Polda NTT Pecat Rudy Soik

Kapolda NTT Elus Kepala Rudy Soik Usai Rapat di DPR RI, Irjen Daniel: Ipda Rudy Soik Ini Siapa

Editor: Gordy Donovan
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

ELUS KEPALA - Kapolda NTT Irjen Daniel Tahi Monang Silitonga mengelus kepala Ipda Rudy Soik setelah rapat Komisi III DPR RI, Senin (28/10).

“Masih ada 30 hari untuk mempertimbangkan memori-memori banding. Apakah akan memutuskan sesuai putusan pertama menguatkan atau membebaskan,"ujat Kapolda NTT Irjen Pol. Daniel Tahi Monang Silitonga


TRIBUNFLORES.COM, JAKARTA - Kapolda NTT (Nusa Tenggara Timur) Irjen Daniel  Tahi  Monang  Silitonga mengelus kepala Ipda Rudy Soik. 

Momen haru itu terjadi setelah rapat  Komisi III DPR RI, Senin (28/10) ketika Rudy Soik hendak meninggalkan Gedung MPR/DPR RI.

Pantauan Pos Kupang di Gedung Nusantara II DPR RI, Kapolda Daniel menyampaikan pesan kepada Rudy Soik. 

"Anak ayam ini ada di tanganmu, kalau itu mati terserah kau, kalau hidup terserah kau. Kamu yang harus menentukan atas kariermu sendiri," ujar Kapolda NTT kepada Rudy Soik.

Baca juga: Aliansi Masyarakat NTT Tuntut Usut Kasus Mafia BBM dan Pertanyakan Pemecatan Rudy Soik

 

Kapolda Daniel juga menekankan rasa sayangnya terhadap Rudy Soik.

"Saya hanya menandatangani. Saya sayang sama kamu, saya ingin kamu menjadi anggota polisi yang baik. Berikan informasi yang baik, itu baik TPPO maupun BBM," ucapnya
.
Kapolda NTT menegaskan, bahwa Rudy Soik adalah "anaknya" dan memintanya untuk terus berkomunikasi dengannya.  

"Kamu kalau apa-apa langsung ke saya, jadi itu yang saya inginkan dari kamu. Ada saya, Bapak," ujarnya.

Di kesempatan terpisah, Kapolda NTT menyampaikan bahwa pembicaraannya dengan Rudy bertujuan untuk menekankan pentingnya ketaatan terhadap aturan. Napas anggota Polri adalah ketaatan dan kepatuhan terhadap ketentuan yang berlaku.

"Maksudnya, aturan yang sudah ada, kita tetap tidak bisa mundur dengan aturan itu. Mari kita sama-sama terus mendekat ke hal-hal yang lebih baik," ujarnya.  


Tak Tahu Rudy Soik

Dalam pemaparan di Komisi III DPR RI, Kapolda NTT, Irjen Pol. Daniel Tahi Monang Silitonga mengaku tidak mengetahui siapa Ipda Rudy Soik sebelumnya.

"Sebelumnya kami tidak tahu Ipda Rudy Soik ini siapa sesungguhnya tapi karena ada informasi pada saat itu yang menyatakan bahwa ada anggota Polri yang sedang melakukan karaoke pada jam dinas maka Propam melaksanakan tindakan OTT dan ditemukan empat anggota Polri, satu bernama Yohanes Suhardi, Kasat Reskrim Polresta Kupang Kota, kedua, Ipda Rudy Soik yang waktu itu menjabat sebagai KBO Reserse Polresta Kupang Kota dan dua Polwan yaitu Ipda Lusi dan Brigadir Jane. Ketika ditangkap, mereka sedang duduk berpasangan melaksanakan hiburan kemudian minum minuman beralkohol," jelasnya.

Atas peristiwa ini, lanjut dia, Kabid Propam melaporkan kepada Kapolda dengan informasi khusus sehingga Kapolda mendisposisi untuk dilakukan proses secara hukum.

Pada tahap selanjutnya dilakukan pemeriksaan saksi-saksi dan pemberkasan sampai kepada peradilan kode etik karena lingkup yang dilakukan oleh para terduga pelanggar ini adalah lingkup etik. 

Setelah dilakukan pemeriksaan dan pemberkasan, tiga orang disidangkan, menerima putusan sidang yaitu meminta maaf kepada institusi dan penempatan di tempat khusus selama tujuh hari.

Tiga orang dilaksanakan penghukuman dan diterima, tapi satu orang atas nama Ipda Rudy Soik tidak menerima, memberikan keberatan dan meminta banding. Setelah dilakukan sidang banding, hakim banding mempertimbangkan bahwa alasan-alasan dalam memori banding yang diberikan menyimpang dari apa yang disangkakan.

