Berita Flores Timur

L-KPK Flotim Pertanyakan Penghentian Penyelidikan Talud Bubuatagamu dan Watokobu

Lembaga Komisi Pemberantasan Korupsi (L-KPK) Flores Timur mempertanyakan penghentian penyelidikan dugaan korupsi proyek Bubuatagamu dan Watokobu.

Editor: Egy Moa
TRIBUN FLORES.COM/AMAR OLA KEDA
Lembaga KPK Flores Timur menggelar konferensi pers penghentian penyelidikan kasus dugaan korupsi talud Buhubuatagami dan Lamakera, Kamis 31 Maret 2022 

Laporan Reporter TRIBUNFLORES.COM, Amar Ola Keda

TRIBUNFLORES.COM, LARANTUKA-Penghentian proses penyelidikan kasus dugaan korupsi pembangunan Talud Bubuatagamu dan Talud Lamakera oleh Polres Flores Timur ditanggapi oleh pelapor Lembaga Komisi Pemberantasan Korupsi (L-KPK) Flores Timur.

Ketua L-KPK Flores Timur, Theodorus Wungubelen bersama anggota, Bachtiar Lamawuran, Paul Tadon Kedang, Noben Dasilva, Marianus Laga Kerans dan Christofirus Korohama, mendatangi Polres Flotim, Kamis 31 Maret 2022. Mereka minta ketegasan Kapolres Flores Timur terkait penghentian penyelidikan kasus Talud Bubuatagamu dan Talud Lamakera

Theodorus Wungubelen mengatakan  Lembaga KPK mempunyai hak meminta salinan SP3 dua kasus tersebut. Hal tersebut sejalan pasal, 41 ayat 2 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tentang Perubahan atas Undang-Undang nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi yang mengaskan bahwa, masyarakat dapat berperan serta membantu upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi.

Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diwujudkan dalam bentuk, hak mencari, memperoleh, dan memberikan informasi adanya dugaan telah terjadi tindak pidana korupsi, hak untuk memperoleh pelayanan dalam mencari, memperoleh dan memberikan informasi adanya dugaan telah terjadi tindak pidana korupsi kepada penegak hukum yang menangani perkara tindak pidana korupsi, hak menyampaikan saran dan pendapat secara bertanggung jawab kepada penegak hukum yang menangani perkara tindak pidana korupsi, hak untuk memperoleh jawaban atas pertanyaan tentang laporannya yang
diberikan kepada penegak hukum dalam waktu paling lama 30 hari dan Pasal 4 ayat 2, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 tahun 2008, tentang Keterbukaan Informasi Publik," jelas Wungubelen kepada wartawan, Kamis 31 Maret 2022.

Baca juga: Satlantas Polres Flores Timur akan Tertibkan Parkir Liar di Depan Kantor DPRD

Lembaga KPK  Flores Timur meminta dengan hormat kepada Kapolri melalui Irwasum Mabes Polri, Kapolda NTT dan Irwasda Polda NTT untuk dapat mengambil tindakan tegas dengan mengganti Kasat Reskrim dan Kanit Tipikor Polres Flores Timur.

"Kami juga berharap ada tindakan tegas kepada aparat kepolisian di Flores Timur yang cenderung bermain-main dalam penangan kasus dugaan korupsi. Surat L-K.P.K Flores Timur ini tembusannya kepada Kapolri dan Kapolda NTT terkait dugaan korupsi pembangunan talud pengaman pantai Bubuatagamu dan talud Lamakera," katanya.

Bertentangan Pasal 4 UU Tipikor

Anggota L-KPK Flores Timur, Bachtiar Lamawuran mengatakan, kasus dugaan korupsi pembangunan dua talud pengaman pantai tersebut dilaporkan ke Kepolisian Resor Flores Timur pada tanggal 23 Desember 2019. Penanganan kasus ini tanpa sebab yang jelas tidak berjalan dengan baik.

"Dalam waktu dua tahun telah terjadi tiga kali pergantian Kapolres Flores Timur, kasus ini tidak jelas penanganannya," tegasnya.

Baca juga: Polisi Bekuk Pria di Flores Timur, Diduga Curi Motor Pagi Hari

Ia menjelaskan, dalam penyelidikan kasus itu, penyidik Polres Flores Timur telah menggunakan jasa tenaga ahli dari Politeknik Negeri Kupang untuk menghitung kerugian negara. Namun, kasus ini tetap tidak ditingkatkan.

Penyidik Polres Flotim kemudian meminta Inspektorat Daerah Flores Timur untuk melakukan penghitungan kerugian negara dan menemukan kerugian negara pada pembangunan dua talud tersebut Rp 608.683.393,50 yang terdiri dari kerugian negara pada talud Bubuatagamu sebesar Rp. 206.519.299,86 dan talud Lamakera sebesar Rp. 402.164.093,64.

Meskipun auditor pada Inspektorat Daerah Kabupaten Flores Timur telah menemukan kerugian negara sebesar itu, namun penyidik Polres Flores Timur tidak meningkatkan status para terlapor 

"Lamanya proses penyelidikan dalam dugaan kami adalah sesuatu yang direncanakan (by design) untuk memberikan ruang bagi para terlapor untuk mengganti kerugian negara. Dugaan kami terbukti ketika, mantan Kapolres Flores Timur ketika itu, I Gusti Putu Suka Arsa mengumumkan melalui harian Pos Kupang Kamis 9 Desember 2021, bahwa kontraktor pelaksana telah mengembalikan kerugian negara. Kemudian, pada tanggal 14 Februari 2022, Kepolisian Resor Flores Timur melalui Kapolres Flores Timur AKBP I Gusti Ngurah Johny mengeluarkan keputusan penghentian penyelidikan," katanya.

Baca juga: Garda Nagi Rental Wadahi 53 Sopir di Larantuka

Menurut dia, pengentian proses penyelidikan kasus tersebut ssangat mengejutkan publik Flores Timur. Pasalnya, kasus ini dihentikan karena kontraktor pelaksana mengembalikan kerugian negara.

"Apa yang dilakukan oleh penyidik Polres Flores Timur, membuktikan bahwa Polres Flores Timur memberlakukakan standar ganda. Sekadar pembanding, pada kasus korupsi Pembangunan Talud Ekaspata, kontraktor pelaksana dan Pejabat Pembuat Komitmen, harus mendekam di balik jeruji besi setelah dinyatakan bersalah merugikan keuangan negara. Mengapa penyidik Polres Flores Timur tidak memberikan kesempatan pengembalian kerugian negara? Pada kasus yang lain, seorang guru PNS di SMP Negeri Larantuka, harus dihukum dan dipecat dari status PNS karena kesalahan pengelolaan dana Bantuan Operasional Sekolah sebesar Rp.37 juta. Penyidik Polres Flores Timur juga tidak memberikan kesempatan kepadanya untuk mengganti kerugian tersebut. Maka, kami pantas bertanya ada apa dengan penyidik Polres Flores Timur? Siapakah dua orang kontraktor pelaksana pembangunan Talud di Bubuatagamu dan Lamakera tersebut sehingga mereka harus diperlakukan berbeda dengan warga negara lainnya? Apakah benar duggan publik selama ini bahwa Polres Flores Timur melakukan tebang pilih dalam penanganan kasus korupsi? tanya Bachtiar.

Ia mengatakan, tindakan pegembalian keruagian negara yang dibenarkan oleh Penyidik Polres Flores Timur
dengan menghentikan penyelidikan dua kasus dugaan korupsi ini adalah sebuah hal yang bertentangan dengan pasal 4 Undang-undang 31 Tahun 1999, tentang Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-undang 31 Tahun 1999, tentang Tindak Pidana Korupsi.

"Pasal 4 UU Tipikor, dengan sangat jelas menyatakan, pengembalian kerugian keuangan negara atau perekonomian negara tidak menghapuskan dipidananya pelaku tindak pidana. Dalam pandangan Lembaga K.P.K Kabupaten Flores Timur, penghentian penyelidikan untuk dua kasus dugaan korupsi pembangunan talud ini, dengan alasan para terlapor telah mengembalikan kerugian negara, merupakan alasan yang tidak tepat dan bertentangan dengan undang-undang," tandasnya.

Baca juga: SMAK Frateran Podor Larantuka Gelar Workshop Implementasi Kurikulum Merdeka

Pengembalian sejumlah uang oleh para terlapor sesuai dengan hasil audit Inspektorat Daerah Flores Timur, menurut dia, tidaklah menghapus tuntutan pidana sebagaimana yang tertuang dalam Pasal 4 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Pengembalian kerugian negara yang dilakukan oleh para terlapor juga menegaskan bahwa ada pengakuan dari para terlapor bahwa telah melakukan tindakan merugikan keuangan negara. Pada bagian lain, kata dia, pengembalian kerugian negara melalui bendahara pada dinas teknis kemudian disetorkan pada rekening daerah adalah sebuah tindakan yang juga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.

"Pengembalian kerugian negara pada kasus dugaan tiindak pidana korupsi, harus melalui kejaksaan sebagai pengacara negara. Kami juga merasa perlu dan penting untuk menyampaikan kepada Kapolri, bahwa penanganan kasus dugaan korupsi penanaman kelor yang telah dilaporkan, hingga kini tidak jelas penanganannya. Apakah ini bagian dari sebuah upaya untuk memberikan kesempatan kepada para terlapor untuk menyelamatkan diri, tak ada yang tahu," tutupnya.

Sementara Kasi Humas Polres Flotim, Ipda Sanusi Anwar mengaku sudah menerima surat dari L-KPK.

"Sudah diterima dan selanjutnya akan dipelajari oleh pimpinan," katanya.

Baca juga: Kemendikbudristek Siap Bekerjasama dengan SimpaSio Institut Larantuka di Flores TImur

Sebelumnya diberitakan, setelah melakukan gelar perkara di Polda NTT, Polres Flores Timur (Flotim) akhirnya menghentikan proses penyelidikan kasus dugaan korupsi talud Bubuatagamu kecamatan Solor Selatan tahun anggaran 2018 sebesar Rp1.153.115.000 dan talud Lamakera Desa Watobuku, kecamatan Solor Timur sebesar Rp.3.718.888.000,

Kapolres Flores Timur, AKBP I Gusti Ngurah Joni Mahardika yang dikonfirmasi, Selasa 22 Maret 2022 membenarkan hal itu. Menurut dia, demi adanya kepastian hukum pihak-pihak terkait, maka Polres Flotim sudah menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SPPP).

"Kasus tersebut masih dalam tahap penyelidikan dan sudah dilakukan gelar berkali-kali oleh penyidik sampai ke Polda NTT. Kemudian ada beberapa pertimbangan seperti, sudah adanya pengembalian kerugian negara dan beberapa pertimbangan lain dari Dirkrimsus Polda NTT bahwa penyelidikan ini dihentikan, sehingga ada kepastian hukum," ungkapnya.

Berita Flores Timur lainnya

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved