Tempat Wisata di Bajawa

Remi dan Mery dari Kampung Bomari Mengais Rejeki di 'Negeri Atas Awan'

Penulis: Laus Markus Goti
Editor: Hilarius Ninu
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Remi dan Mery pasangan suami - istri pengusaha Kedai Kopi Biadap di Bukit Wolobobo, Kabupaten Ngada, Kamis 28 Desember 2023.

Laporan Reporter TRIBUNFLORES.COM, Oris Goti

TRIBUNFLORES.COM, BAJAWA - Yang pernah berkunjung ke Bukit Wolobobo di Kabupaten Ngada, Pulau Flores, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) mungkin masih ingat dengan sosok pria paruh baya berambut gimbal. Namanya, Remigius Dou atau akrab disapa Om Remi.

Kamis 28 Desember 2023, cuaca di Wolobobo, cukup bersahabat. Seperti biasa, Om Remi memekarkan senyum kepada pengunjung yang mampir atau sekadar lewat di depan kedainya. Kedainya memang strategis, persis di pintu masuk menuju area wisata Bukit Wolobobo.

Om Remi ditemani Maria Luna, istrinya, sebab musim liburan seperti sekarang ini banyak pengunjung yang datang. Kalau tidak dibantu istri, Om Remi bisa kewalahan melayani pengunjung.

Penampilan Om Remi dengan jenggot dan rambut gimbalnya cukup nyentrik. Sepintas kelihatan sangar tapi Om Remi murah senyum. Begitu juga dengan nama kedainya, 'Kopi Biadap'. Terdengar kasar tetapi rasanya mengesankan.

 

 

Baca juga: Tempat Wisata Alam Populer di Flores Timur NTT, Ada Wisata Air Panas dan Pulau Pasir

 

 

 

Rupanya nama Kopi Biadap dari Tora Sudiro, salah satu artis ternama tanah air. Nama itu terlontar beberapa saat setelah Tora mencicipi Kopi Arabika Bajawa di Kedai Om Remi pada 2019 lalu. "Enak laaaa, Bajawa laa!". Demikian respon Tora Sudiro dengan dialek Bajawa, cerita Om Remi.

Tora Sudiro memilih kata Biadap agar Kopi Arabika Bajawa terus menggantung dalam ingatannya. Biadap, 'Biar Ingat Kopi Arabica dari Bajawa'. "Jadi itu ceritanya," ujar Om Remi usai mengungkap kisah di balik nama Kopi Biadap.

Om Remi mulai merintis usaha di Bukit Wolobobo sejak 2017 ketika keindahan bukit itu dikenal luas. Sebelumnya, Bukit Wolobobo hanya dikenali segelintiran pecinta alam.

Wolobobo menjadi populer tatkala demam istilah 'Negeri di Awan' melanda feed dunia maya Indonesia. Singkat kisah, bukit di desa Bomari yang semula sepi dan misterius itu justru jadi incaran banyak orang

Berada di ketinggian 1500 mdpl, bagian atas bukit menyerupai meja dengan hulu menghadap piramida Gunung Inerie memang memberikan kesan mendalam, belum lagi dengan uniknya rumah - rumah pohon. sunrise, sunset dan kabut melengkapi pengalaman berwisata di Wolobobo.

Om Remi sadar betul, popularitas Bukit Wolobobo bakal memberi dampak ekonomi. "Jadi waktu itu banyak sebenarnya yang mulai usaha jualan di sini, tapi banyak yang tidak bertahan. Kalau saya sampai saat ini masih bertahan," ujar Om Remi.

Faktor lain yang membuat Om Remi memilih usaha di Wolobobo adalah karena sudah lelah menjadi tukang ojek dengan penghasilan cukup untuk makan sehari. Sementara itu istrinya, hingga hari ini masih setia dengan tenun ikat warisan leluhur, Kampung Bomari.

Dengan modal Rp 150 ribu, Om Remi menjajakan mie gelas di Bukit Wolobobo. Hasilnya memuaskan. Om Remi kembali berkonsultasi dengan istrinya untuk menjual kopi dan makanan lokal. "Waktu itu juga kebetulan ada yang bantu, ada om Viki Seso, dia yang kasi tempat untuk kami jual di sini," ujar Mery Luna.

