Lipsus Tribun Flores
Berburu Kue Janda di Wuring Sikka, Kuliner Lokal Menu Buka Puasa saat Ramadhan 2023
Kue Janda merupakan kuliner lokal yang diburu warga saat buka puasa sore hari di Kampung Wuring Sikka. Kue janda dijamin sangat enak dan manis.
Penulis: Gordy Donovan | Editor: Gordy Donovan
TRIBUNFLORES.COM, MAUMERE - Siang itu suasana di RT 033/RW 007 di Kampung Wuring, Kelurahan Wolomarang, Kecamatan Alok Barat, Sikka nampak sepi.
Cuaca cerah dengan suhu udara yang begitu menyengat kulit, perempuan itu larut dalam aktivitasnya. Ia adalah Nur Kaya. Siang itu ia sibuk membuat kue berbahan ubi kayu yang berwarna kuning. Kue itu dinamakan Kue Janda.
Ia sedang membersihkan sesuatu. Di tangan kanannya memegang pisau dan di tangan kirinya memegang ubi sebesar lengan orang dewasa.
Tangannya mulai cekatan mengupas kulit ubi kayu dan memotongnya menjadi beberapa bagian kecil. Setelah dipotong ia letakan ke dalam wadah plastik biru.
Baca juga: Cerita Mama-mama di Sikka, Gotong-royong Buat Sarung Tenun Ikat Agar Asap Dapur Tetap Mengepul
Berjalan kaki sekitar 20 meter ke arah timur, Kaya membawa potongan ubi ini untuk digiling bersama dengan buah kelapa.
Menurut Kaya, menggunakan mesin parut lebih mudah dan menghemat waktu. Jika sebelumnya memakai parut manual dan waktunya lebih lama.
Sekembalinya dari tempat penggilingan ubi tadi, ia masuk ke dalam dapur rumahnya untuk melanjutkan pekerjaannya membuat kue Janda.

Di dalam dapur temboknya dengan ukuran 2×3 meter persegi tanpa jendela, disinilah Kaya meramu makanan hingga membuat kue janda.
Membuat Kue Janda memang terlihat mudah, mulai dari cara dan bahan yang dibutuhkan. Bahan dasar kue Janda mudah ditemukan, yaitu ubi kayu atau singkong, pisang, gula pasir dan kelapa parut.
"Ubi kayu kuning, saya beli dari Pasar Wuring pas kemarin sore. Ini bahan dasar untuk membuat kue janda. Setelah ini kita parut ubi pakai mesin biar lebih cepat," ujar wanita yang kerap disapa bibi Kaya oleh warga Kampung Wuring.
Terlihat mudah, tapi tak semua orang membuat dan menjual kue berbentuk lonjong dengan tekstur kenyal ini.
"Parutan ubi ini kita harus campur dengan gula pasir agar tidak kecut. Air yang terkandung dalam ubi ini tidak peras. Nanti biar teksturnya kenyal dan rasanya enak," jelas Kaya sambil mengaduk adonan dalam wadah
Ia mulai mencampur ubi yang telah diparut dengan gula pasir secukupnya, dengan tangannya ubi dan gula pasir mulai membentuk sebuah adonan.
Setelah adonan itu jadi, sedikit demi sedikit ia mengambil adonan dan kemudian diletakan di atas telapak tangannya.
Ia memipihkan adonan dan mengambil 1 pisang raja yang dipotong tipis dan diletakan lagi di atas adonan.
Setelahnya ia menutup potongan pisang dengan adonan yang ada hingga tidak terlihat. Kue yang sudah terbentuk ini nantinya akan dikukus.
Sebelumnya Kaya telah menyiapkan wadah untuk mengukus kue Janda. Sebuah wajan besar yang telah diisi air dan diletakan di atas kompor minyak tanah.
Kurang lebih sekitar 5 menit air dalam wajan mendidih dan uap air pun mengepul. Kaya kemudian mengambil saringan periuk itu dan diletakkan di atas air tersebut. Barulah kue-kue yang telah dipipihkan mulai dikukus.
Tidak butuh waktu lama untuk kue Janda ini matang. Kurang lebih 10 menit, Kaya membuka tutupan wajan. Mengeluarkan kue Janda yang telah matang dengan sempurna. Warnanya pun nampak cantik dengan kuning mengkilat.
Kue Janda lalu ia tiriskan dan diletakan di atas piring. Uapnya pun masih mengepul dan aroma khas yang sedap mulai menggoda untuk disantap.
Tak lupa Kaya menabur kelapa parut di atasnya. Taburan kelapa parut ini membuat kue ini menjadi lebuh cantik rupanya. Ia juga menambahkan taburan gula pasir untuk menambah cita rasa manis pada kue Janda ini.
Ibu Kaya, satu di antara warga Kampung Wuring yang masih mewariskan kuliner khas Bugis ini. Hampir setiap hari membuat kue Janda dan menjualnya di Pasar Senja Wuring.