Pada saat sidang banding, menurut hakim yang bersangkutan tidak kooperatif dan selalu membantah atas apa yang dilakukan saat tindakan OTT oleh anggota Propam sehingga dijatuhkan putusan memberatkan dan menambah putusan sebelumnya.

"Putusan sebelumnya kami sampaikan yaitu meminta maaf, perbuatan ini merupakan perbuatan tercela dan penempatan pada tempat khusus selama empat belas hari dan demosi selama tiga tahun. Itu hukuman pertama yang diberikan tetapi Ipda Rudy Soik tidak menerima dan menyatakan banding,” ujar Kapolda.

Kapolda melanjutkan, dalam banding, sejujurnya bahwa inisiatif, ide, kemudian otak di belakang semua pelaksanaan berkaraoke ini adalah Ipda Rudy Soik dan itu semua dibantah. Oleh karena itu diputuskan, ditambah hukumannya yaitu demosi dari tiga tahun menjadi lima tahun dan patsusnya menjadi 14 hari.

Setelah itu, tambah Kapolda, setelah dilakukan OTT di tempat karaoke ini, Ipda Rudy Soik sengaja membuat kondisi dan situasi yang melalui penangkapan terhadap orang yang diduga pelaku (mafia) BBM.

“Jadi pagi tertangkap, sore langsung membuat surat perintah, mengajukan kepada Kapolres yang merupkan inisiatif sendiri penyelidikan terhadap mafia BBM," ujar Kapolda.

Nah, menjadi lucu dalam penelitian para hakim dan pemeriksa bahwa tindakan yang dilakukan Ipda Rudy Soik ini hanya untuk mem-framing bahwa dia tidak bersalah dan selalu mengakui bahwa tindakan di karaoke dalam rangka anev kasus BBM.

Pada kesempatan itu, Kapolda menyampaikan, dalam sidang komisi kode etik ini, dirinya selaku Kapolda juga merasa bahwa anggota Polri di NTT sebenarnya sangat kurang. Sampai saat ini masih ada 47 persen dari DSPP.

“Kami sebenarnya sangat menyayangkan dan sangat berat untuk memberhentikan seseorang dari anggota Polri tetapi kalaupun sidang memberhentikan anggota Polri itu adalah tindakan yang sangat berat dan prosesnya sangat panjang,” kata dia.

Bagi Kapolda, masih ada waktu 30 hari untuk mempertimbangkan, menyusun hakim-hakim yang akan menyidangkan sidang banding dan nanti hakim-hakim masih ada 30 hari untuk mempertimbangkan memori-memori banding dengan berkas terdahulu.

 “Apakah mereka akan memutuskan sesuai dengan putusan pertama menguatkan atau membebaskan sangat tergantung dari sikap Ipda Rudy Soik yang dalam pengamatan kita sehari-hari ataupun dalam perjalanan tugasnya bisa melaksanakan tugas dengan baik,” ujar Kapolda.

"Kami hadirkan di sini Dirkrimum, Dirkrimsus yang pernah menjadi atasannya dan kami hadirkan di sini anggota-anggota kami yang senior tiga puluh tahun berdinas di Polda NTT yang tahu persis siapa Ipda Rudy Soik termasuk atasannya Kasat Reskrim yang sama-sama di-OTT mengakui bahwa itu perbuatan salah tetapi Ipda Rudy Soik sama sekali melawan bahkan dengan sebutan siapun akan saya lawan termasuk Tuhan," tandasnya.


Informasi Tidak Akurat

Ipda Rudy Soik mengapresiasi Komisi III DPR RI yang menggelar rapat dengar pendapat untuk membahas kasus pemecatan dirinya oleh Polda NTT. RDP berlangsung di ruang Rapat Komisi III DPR RI.

Usai rapat, Ipda Rudy Soik menyebut Kapolda NTT sebagai sosok yang baik.

Namun demikian, dia menduga Kapolda NTT menerima informasi yang tidak benar mengenai dirinya.

"Bapak Kapolda ini orang baik, (saya) hanya takut informasi yang sampai ke beliau itu tidak benar," ungkap Ipda Rudy Soik di Kompleks Parlemen, Jakarta.

Ipda Rudy Soik menjadi sorotan publik setelah dipecat karena membongkar kasus mafia BBM (Bahan Bakar Minyak ) di NTT. Banyak pihak menilai keputusan pemecatan ini janggal.

Rudy Soik mencontohkan adanya pernyataan yang tidak akurat mengenai dirinya yang disampaikan oleh Kapolda. Ia menjelaskan, dalam persidangan etik, Rudy Soik dituduh melawan Tuhan, meskipun ia menegaskan tidak pernah mengucapkan hal tersebut.

"Itu tidak pernah saya bicara. Artinya, ketika beliau sudah menyampaikan ke publik, saya berpendapat bahwa itu informasi yang tidak benar sampai ke Pak Kapolda," ujarnya.

