Renungan Katolik Hari Ini
Renungan Katolik Hari Sabtu 6 September 2025, Yesus, Tuhan Atas Hari Sabat
Mari simak renungan Katolik Hari Sabtu 6 September 2025. Tema renungan katolik hari Sabtu Yesus, Tuhan atas hari Sabat.
Penulis: Gordy | Editor: Gordy Donovan
Oleh: Pastor John Lewar, SVD
TRIBUNFLORES.COM, MAUMERE - Mari simak renungan Katolik Hari Sabtu 6 September 2025.
Tema renungan katolik hari Sabtu Yesus, Tuhan atas hari Sabat.
Renungan Katolik hari ini disiapkan untuk hari Sabtu Imam, Beato Thomas Tzugi, dkk, Martir, dengan warna liturgi hijau.
Renungan Katolik hari ini ada dibagian akhir artikel ini.
Adapun bacaan liturgi Katolik hari Sabtu 6 September 2025 adalah sebagai berikut:
Baca juga: Teks Misa Minggu 7 September 2025 Lengkap Renungan Harian Katolik
Bacaan Pertama Kol. 1:21-23
Juga kamu yang dahulu hidup jauh dari Allah dan yang memusuhi-Nya dalam hati dan pikiran seperti yang nyata dari perbuatanmu yang jahat, sekarang diperdamaikan-Nya, di dalam tubuh jasmani Kristus oleh kematian-Nya, untuk menempatkan kamu kudus dan tak bercela dan tak bercacat di hadapan-Nya.
Sebab itu kamu harus bertekun dalam iman, tetap teguh dan tidak bergoncang, dan jangan mau digeser dari pengharapan Injil, yang telah kamu dengar dan yang telah dikabarkan di seluruh alam di bawah langit, dan yang aku ini, Paulus, telah menjadi pelayannya.
Demikianlah Sabda Tuhan.
U. Syukur Kepada Allah.
Mazmur Tanggapan: Mzm 54:3-4,6,8
Refren: Allahlah penolongku.
Ya Allah, selamatkanlah aku karena nama-Mu, berilah keadilan kepadaku karena keperkasaan-Mu! Ya Allah, dengarkanlah doaku, berilah telinga kepada ucapan mulutku!
Sesungguhnya, Allah adalah penolongku; Tuhanlah yang menopang aku. Dengan rela hati aku akan mempersembahkan korban kepada-Mu, aku akan bersyukur sebab baiklah nama-Mu, ya TUHAN.
Bait Pengantar Injil: Yoh 14:6
Akulah jalan, kebenaran dan sumber kehidupan, sabda Tuhan.hanya melalui Aku orang sampai kepada Bapa.
Bacaan Injil: Luk 6:1-5
Mengapa kalian melakukan sesuatu yang tidak diperbolehkan pada hari Sabat?
Pada suatu hari Sabat, ketika Yesus berjalan di ladang gandum, murid-murid-Nya memetik bulir gandum dan memakannya, sementara mereka menggisarnya dengan tangannya.
Tetapi beberapa orang Farisi berkata: “Mengapa kamu berbuat sesuatu yang tidak diperbolehkan pada hari Sabat?”
Lalu Yesus menjawab mereka: “Tidakkah kamu baca apa yang dilakukan oleh Daud, ketika ia dan mereka yang mengikutinya lapar, bagaimana ia masuk ke dalam Rumah Allah dan mengambil roti sajian, lalu memakannya dan memberikannya kepada pengikut-pengikutnya, padahal roti itu tidak boleh dimakan kecuali oleh imam-imam?”
Kata Yesus lagi kepada mereka: “Anak Manusia adalah Tuhan atas hari Sabat.”
Demikianlah Injil Tuhan.
U. Terpujilah Kristus.
Renungan Harian Katolik
Puluhan tahun silam, ketika ekonomi bangsa ini sedang merosot drastis,
pencurian marak di mana-mana, ada sebuah pengalaman yang
mengharukan. Pagi-pagi benar, rumah tetangga kami dibobol pencuri.
Segala bahan makanan diambil, bahkan nasi hangat yang berada di
dalam termos, diambilnya pula. Karena desa kami tidak terlalu besar,
maka mudah sekali menemukan siapa yang mengambil bahan makanan
tersebut. Terlebih ketika beberapa orang menjadi saksi mata.
