Berita Lembata

Bele Raya Lewuhala Tolak Ritual Hude Ili dalam Eksplorasi Budaya Lembata

Tokoh muda Lewuhala, Aloysius Bagasi Halimaking menolak pelaksanaan ritual adat Hude Ili yang direncanakan Pemerintah Kabupaten Lembata.

Editor: Egy Moa
TRIBUNFLORES.COM/RICKO WAWO
Tokoh muda Lewuhala, Aloysius Bagasi Halimaking. 

Laporan Reporter TRIBUNFLORES.COM, Ricko Wawo

TRIBUNFLORES.COM, LEWOLEBA-Tokoh muda Lewuhala, Aloysius Bagasi Halimaking menolak pelaksanaan ritual adat Hude Ili yang direncanakan Pemerintah Kabupaten Lembata digelar 7 Februari-7 Maret 2022 di 10 titik di 9 kecamatan Lembata.

Bagasi, pewaris keturunan Raya (pemimpin adat-Lamaholot) Lewuhala menyampaikan penolakannya melalui siaran pers yang diterima, Sabtu 29 Januari 2022.

Menurut Bagasi, ritual Hude Ili merupakan ritual yang hanya bisa dilakukan apabila terjadi kemarau panjang, serangan hama pada tanaman pertanian, juga bencana. Kondisi iklim musim tanam 2021/2022 adalah musim yang baik, tidak terjadi ancaman hama tanaman apapun.

“Kalau berkaitan dengan bencana erupsi dan banjir bandang 2020/2021, masyarakat adat Lewuhala di Desa Jontona sudah menggelar ritual adat,” katanya.

Baca juga: Pemerintah Lembata Target 16 Ribu Anak Lembata Divaksin Covid19

Ia juga menyorot pelibatan struktur masyarakat adat dalam Program Eksplorasi Budaya Lembata termasuk rekonsiliasi yang terpusat di Desa Jontona.

Tujuan baik eksplorasi Budaya Lembata, namun pemerintah belum mengakui eksistensi masyarakat adat dan gagal paham karena tidak memiliki data yang utuh dan valid. Masyarakat adat menjadi sasaran Program Eksplorasi Budaya Tahun Lembata 2022, namun peran lebih besar diambil oleh pemerintah desa.

Pemerintah desa menempatkan masyarakat adat hanya semata-mata masyarakat desa.Padahal masyarakat adat mengakui eksistensi dan mendukung pemerintahan desa.

Dikatakannya lagi, orang-orang yang terpilih menempati posisi tertentu dalam pemerintah desa juga merupakan masyarakat adat, yang dalam urusan dengan ritual adat, mengikuti alur struktur masyarakat adat. Kepala desa dan struktur pemerintah desa bukan pemimpin masyarakat adat.

Baca juga: PIPAS Lembata Ajari Warga Binaan Mengenal Huruf, Membaca dan Menulis

Pemegang kuasa kepemimpinan masyarakat Adat Lewuhala, juga meminta pemerintah Kabupaten Lembata memperhatikan keutuhan wilayah adat Lewuhala, secara administrasi pemerintahan, desa-desa yang berada dalam wilayah adat Lewuhala dibagi ke dalam dua kecamatan.

Enam desa di Kecamatan Ile Api dan dua desa lainnya masuk ke dalam wilayah administrasi Kecamatan Ile Ape Timur.

Desa Jontona Kecamatan Ile Ape Timur, adalah bagian yang tidak terpisahkan dalam kesatuan wilayah masyarakat adat Lewuhala.

Namun dalam pemerintahan modern, Jontona sebagai pusat peradaban masyarakat adat Lewuhala dipisah lepas dari wilayah Lewuhala lainnya.

Baca juga: Ketua Kadin Minta Bupati di Flores dan Lembata Selaraskan UU Cipta Kerja

“Pemisahan ini melemahkan hubungan emosional antarsesama keturunan Lewuhala. Dalam pelaksanaan ritual adat, Jontona seakan-akan melakukan ritual adat terpisah dari kampung lain dalam wilayah adat Lewuhala yang berada dalam wilayah Pemerintahan Kecamatan Ile Ape. Leluhur Lewuhala pasti bertanya dimana anak keturunannya yang lain, karena dalam ritual adat yang dibutukan adalah kebersamaan dan ketulusan,” tandas Bagasi.

Bagasi minta pemerintah melihat kembali jadwal dan keterlibatan komunitas adat Lewuhala sebelum melakukan ritual di Desa Jontona. Lewuhala tidak bisa dipisah pisahkan dalam urusan ritual.

Bagasi menyodorkan data masyarakat adat Lewuhala tersebar di beberapa Kecamatan yakni, Ile Ape Timur, Ile Ape dan Lebatukan bahkan di Sagu, Kecamatan Adonara, Flores Timur.

Pelaku Eksplor Budaya, Masyarakat Adat

Bupati Lembata,Thomas Ola Langoday mengatakan eksplorasi budaya Lembata berasal dari masyarakat, bukan program yang turun dari pemerintah itu sendiri.

Baca juga: Forum Mahasiswa Hukum Lembata Kawal Penegakan Hukum di Lembata

"Kita menggali informasi dari masyarakat dan ini ide yang muncul dari masyarakat kita. Nilai-nilai yang langgang ini yang mau kita angkat kembali," ungkap Bupati Thomas saat rapat koordinasi bersama panitia di Aula Kantor Bupati Lembata, Selasa, 18 Januari 2022.

Menurut dia, masyarakat, komunitas adat dan sanggar-sanggar seni adalah pelaku dari acara eksplore budaya Lembata. Pemerintah daerah hanya memfasilitasi.

Di samping itu, pihaknya berupaya meminimalisasi acara eksplore budaya Lembata dari pengaruh luar.

Dia menghendaki acara budaya ini didominasi oleh masyarakat dan tetap mempertahankan keaslian dari setiap atraksi budaya yang ditampilkan.

Baca juga: Juprians Lamabelawa Mundur dari Keanggotaan dan Pengurus Partai Demokrat Lembata

Lebih jauh, dia mengatakan tujuan jangka panjang dari eksplore budaya ialah program ini mampu menghasilkan rekomendasi-rekomendasi untuk jadi muatan lokal di sekolah atau ditulis dalam buku menjadi muatan nasional.

"Karena nilai-nilai dalam budaya di Lembata bisa berlaku di seluruh Indonesia," tandasnya.

Roh utama dari kegiatan ini menurutnya adalah mengangkat nilai-nilai yang luntur di tengah masyarakat.

Bupati Thomas mengajak masyarakat untuk hidup selaras alam atau berdamai dengan alam.

"Hari-hari ini terjadi banjir bandang di mana-mana, erupsi gunung, longsoran, gelombang pasang. Pertanyaannya apakah kita sudah hidup selaras alam atau berperang lawan alam. Pohon sudah kita tebang, batu kita sudah ambil, di laut juga, bakau sudah ditebang. Saya minta mari kita hidup selaras alam, berdamai dengan alam. Yang kita lakukan ini untuk anak cucu kita," tegasnya.

Berita Lembata lannya

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved