desa Pemo Ende dalam Festival Tedo Tembu Wesa Wela

Penulis: Cristin Adal
Editor: Gordy Donovan
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

TARIAN ADAT- Mosalaki Pu'u dan istrinya saat menari Wanda Pa'u di pelataran Seka Ria, Des Pemo dalam pesta adat Tedo Tembu Wesa Wela hari kedua, Rabu 25 Oktober 2023.

TRIBUNFLORES.COM, ENDE- Para Mosalaki (tua adat) Desa Pemo bersama istri menari bersama di pelataran rumah adat utama atau dalam bahasa Lio disebut Seka Ria.

Tabu gendang yang menderang, gong yang mengema mengiring gerak tari Wanda Pa'u yang merupakan simbol persahabatan dan persaudaran masyarakat Desa Pemo di Kecamatan Kelimutu, Kabupetan Ende, Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur.

Tari Wanda Pa'u menjadi pembuka acara hari kedua Festival Tedo Tembu Wesa Wela Rabu, 25 Oktober 2023 yang dimulai sejak Selasa 24 Oktober 2023. Hari kedua pesta adat menyambut musim tanam ini diisis dengan tarian yaitu tarian Wanda Pa'u dan Gawi.

Mosalaki Pu'u penjaga rumah adat utama bersama istrinya membuka pesta adat hari kedua. Mereka menari dengan selendang di tangan dan mengikuti ritme gendang dan gong.

Baca juga: Potret Toleransi di Pemo, Umat Katolik dan Muslim Bawa Beras & Ayam di Festival Tedo Tembu Wesa Wela

 

 

Di Seka Ria (pelataran rumah adat utama Desa Pemo) menari mengeliling sebuah pusaran batu panjang. Mosalaki Pu'u dan istrinya menuju rumah Mosalaki Ria Bewa mebawa selendang untuk menari di pelataran.

Dalam tarian adat ini, mosalaki pu'u mengunjungi satu persatu rumah mosalaki kemudian bergerak bersama di pelataran hingga semua mendapat bagian. Tarian Wanda Pu'u khas dengan selendang yang disematakan di tangan kiri dan kanan, kemudian digerakan mengikuti alunan gendang dan gong.

Tarian ini harus dimulai oleh para mosalaki, istri mosalaki, aji ana dan masyarakat umum. Anak-anak ajai ana atau cucu dari pada mosalaki menari di tempat yang berbeda tepatnya di dekat tenda rumah adat utama Desa Pemo.

Ramlan, Ketua Panitia Festival Tedo Tembu Wesa Wella Tana Pemo 2023 menjelasakan, tarian Wanda Pa'u menandakan rasa syukur setalah dilaksanankan ritual Joka Ju atau tolak bala pada hari pertama.

"Tarian ini mengajak orang atau dimaknai tari persahabatan. Mosalaki yang membuka tarian Wanda Pa'u, ketika semua mosalaki sudah menari Wanda Pa'u maka masyarakat umum atau tamu bisa mengikuti,"kata Ramlan.

Baca juga: Festival Tedo Tembu Wesa Wela Ajang Promosi Wisata Adat dan Budaya, Ada Air Terjun Ae Wau Pemo

Sementara itu Mosalaki Pu'u Desa Pemo, Stefanus Setu (75) juga menjelaskan, tarian Wanda Pa'u memberikan kebahagian dan mengikat persudaaraan masyarakat Desa Pemo.

"Ini tarian ajak kita semua untuk merayakan syukur kepada alam. Karena sifatnya mengajak orang, saat yang menari menggunakan selendangnya itu dan diberikan kepada orang lain dan itu harus diterima, tidaK boleh tolak,"ujar Stefanus.

Pria usai senja ini juga mengatakan bahwa pada hari kedua pesta adat ini akan diisi dengan tarian adat dan gawi. Ia berharap melalui tarian ini semangat persaudaran masyarakat adat Desa Pemo terus tumbuh dan selalu mensyukuri pemberian alam.

Persembahan beras merah dan ayam kampung, simbol persaudaraan dalam keberadaan keyakinan masyarakat Desa Pemo, Kecamatan Kelimutu, Kabupaten Ende saat merayakan pesta adat menyambut musim tanam.

Ibu-ibu di Desa Pemo mengantar bakul kecil (wati), yang diisi beras merah dan ayam kampung, persembahan ini dalam bahasa daerah setempat disebut Kula. Dari rumah mereka mengantarnya ke tempat ritual utama Festival Tedo Tembu Wesa Wela Tana Pemo, di samping rumah Mosalaki Pu'u Sa'o Ria Tenda Bewa Pusu Ate.

Mereka mengenakan sarung (lawo) dan baju hitam. Persembahan yang dibawakan tersebut diantar melalui pintu sebelah barat rumah adat utama. Di tangga, beberapa keluarga mosalaki (aji ana) bertugas menerima persembahan ayam.

Kaki ayam tersebut telah diikat dan digantung pada bambu yang terbentang di bagian luar lumbung rumah adat utama. Sementara bakul yang terisi beras dihantarkan langsung ibu-ibu kepada mosalaki.

Ibu-ibu terlihat duduk berbaris menunggu giliran persembahan beras mereka diberikan kepada mosalaki (tetua adat). Masing-masing membawa dua bakul kecil dan diberikan kepada para mosalaki
ine tana.

Beberapa ibu berkerudung hitam turut mengantarkan persembahan. Ini menandakan bahwa masyarakat Desa Pemo hidup dalam perbedaan kepercayaan yakni Katolik dan Muslim. Mereka terlihat sangat akrab dan kompak. Bagi mereka perbedaan keyakinan adalah hal yang lumrah tapi budaya yang sejak dulu diwariskan merupakan tanggungjawab bersama.

Lagi-lagi, budaya di Pemo menyatukan perbedaan. Tak ada sekat hubungan persaudaraan antar umat beragama.

Dari mosalaki ine tana, beras tersebut diberikan pada dua mosalaki pu'u untuk dipindahkan pada bakul besar (benga). Di dalamnya terdapat wadah tempurung kelapa. Beras merah dari bakul kecil dipindahkan dalam wadah tempurung untuk diukur.

"Beras yang mereka bawa itu harus diukur lagi dalam tempurung. Harus penuh, kalau tidak penuh mereka dapat denda adat. Kalau lebih berasnya itu baik. Selain itu juga saya lihat apakah berasnya bersih, tidak ada padi atau batu,"jelas Stefanus Setu, Mosalaki Pu'u Desa Pemo, Selasa, 24 Oktober 2023.

Tua adat Desa Pemo ini mengungkapkan bahwa beras merah dan ayam kampung tersebut akan dimasak untuk makan bersama mosalaki, aji ana dan masyarakat.

Sementara itu Gaspar Gasa (74), salah satu Mosalaki Pu'u Sa'o Ria Desa Pemo mengungkapkan makna di balik persembahan tersebut adalah bentuk persaudaraan dan persatuan masyarakat Desa Pemo.

"Persembahan beras merah dan ayam ini adalah gambaran persaudaraan kami masyarakat Desa Pemo. Kita di sini memiliki golongan kepercayaan yang berbeda, Islam dan Katolik tetapi saat ritual kita tetap satu," ujar Gaspar, pensiunan guru SD di Desa Pemo ini.

Ia juga menjelaskan bahwa, beras merah yang dibawa adalah hasil panen di ladang satu tahun sebelumnya. Pria berusia 74 tahun tak menampik bahwa persembahan beras merah tersebut bukan semuanya hasil panen dari tanah atau ladang di kawasan Desa Pemo.

Berita TribunFlores.Com lainnya di