Tetapi begitu terkejutnya kami ketika melihat orang yang terduga itu
sedang menyuapi anaknya yang masih bayi dan satu lagi anaknya yang
masih kecil. Dengan bibir gemetar, bapak itu mengatakan bahwa sudah
dua hari anaknya kurang makan dan istrinya pun sedang sakit. Tanpa
berpikir panjang kami segera pulang dan kembali memberikan apa yang
ada demi kelangsungan hidup keluarga itu (RP. Anton Rosari, SVD).
Peristiwa itu mengajar kami bahwa berhadapan dengan kasus khusus,
belas kasih harus berada di atas hukum dan bukan membiarkan orang
kelaparan demi hukum. Yesus sendiri mengutip peristiwa masa lalu ketika
Daud dan anak buahnya kelaparan. Mereka memakan roti sajian yang
sebenarnya hanya boleh dimakan oleh para imam (1Sam. 21:1-6).
Demikian pula, apa yang diperbuat Yesus ketika membela para murid-Nya
yang melanggar hukum Sabat karena lapar, kiranya menjadi dasar
tindakan kita ketika berhadapan dengan situasi khusus seperti ini.
Dasarnya adalah hukum Taurat itu sendiri yang mengatakan: “Apabila
engkau melalui ladang gandum sesamamu yang belum dituai, engkau
boleh memetik bulir-bulirnya dengan tanganmu, tetapi sabit tidak boleh
kauayunkan kepada gandum sesamamu itu.” (Ul. 23: 25).
Memetik gandum dan memakannya tidak bertentangan dengan Hukum Taurat.
Yang menjadi soal adalah mengapa tindakan itu dilakukan pada hari
Sabat. Orang-orang Yahudi yang taat menjalankan hukum Sabat – dari
matahari terbenam Jumat petang hingga matahari terbenam Sabtu
petang –menghormati Tuhan pada hari itu dengan tidak melakukan
pekerjaan apa pun. Mereka dilarang melakukan pekerjaan karena Allah
sendiri juga beristirahat pada hari yang ketujuh (Kel. 20:11; Kej. 2:2-3).
Hukum Taurat yang memuat aturan tentang hari Sabat sebenarnya sudah
sangat baik.
Pada mulanya Sabat diciptakan agar manusia beristirahat
setelah bekerja selama enam hari dan bersukacita bersama keluarganya,
serta memuliakan Tuhan. Hanya sayang, kaum Farisi yang saat itu
“menduduki kursi Musa” telah menafsir sangat jauh makna Sabat ini
sehingga menjadi beban banyak orang. Dengan mengatakan “Anak
Manusia tuan atas hari Sabat”, Yesus telah mengembalikan makna hari
Sabat kepada arti semula. Untuk itulah Ia datang. Ia datang bukan untuk
menghapus hukum Taurat, melainkan menyempurnakannya. Ia benar
benar Tuhan yang datang untuk membebaskan manusia dari penderitaan
yang tidak perlu.
Di sini Yesus memperlihatkan bahwa diri-Nya bukan seorang yang legalis,
tetapi seorang yang mencintai manusia. Dia tidak menekankan ketaatan
pada hukum sebagai inti ajaran-Nya, tetapi kasih dan pengampunan.
Karena itu, kita diundang untuk tidak menghakimi orang lain hanya
dengan berdasarkan pada peraturan legal-formal dalam hidup keagamaan
kita.
Kita perlu menjadikan sikap dan tindakan Yesus sebagai model
dalam menjalankan peraturan dan hukum dalam kehidupan agama kita.
Patut disadari bahwa peraturan dan hukum Allah tidak pernah
mengesampingkan dan menyingkirkan kebutuhan hidup kita sebagai
manusia.
Mari kita menata aturan dan hukum di dalam keluarga dan komunitas kita
masing-masing. Dengan begitu kita melatih diri untuk mengutamakan
martabat manusia dari pada menegakkan aturan yang merendahkan,
mengabaikan bahkan membunuh karakter dan cita rasa sebagai seorang
manusia.
Doa:
Ya Bapa, anugerahkanlah rahmat-Mu kepada para pemimpin bangsa dan
agama serta para pembuat hukum, sehingga keselamatan,
kesejahteraan, dan kebahagiaan manusia menjadi dasar segala aturan
dan hukum yang berlaku.Amin.
Sahabatku yang terkasih. Selamat Hari Sabtu Imam. Salam doa dan
berkatku untukmu dan keluarga di mana saja berada: Bapa dan Putera
dan Roh Kudus...Amin. (Sumber the katolik.com/kgg).
Berita TRIBUNFLORES.COM Lainnya di Google News
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.