Melihat ketekunan Om Remi, Bank NTT Cabang Bajawa pun tergerak memberi bantuan berupa kompor gas dan peralatan pendukung lainya serta tambahan modal usaha sekira dua jutaan rupiah. Om Remi memperluas kedainya namun tetap mempertahankan unsur tradisional seperti kayu sebagai tiang dan alas serta bambu sebagai atap.

Om Remi dan Mery merasakan dampak yang luar biasa bagi perekonomian keluarga dari usaha kedai di Wolobobo. Jika sebelumnya, penghasilan ojek hanya cukup makan sehari, usaha di Wolobobo membuat mereka bisa menabung dan lebih mudah membiayai pendidikan anak - anak.

"Kalau menghitung pendapatan, sebulan sekitar lima juta. Beda jauh sekali dengan waktu dulu tukang ojek. Kalau untuk bulan - bulan tertentu seperti Desember ini, terus lebaran, wah itu pendapatan sebulan bisa sampai sepuluh sampai lima belas juta," ujar Om Remi.

Om Remi berterima kasih kepada semua orang yang telah banyak membantunya mengembangkan usaha di Wolobobo. Dia juga mensyukuri kebaikan Yang Maha Kuasa yang telah memberikan alam yang indah seperti Wolobobo.

Sadar akan kebaikan itu, Om Remi tidak segan - segan menegur para pengunjung yang membuang sampah sembarangan di Wolobobo. Bahkan dia juga meluangkan waktu untuk memungut sampah. "Sesuatu yang di luar dugaan memang, dari modal seratus lima puluh ribu, kami bisa dapatkan penghasilan yang lebih," ujarnya.

Om Remi berharap wisata Bukit Wolobobo bisa terus berkembang. Oleh karena itu, menyarakan agar Pemerintah Kabupaten Ngada bisa membuat bagus akses jalan menuju Wolobobo dan promosi pariwisata terus ditingkatkan.

Festival Wolobobo dan Tiga Identitas Ngada

Selama dua tahun berturut-turut (2022 - 2023) Wolobobo Ngada Festival terpilih sebagai bagian dari Karisma Event Nusantara (KEN). KEN sendiri adalah strategi kolaborasi Kemenparekraf bersama Pemerintah Daerah dan seluruh stakeholder pariwisata untuk menaikkan citra pariwisata Indonesia dan penggerak kebangkitan sektor pariwisata dan ekonomi kreatif.

KEN menyeleksi event berkualitas dari 34 provinsi di Indonesia. Untuk tahun 2023 ini Wolobobo Ngada Festival kembali mengusung tema Tenun, Kopi dan Bambu. Tiga elemen tersebut menjadi identitas maupun pertegasan branding Kabupaten Ngada, mempertemukan potensi budaya dan alam daerah.

Sebagaimana diketahui kopi Arabika Bajawa Flores telah diakui sebagai salah satu kopi berkualitas terbaik secara nasional pun global dan telah memiliki Perlindungan Indikasi Geografis sejak Maret 2018 melalui Masyarakat Perlindungan Indikasi Geografis (MPIG).

Demikian pun bambu yang tumbuh subur di setiap pekarangan kampurng dan ladang warga Ngada sudah bertahun-tahun diminati pasar arsitektur ramah lingkungan (eco friendly architectur), khususnya bambu Bheto' yang kini kian tersohor. Tenun Ngada yang khas dan berkarakter kuat turut mendapatkan tempat istimewa bagi kalangan pecinta wastra Nusantara.

Perhelatan Wolobobo Ngada Festival 2023 dimanfaatkan untuk menunjukkan hasil karya para penggiat Tenun, Kopi dan Bambu selain tentu saja potensi-potensi lain dari Kabupaten Ngada. Pihak Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) menilai Wolobobo Ngada Festival punya peluang besar untuk kembali masuk dalam Kharisma Event Nusantara (KEN) 2024. (orc).

 

Berita TRIBUNFLORES.COM Lainnya di Google News