Berita Maumere

Surat Gembala Uskup Maumere, Menuju Komunitas Perjuangan, Merawat Kehidupan

Rekan-rekan Imam, Biawaran/wati, Ibu, Bapak, Saudara, Saudari, Umat Allah sekalian yang saya kasihi.

Editor: Gordy Donovan
TRIBUNFLORES.COM/HO-ISTANA KEUSKUPAN MAUMERE
Uskup Maumere, Edwaldus Martinus Sedu 

Manusia dipanggil ke dalam persekutuan dengan saudara-saudarinya sendiri dan dengan Allah Tritunggal. Ketika manusia jatuh ke dalam dosa dan tercerai-berai, Allah mengutus Yesus Kritus putra-Nya yang tunggal untuk menebus dan menyatukan kembali manusia dengan diri-Nya. “Supaya mereka semua menjadi satu, sama seperti Engkau, ya Bapa di dalam Engkau, dan Engkau di dalam Aku,” (Yoh 17: 21) demikianlah doa Yesus tentang komunio tersebut.

Yesus yang mewahyukan bahwa Allah adalah kasih menetapkan kasih sebagai dasar dari relasi dalam komunio manusia. “Aku memberikan perintah baru kepada kamu, yaitu supaya kamu saling mengasihi; sama seperti Aku telah mengasihi kamu demikian pula kamu harus saling mengasihi,” (Yoh 13: 34).

Komunio yang didasarkan pada kasih tidak pernah berarti penyeragaman, tetapi selalu memberi ruang kepada keunikan dari anggota-anggotanya. Gereja sebagai suatu komunio ada untuk suatu perutusan. Karena itu, dalam curah pendapat dan diskusi-diskusi selama menjalankan sinode, semoga kita dengan matang, dewasa, dan jujur siap untuk mendengarkan satu sama lain serta menghargai perbedaan pendapat.

Dalam melaksanakan sinode tersebut, pastikan bahwa di balik keunikan dan perbedaan, hati dan budi kita terbuka kepada suara Roh Allah yang senantiasa menuntun kita untuk membangun keuskupan kita secara lebih baik demi keselamatan umat, kebaikan masyarakat pada umumnuya, dan keberlangsungan lingkungan alam di mana kita berada.

Hal kedua yang digaris bawahi oleh Paus Fransiskus adalah Partisipasi. Dua prinsip dapat kita kemukakan di sini. Pertama, tiap orang adalah bagian dari Gereja dan karena itu ada keharusan untuk bertanggungjawab bagi hidup dan perutusan Gereja.

Kendati kecil sekalipun, tiap orang mempunyai sesuatu yang dia terima dari Tuhan yang dapat disumbangkan untuk Gereja dan kebaikan bersama. Kedua, partisipasi yang sejati mengandaikan adanya kesetaraan tiap pribadi, adanya relasi manusiawi yang sehat dan matang yang mecakup penghargaan, cinta, dan rasa hormat kepada yang lain. Jadi, partisipasi yang sejati tidak memberi ruang kepada relasi kekuasaan yang subordinatif.

Gereja yang klerikal, misalnya, pasti menutup atau sekurang-kurangnya mempersempit ruang partisipasi umat. Karena itu, untuk para
pemimpin Gereja; para klerus (tertahbis), anggota hidup bakti (religius dan sekular) maupun awam, saya mendorong untuk selalu bekerja sama dan berbagi tanggung jawab dalam menjalankan tugas-tugas kerasulan.

Dalam Sinode Pertama, kita sudah mendorong dan membuka ruang untuk partisipasi umat dalam menetapkan arah dasar dan kegiatan-kegiatan pastoral di keuskupan ini. Melalui katekese dan diskusi-diskusi mulai dari tingkat Komunitas Basis Gerejawi umat aktif terlibat membicarakan masalah-masalah yang dihadapi oleh keuskupan ini dan bersama-sama mencari jalan keluarnya.

Proses serupa akan kita lanjutkan dalam Sinode Kedua Keuskupan kita. Untuk itu, saya mengundang tiap umat untuk terlibat aktif membagikan kepada yang lain apa yang Tuhan sendiri berikan kepada anda dalam persiapan dan pelaksanaan sinode kedua.

Berkaitan dengan Sinode Para Uskup, hal ketiga yang ditekankan oleh Paus Fransiskus adalah misi (perutusan). Hal ini sudah kita bicarakan dalam Sinode Pertama keuskupan ini dengan tema, “Jadilah Saksi Kristus.” Kami menekankan secara khusus tiga hal berikut ini yang pendahulu kami, Mgr. Kherubim Pareira, SVD jelaskan dalam Surat Gembala untuk Sinode Pertama.

Pertama, Kesaksian Roh Kudus dan kesaksian kita. Gereja dipanggil untuk memberikan kesaksian. Tidak atau lalai menjalankan tugas kesaksian berarti Gereja kehilangan identitasnya.

Tapi, hendaklah selalu disadari bahwa Roh Kudus adalah pelaku utama dalam kesaksian. Karena, “tidak ada seorang pun mengakui Yesus Kristus adalah Tuhan, selain oleh Roh Kudus,” (1 Kor 12: 3).

Kedua, Pengalaman akan Yesus sebagai suatu keharusan. Seperti yang dialami oleh murid-murid Yesus sendiri, pengalaman perjumpaan pribadi dengan Yesus menjadi dasar dari kesaksian tentang Dia. Pengalaman tersebut bersifat transformatif. Artinya, pengalaman yang membuat seseorang bertobat secara terus-menerus; siap sedia memberi kesaksian tentang Yesus; dan siap memikul salib sebagai konsekuensinya.

Ketiga, pembebasan sebagai inti pewartaan Yesus. Kerajaan Allah adalah pokok pewartaan Yesus. Yesus menyampaikan maklumat misinya dalam Luk 4: 18-19, “Roh Tuhan ada pada-Ku, oleh sebab Ia telah mengurapi Aku, untuk menyampaikan khabar baik kepada orang-orang miskin; dan Ia telah mengutus Aku untuk memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan dan penglihatan bagi orang-orang buta, untuk membebaskan orang-orang tertindas, untuk
memberitakan tahun rahmat Tuhan telah datang.”

Tentu saja, dalam konteks masyarakat yang miskin, diperlakukan secara tidak adil, terpinggirkan, dan terjadinya perusakan alam, perutusan untuk pembebasan adalah suatu yang aktual dan urgen untuk kita laksakan di keuskupan ini.

Halaman
1234
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved