Berita Sikka
Misionaris Lembata di Paraguay; Harga Telur, Ide Imam Jerman Hadirkan Koperasi
Karya misionaris Lembata di negara Paraguay bukan semata urusan iman umat,mereka juga terlibat mengurus pendidikan,ekonomi dan karya sosial lainnya.
Penulis: Egy Moa | Editor: Egy Moa
Mengabdi di tanah misi, tak hanya gereja dan umat yang diurus. Urusan sosial, ekonomi dan pendidikan tak luput. Sebab, tidak mungkin seorang imam bisa mewartakan sabdi Tuhan kepada umat perut lapar. Ketika umat sedang lapar, mustahil mereka mendengarkankan dengan baik warta Sabda Tuhan.
Kongregasi SVD telah lama bermisi di Paraguay,sejak masa hidup Arnoldus Yansen (Santo) sang pendiri.
Karya yang diwariskan sampai saat ini yakni terbentuknya koperasi diprakarasai pendirianya oleh seorang imam asal Jerman dengan empat imgran asal Jerman.
Kepada para imigran ini, sang pendiri mengatakan,“supaya kamu bisa jual kamu punya telur ayam dengan harga yang baik dan produksinya juga baik, harus dibuat koperasi,”Pater Kornelis mengingat kalimat pastor Jerman ini.
Ucapannya itu selalu diulang pada setiap perayaan ulang tahun koperasi yang kini menjadi salah satu koperasi besar,terkenal dan modern di Paraguay.
“SVD menginisiasi koperasi ini. Tahun lalu mereka memberi penghargaan kepada SVD,” ucap Pater Kornelis.
Semua usahanya dilakukan secara profesional. Mempekerjakan kaum profesional, mengelola koperasi menjadi besar dan kuat.
Disektor pertanian modern, kata Pater Kornelis, koperasi membantu anggota mulai penyiapan bibit kacang kedelai, pendamping petani sampai produk oleh asisten teknis. Bidang perternakan, produki susu sapi. Usaha simpan pinjam, asuransi kesehatan anggota, perdagangan dan eksport.
Kehidupan umat dan koperasi yang maju didukung etos kerja umat. Penduduk Paraguay selain Bangsa Spanyol dan Guarani, kebanyaan juga imigran asal Eropa, Italia, dan Jepang dari Benua Asia. Mereka telah datang ratusan tahun lalu membawa budaya mereka. Jepang mewarisi disiplin dan kerja keras.
“Di sana, hampir tidak ada orang yang tidak punya kerja. Kurang sekali pencurian. Kalau ada pencurian, pelakunya akan datang dari luar,”kisah Pater Kornelis.
“Saya punya pagar rumah pendek saja. Kita lupa barang apapun di luar rumah, tidak diambil orang. Karena semua orang punya kerja.”
Di sekolah yang dikelola Pater Kornelis,sekitar 7 persen siswa keturu nan Jepang dari total 1000 siswa. Hal membedakan siswa turunan Jepang dan warga lainnya adalah displin tinggi dan serius kerja.
“Para siswi di sana, mereka kerja rapih, hurufnya bagus, tanggungjawab. Pekerjaan rumah dikerjakan semua,” beber Pater Kornelis.
Pater Kornel menerapkan metode mengajar yang agak berbeda dari pengajar kebanyakan. Mungkin belum ada di Indonesia.
“Saya punya sistim mengajar di sana. Saya bilang, kamu catat apa yang kamu tangkap ketika saya ajar. Saya tidak buat ujian akhir,tapi saya kumpulkan catatan saja. Saya periksa catatan saja. Dari sana saya bisa tahu, oh ternyata mereka tangkap ajaran saya. Ini menjadi penilaian akhir.Tidak ada ujian akhir,” Pater Kornelis membeberkannya. (bersambung)