Berita Sikka

96 Perempuan dan Anak di Sikka Jadi Korban Kekerasan

Sepanjang tahun 2021 tercatat ada 96 perempuan dan anak di Kabupaten Sikka, Flores, provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) yang menjadi korban kekerasan.

Editor: Laus Markus Goti
TRIBUNFLORES.COM/PAULUS KEBELEN
FLORES BICARA. Kepala Dinas DP2KBP3A Kabupaten Sikka, Maria Bernadina Sada Nenu, bersama Kepala Sub Bidang Analisis Kebijakan Perlindungan Perempuan dan Anak, Yani Yosepha, dan reporter Tribunflores.com, Kristin Adal, Senin 1 Agustus 2022. 

Laporan Reporter TRIBUNFLORES.COM, Paulus Kebelen

TRIBUNFLORES.COM, MAUMERE - Sepanjang tahun 2021 tercatat ada 96 perempuan dan anak di Kabupaten Sikka, Flores, provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) menjadi korban kekerasan.

Data ini diperoleh dari Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP2KBP3A) Kabupaten Sikka, Senin 1 Agustus 2022.

Jumlah 96 korban tersebut  yakni 63 anak dan 33 perempuan, belum dengan rincian jenis atau bentuk kekerasan.

Sementara untuk tahun 2022, DP2KBP3A, belum mendata karena ada kendala teknis di lapangan.

Baca juga: Sulitnya Mendeteksi Kasus KDRT di Pelosok Sikka

 

"Kita kekurangan tenaga dan sekarang masih dalam proses rekapan. Biasanya dilaporkan per semester," Maria Bernadina Sada Nenu, kepala DP2KBP3A, kepada TRIBUNFLORES.COM.

Ia mengatakan, dari data 2021, korban kekerasan lebih banyak dialami oleh anak-anak yakni mencapai 63 orang.

Bernadina juga menyodorkan menyodorkan temuan kasus yang dicatat oleh Tim Relawan Untuk Kemanusiaan Flores (TRUK-F) Maumere berdasarkan trend kekerasan.

TRUK-F mencatat terdapat 101 korban yang melaporkan kasusnya, dengan rincian 68 korban anak dan 33 korban perempuan dewasa.

"Kasus kekerasan seksual di Kabupaten Sikka tergolong tinggi dan cenderung naik," demikian keterangan catatan tahunan TRUK-F Maumere mengenai angka kasus itu.

Baca juga: Polisi Bekuk Pelaku Curanmor di Sikka

Menurut Bernadina, kasus kekerasan perempuan dan anak seperti fenomena gunung es. Banyak kasus kekerasan seksual, perdagangan manusia, dan kekerasan dalam rumah tangga yang hingga kini belum terdeteksi.

"Yang kita temukan selama ini ternyata hanya bagian kecilnya saja, seperti fenomena gunung es," katanya.

Dia mengatakan, DP2KBP3A memang sudah membangun sinergi lintas sektor untuk mencegah peningkatan kasus kekerasan berbasis gender, namun masih sulit menjangkau masyarakat pelosok.

"Memang kami kesulitan mendapatkan informasi. Saat turun ke pelosok desa, kami menitip pesan agar masyarakat selalu memberikan informasi," ujar Bernadina.

Oleh karena itu, menurutnya, peran media yang terus memberikan informasi tentang kondisi sosial masyakarat hingga ke wilayah terpencil sangat membantu DP2KBP3A.

Baca juga: Kapolres Sikka Imbau Nelayan Jangan Gunakan Bahan Peledak saat Melaut

 

"Sejauh ini memang aktivitas pemberitaan dari teman-teman media sangat membantu kami untuk melakukan pencegahan," ungkapnya.

Dalam upaya pencegahan KDRT, DP2KBP3A membangun kerja sama Dinas Kesehatan, Dinas Tenaga Kerja, Dinas Sosial, rumah sakit, pihak kepolisian, dan juga NGO seperti TRUK-F.

Ia menerangkan, strategi yang dilakukan yaitu terus memberikan edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat mulai dari wilayah kota hingga ke pelosok desa.

Kendala berikut yang dihadapi Dinas DP2KBP3A Sikka yakni belum memiliki UPTD PPA padahal sudah diatur dalam UU nomor 23 tahun 2014 tentang kewajiban pemerintah daerah untuk menyediakan perlindungan perempuan dan perlindungan khusus anak.

Berita Sikka Lainnya

Berita Terkait

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved