TRIBUNFLORES.COM, RUTENG- Kampung Wae Rebo adalah sebuah kampung adat tertua dan salah satu cagar budaya di wilayah Manggarai, Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur.
Kampung adat ini terletak di Desa Satarlenda, Kecamatan Satarmese Barat, Kabupaten Manggarai dengan ketinggian 1120 meter di atas permukaan laut atau mdpl.
Lokasinya yang tinggi membuat desa tersebut dijuluki sebagai “Surga di Atas Awan" di Pulau Flores. Kampung ini berada di tempat terpencil dan dikelilingi pegunungan dan hutan tropis lebat.
Hutan ini merupakan hutan larangan, masyarakat tidak ada yang mengambil kayu dari hutan ini, sehingga kelestariannya sangat terjaga.
Baca juga: Wae Rebo, Kampung Tradisional Terindah di Ketinggian 1.200 Mdpl Pulau Flores NTT
Karena keindahannya, Kampung Wae Rebo dinobatkan sebagai salah satu kota kecil tercantik di dunia oleh The Spector Index pada Maret 2024l lalu.
Selain itu, kampung adat ini meraih anugerah tertinggi dalam UNESCO Asia-Pacific Awards for Heritage Conservation 2012 di Bangkok pada Agustus 2012.
Kampung adat ini layaknya surga tersembunyi dengan keindahan alam, budaya, sejarah. Di kampung ini ada tujuh rumah adat dalam bahasa Manggarai disebut mbaru niang dengan arsitektur yang tradisional dan khas budaya Manggarai.
Bahan yang digunakan untuk membuat rumah tradisional di Wae Rebo antara lain, kayu, Bambu, dan rotan. Sedangkan atapnya terbuat dari ijuk dan ilalang yang ditumpuk. Lapisan ijuk dipasang di lapisan atas (luar), sedangkan ilalang di bagian bawah (dalam).
Baca juga: Wae Rebo di Flores NTT, 1 dari 7 Desa Terindah di Dunia 2024 Versi Spectator Index
Dilansir dari kebudayaan.kemdikbud.go.id, mbaru niang bentuknya kerucut, karena bentuknya kerucut, runcing di bagian atas dengan atap ijuk yang menjuntai hingga ke tanah atau juga mbaru gendang karena di rumah ini disimpan gendang pusaka milik kampung yang digunakan dalam setiap kegiatan upacara adat.
Sedangkan 6 sisanya disebut niang gena atau rumah gena atau rumah biasa. Penghuni Mbaru Niang berjumlah 8 kepala keluarga, perwakilan dari masing-masing keturunan. Sedangkan 5 niang gena menetap 6-7 kepala keluarga. Dan satu niang gena yang saat ini digunakan sebagai tempat menginap bagi para wisatawan yang datang berkunjung di Kampung Wae Rebo.
Masyarakat Wae Rebo percaya bahwa kampung mereka dijaga oleh 7 buah bentangan alam yang juga disucikan. Bentang alam itu antara lain:
1. Ulu Wae Rebo: mata air Wae Rebo
2. Golo Ponto: Gunung Ponto
3. Golo Mehe: Gunung Mehe
4. Hembel: hutan (nama hutan)
5. Golo Polo : Gunung Cadas yang mengeluarkan udara.
6. Ponto Nao: hutan (nama hutan)
7. Ulu Regang: mata air Regang.
Mbaru niang bagi masyarakat Wae Rebo merupakan simbol perlindungan dan persatuan warga. Mbaru niang juga merupakan pusat kegiatan sosial masyarakat Wae Rebo, terutama jika menyangkut masalah adat.
Rumah adat bagi masyrakat Wae Rebo merupakan simbolisasi seorang ibu atau melambangkan seorang ibu yang selalu mengayomi dan melindungi, dalam hal ini rumah adat melindungi dan mengayomi penghuni rumah.
Beberapa bagian dari rumah adat mengandung filosofi layaknya seorang ibu antara lain:
Persambungan pada konstruksi rumah melambangkan perkawinan suami dan istri yang membentuk sebuah keluarga. Rumah adat Wae Rebo memiliki 9 tiang utama yang melambangkan jumlah bulan ketika seorang ibu mengandung.
Susunan 3 tiang secara berderet 3 kali (9 tiang) melambangkan 3 fase yang penting dalam perkembangan janin di dalam perut seorang ibu.
Di atas tungku perapian terdapat loteng dan ruangan berbentuk segi empat dengan hiasan bulatan di setiap titik yang menyerupai kepala, melambangkan sebuah pengiriman secara normal harus didahului kepala.
Ruangan ini digunakan untuk menyimpan makanan siap saji melambangkan bahwa seorang bayi sepatutnya selalu mendapat kehangatan dan dekat dengan sumber makanan yang baik.
Bagian-bagian utama dari konstruksi rumah adat Kampung Wae Rebo antara lain:
Ngando : merupakan bagian rumah adat yang terletak di puncak. Untuk mbaru gendang biasanya dihias dengan tanduk kerbau.
Kili kiang : merupakan ikatan pertemuan dari bagian buku .
Wahe hekang kode : lingkaran bulat pada tingkat rumah paling atas.
Wahe melempar rae : lingkarang bulat pada tingkatan ke-4.
Wahe lentar : lingkaran bulat pada tingkatan ke-3.
Wahe mehe : lingkaran bulat pada tingkatan ke-2.
Wahe lelea : lingkaran bulat di lantai rumah.
Wahe sengge : lilitan tali yang melengkung di atas teras rumah, ditopang oleh hiri sengge .
Dorot : balok penyangga yang melintang secara horizontal di atas leba .
Dorot leha : dorot yang terletak di tengah-tengah.
Leba : tiga balok kayu yang ditempatkan di atas hiri (tiang).
Hiri leles : tiang yang ditancapkan miring sebagai penopang wahe leles .
Hiri bongkok : Merupakan tiang utama yang menjadi pusat sebuah rumah, terletak ditengah-tengah rumah.
Sumber Lain: kebudayaan.kemdikbud.go.id
Berita TribunFlores.Com Lainnya di Google News