Laporan Reporter TRIBUNFLORES.COM, Albert Aquinaldo
TRIBUNFLORES.COM, MBAY – Ribuan lilin menyala di Lapangan Berdikari Danga, Kabupaten Nagekeo, Selasa (19/8/2025) malam.
Dalam keremangan malam, cahaya lilin-lilin itu seakan menuturkan duka yang mendalam, duka atas kepergian almarhum Prada Lucky Namo, anggota Batalyon TP 834/Wakanga Mere yang diduga dianiaya 20 orang seniornya hingga meninggal dunia.
Aksi damai bertajuk “1000 Lilin untuk Prada Lucky Namo” itu bukan hanya menjadi simbol solidaritas, namun juga menjadi ruang ungkapan luka dan harapan.
Seiring dengan berakhirnya aksi, satu per satu peserta mulai beranjak meninggalkan lokasi. Beberapa peserta aksi terlihat berpose sambil memeluk foto Prada Lucky Namo yang ditempatkan dalam sebuha bingkai.
Baca juga: Cerita Karyawan Swasta di Labuan Bajo, Program JKN Jadi Penolong Kurniawan Henuk Saat Sakit
Namun, di tengah lapangan yang masih dipenuhi nyala lilin, ada pemandangan yang menyentuh hati.
Seorang ibu, berusia lanjut, terlihat masih bertahan. Ia berdiri di dekat lilin-lilin yang tersusun rapi membentuk salib.
Sesekali ia menyeka air mata yang jatuh membasahi pipinya yang keriput. Raut wajahnya menyiratkan kesedihan yang dalam, kesedihan seorang ibu, meski tak berkerabat darah, namun terhubung oleh empati dan kemanusiaan.
Tak jauh darinya, seorang ibu lainnya duduk khusyuk memanjatkan doa. Di belakang mereka, dua orang bapak berdiri dalam diam, menyaksikan suasana hening yang sarat makna.
Mereka datang dari Desa Nangadhero, meski tidak sempat mengikuti aksi dari awal.
“Saya baru datang, Bu. Dengar-dengar katanya malam ini ada aksi 1000 lilin untuk Prada Lucky, jadi kami langsung ke sini,” ujar salah satu ibu yang mengenakan jaket hitam dan baju putih, enggan menyebutkan namanya.
Ia mengaku pertama kali mendengar kabar kematian Prada Lucky dari cerita warga. Hatinya terusik, pikirannya dipenuhi tanya. "Kenapa bisa seperti itu?" batinnya berkecamuk.