Selain itu, Rudy Soik juga membantah tuduhan bahwa ia pernah terlibat dalam acara karaoke yang berujung pada penangkapan oleh Propam NTT.

Kapolda NTT disebut-sebut menerima informasi bahwa Rudy Soik terjerat pelanggaran etik terkait acara tersebut sebelum akhirnya dipecat. "Yang pasti kan tidak ada putusan yang mengatakan saya berkaraoke, tidak ada putusan itu. Coba nanti dilihat, bisa dikonfirmasi," tegasnya.

Rudy Soik meminta agar bukti-bukti yang mendukung tuduhan tersebut diperlihatkan.

"Coba perlihatkan putusan petitum putusan, tidak ada seperti itu. Hanya itu saja, dan memang yang disampaikan seperti itu, tapi faktanya kan harusnya faktanya yang diperlihatkan," imbuhnya. (uzu/kompas.com)

Dua Massa Pendemo Nyaris Bentrok

PADA saat Kapolda NTT dan jajarannya sedang memaparkan kasus Ipda Rudi Soik di Komisi III DPR RI, Senin (28/10), di depan Polda NTT terjadi dua demo yang mengusung tuntutan yang berseberangan.

Sekelompok orang yang mengatasnamakan "Aliansi Masyarakat NTT Melawan" menuntut Polda NTT untuk membongkar mafia bahan bakar minyak (BBM) subsidi di Provinsi NTT.

Aliansi gabungan ini terdiri dari Front Mahasiswa Nasional (FMN), Liga Mahasiswa Indonesia Demokrasi (LIMD), Aliansi Gerakan Reforma Agraria (AGRA), lkatan Mahasiswa Timor Tengah Utara (IMATTU), Ikatan Mahasiswa Malaka (IMMLA), dan Forum Solidaritas Mahasiswa Belu (FOSMAB).

"Aksi kami ini, masih pada tuntutan yang sama terkait dengan bongkar mafia BBM subsidi yang ada di Nusa Tenggara Timur," kata Koordinator Umum, Ino Naitio.

Ino Naitio menjelaskan, demontrasi itu merupakan panggilan moral dari masyarakat yang terdampak akibat maraknya mafia BBM subsidi yang selama ini terjadi. Mestinya, masalah ini disikapi serius oleh Kepolisian. Bahkan, ada upaya saling mendukung antar personil anggota Polri membuka kasus ini. Masa aksi juga menuding adanya keterlibatan oknum anggota Kepolisian yang ikut terlibat dekan mafia BBM subsidi ini.

Ino Naitio mengaku, aliansi itu sudah dua kali menggelar aksi demonstrasi. Tuntutannya pun sama yakni menghentikan mafia BBM subsidi. Untuk itu, dia meminta Kapolda NTT Irjen Pol Daniel Tahi Monang Silitonga agar segera melakukan tindakan serius.
"Jika kita melihat Polda Nusa Tenggara Timur sampai hari ini tidak ada progress membongkar mafia BBM subsidi, kita minta kepada Kapolri untuk segera mencopot Kapolda NTT," ujarnya.

Ino Naitio mengaku, pihaknya menemukan adanya dugaan permainan BBM subsidi di NTT dari barcode pembelian BBM subsidi  yang dikeluarkan Dinas Kelautan dan Perikanan NTT. Mestinya barcode pembelian BBM itu diberikan ke masyarakat penerima seperti nelayan.

Barcode pembelian BBM subsidi itu, kata dia, justru digunakan oleh seorang pengusaha asal Cilacap, Jawa Tengah. Padahal pengusaha itu tidak diketahui identitas dan jenis usahanya maupun perkapalannya di NTT.

Unjuk rasa itu juga turut memotong sekor ayam jantan. Menurut Ino Naitio, itu merupakan simbol sumpah atas perjuangan yang dilakukan. Jika Polda NTT tetap berpendirian bahwa tidak ada mafia BBM subsidi, darah ayam itu akan menjadi petunjuk.

Sebelum menyembelih ayam jantan itu, masa aksi menyampaikan ucapan dengan bahasa Timor tentang persoalan mafia BBM subsidi. Penyembelihan ayam sebagai tanda dan kepercayaan dalam pengungkapan kasus.

Lapor Rudy Soik

Aksi juga digelar kelompok lainnya yang mengatasnamakan Aliansi Peduli Kemanusiaan (APK). Penanggung Jawab APK, , Mex Sinlae mengatakan, mereka terdiri dari beberapa OKP, seperti Komunitas Peduli Astri dan Laen, Garuda Kupang NTT, Triple X, IPF dan Ikatan Pemuda Kanaan, Ikatan Pemuda Katholik.

“Kami tetap mendukung Polda NTT dalam RDP dengan komisi 3 DPR RI. Harapannya, Polda NTT dapat memaparkan semua bukti-bukti dan dasar PTDH terhadap Ipda Rudy Soik sehingga masyarakat bisa tahu kebenarannya,” kata Mex.

Mex mengatakan, APK menuntut sejumlah hal pada Polda NTT. Pertama, mereka berharap agar Polda NTT bisa memeriksa dugaan keterlibatan Rudy Soik dalam kasus kematian Astrid dan Lael.

Kedua, Polda NTT diminta memeriksa juga Ahmad yang diduga telah memberikan uang senilai Rp 3,8 terhadap oknum polisi terkait kasus BBM tanggal 14 Juni.

Ketiga, meminta Polda NTT untuk mengusut keterlibatan Rudy Soik dalam kasus TPPO tahun 2014. “Di Buku register salah satu PT perekrutan di tahun 2014, nama Rudy tercantum sebagai PL atau perekrut lapangan dengan TKW atas nama, A,B,C dan D. Ini harus bisa diklarifikasikan dan diusut oleh Polda NTT,” kata Mex.

Polda NTT juga mesti menelusuri nama-nama dari orang-orang yang direkrut tahun 2014 untuk dimintai keterangannya. Rudy Soik juga diminta klarifikasinya terkait hal itu.

“Janganlah membangun narasi sesat playing viktim di media sosial yang mengklaim diri sebagai seorang yang benar, pahlawan. Kami minta Polda NTT segera lakukan upacara pemecatan terhadap Rudy karena dia tidak layak jadi anggota polri,” kata Mex.

Menurut Mex, dalam waktu dekat APK akan melaporkan Rudy Soik ke Polda NTT atas beberapa kasus yang sudah disebutkan di atas.
Terkait dugaan APK dibekingi Polda NTT dan oknum pengusaha tertentu, Mex mengatakan, isu itu tidak benar.

“Kami akan upayakan langkah hukum karena hal itu sudah mencederai nama besar kami, aliansi untuk Kemanusiaan,” katanya.  

LPSK Investigasi Teror Keluarga Rudi

LEMBAGA Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) tengah mendalami laporan yang dilayangkan Rudy Soik terkait teror yang dialami keluarganya usai ia dipecat dari Polda Nusa Tenggara Timur (NTT).

Pendalaman laporan ini dilakukan sebelum LPSK memutuskan akan memberikan perlindungan atau tidak kepada Rudy.

"Sekarang ini tim LPSK sedang melakukan pendalaman, pengumpulan informasi dan investigasi," kata Wakil Ketua LPSK Wawan Fahrudin kepada Kompas.com, Senin (28/10).

"Proses ini bagian dari asesmen yang dilakukan LPSK untuk menentukan kelayakan permohonan," lanjut dia. 

 Wawan menjelaskan, LPSK punya batas waktu selambat-lambatnya 30 hari kerja untuk melakukan itu semua. Asa Baru Diplomasi Bahasa pada Kabinet Merah Putih Artikel Kompas.id Hal tersebut diatur dalam Peraturan LPSK Nomor 2 Tahun 2020 tentang Permohonan Perlindungan Saksi dan/atau Korban Tindak Pidana.

Sebelumnya diberitakan, Ipda Rudy Soik, anggota Polda NTT, dipecat usai membongkar mafia BBM di Kota Kupang. Mantan Kepala Urusan Pembinaan Operasi (KBO) Satuan Reserse dan Kriminal Kepolisian Resor Kupang Kota ini meminta perlindungan ke LPSK lantaran keluarganya diteror.

"Sejak sejumlah petugas Propam Polda NTT mendatangi klien kami (Rudy), anak klien kami trauma berat. Bahkan tidak mau ke sekolah," ungkap kuasa hukum Rudy, Ferdy Maktaen,  kepada Kompas.com, Jumat (25/10).

Ferdy menjelaskan, setelah Rudy dipecat, terdapat sejumlah teror yang dialami keluarga Rudy. Teror tersebut, di antaranya ada sejumlah orang tak dikenal yang melintas depan rumah Rudy dan mengambil gambar, termasuk menggunakan drone. Selain itu, istri Rudy, Welinda Wonlele, dicegat di jalan oleh sejumlah anggota polisi ketika sedang mengemudi mobil.

Sejumlah oknum juga berupaya mencari tahu siapa saja yang pernah memberikan Rudy uang untuk kepentingan calon siswa bintara. 

"Inilah beberapa alasan untuk kita lapor ke LPSK di Jakarta," kata Ferdy.

"Teror-teror ini diduga dari orang-orang yang merasa tidak nyaman dengan proses pengungkapan mafia BBM (bahan bakar minyak) oleh klien kami," ungkap Ferdy. (sumber pos kupangcetak)

Berita TRIBUNFLORES.COM Lainnya di Google News