Kue Janda memiliki keunikan tersendiri. Meski begitu, kue Janda masih terdengar asing di telinga sebagian warga Flores maupun Nusa Tenggara Timur.
Kuliner tradisional satu ini berasal dari Sulawesi Selatan dan hingga kini masih diwariskan oleh Suku Bugis yang ada di Kampung Nelayan Wuring, Kabupaten Sikka, Provinsi Nusa Tenggara Timur.
Tak hanya warga Kampung Wuring, warga dari Kota Maumere juga turut berburu jajanan kue yang legit dan gurih ini.
Kue Janda bisa ditemukan di Pasar Senja Wuring dan selalu diburu warga Kampung Wuring saat berbuka puasa di Bulan Suci Ramadhan.
Sore itu sekitar pukul 14.00 wita, Kaya beranjak dari kediamannya dan berjalan menuju Pasar Senja Wuring. Lokasi pasar tak jauh dari kediamannya yang hanya berjarak 45 meter ke arah selatan.
Pasar sudah mulai pada pukul 14.00 wita. Namun, Kaya datang lebih cepat guna menyiapkan dagangannya berupa jajanan kue di lapaknya.
Saat tiba di lapaknya, tampak beberapa kardus berisi kue dan nampan berwarna biru telah ada di atas meja biru lapaknya. Kaya pun mulai menata kue-kue tersebut pada nampan yang telah disiapkan.
Disusun rapi hingga tak ada satu pun kue yang tercecer. Semua kue telah tersusun rapih di atas nampan. Dan ia kemudian menunggu satu per satu para pembeli datang ke lapaknya.
Waktu mulai menunjukan pukul 16.39 Wita. Langit sudah mulai berwarna jingga, cuaca yang sebelumnya terik perlahan mulai sejuk.
Air laut sudah naik, terlihat di bawah kolong lapak jualannya. Para pembeli mulai berdatangan. Beberapa ibu menyambangi lapak jualannya.
Kaya tanpa malu-malu memanggil para pembeli. Ia menawarkan kue Janda dan beberapa kue lainnya.
Di antara para pembeli yang memenuhi lapak Kaya, ada seorang ibu rumah tangga yang membeli 5 potong kue Janda.
Pembeli itu adalah Risna, salah seorang warga di Kampung Wuring. Risna mengaku bahwa kue Janda salah satu kue yang wajib ada di atas meja saat berbuka puasa.
"Setiap buka puasa di rumah wajib ada kue Janda. Yang buat dan jual kue ini di pasar hanya bibi Kaya, jadi saya beli," ungkap Risna.
Selain membeli kue Janda, Risna juga membeli beberapa kue lain yang dijual oleh Kaya.
Kue janda yang dijual Kaya sangat murah hanya Rp 1 ribu per potong dan harga ini juga berlaku untuk jenis kue lainnya.
Kaya menuturkan, saat Bulan Ramadan, ia memproduksi kue Janda lebih banyak dari hari biasanya. Kaya mengaku omset penjualan kuenya pun bertambah.
Kaya bersyukur, karena saat Bulan Suci Ramadhan ia diberi rezeki oleh Tuhan Yang Maha Kuasa. Jika pada hari biasanya meraup untung hanya Rp 600 ribu hingga Rp 700 ribu, namun saat bulan puasa ia mampu meraup keuntungan hingga Rp 1 juta lebih per harinya.
"Jika hari biasanya saya memproduksi hanya 60 potong saja. Tapi karena sekarang bulan puasa saya produksi lebih banyak bisa sampai 100 potong kue Janda. Alhamdulilah, selama 4 hari dalam bulan ini kue Janda lakunya lebih cepat dari kue lain yang saya jual di Pasar Wuring," kata Kaya sembari tersenyum.
Sepeninggalan suaminya, kini ia tinggal bersama 2 anaknya. Ia berjualan kue untuk menopang hidup keluarga kecilnya. Ia memliki seorang anak perempuan yang telah menikah dan satu anak laki-lakinya juga seorang nelayan.
Kaya menjual kue sudah 33 tahun lamanya di Kampung Wuring. Kue Janda salah satu kue yang masih ia buat dan dijual di Pasar Senja Wuring. Selain itu Kaya juga membantu menjual kue yang dibuat oleh kakak perempuan sulungnya, Sutimiyati.
"Cerita kue Janda ini sudah turun temurun. Dari orang tua kami dulu juga cerita bahwa kue Janda ini dibuat oleh janda dan dijual juga oleh janda. Tapi menurut saya, disebut janda karena salah satu isi dari kue ini pisang yang tersembunyi di dalam ubi," ujar Kaya sembari tertawa.
Namun di balik cerita lucu asal muasal nama kue Janda. Kaya mengaku, tak begitu tahu sejarah penyematan nama kue Janda. Kue yang sudah diwariskan turun temurun dan memiliki cerita berbeda tiap orang Suku Bugis.
Kaya bersama 3 saudari perempuannya tinggal di Kampung Wuring sudah 40 tahun lebih. Sementara sang ibu tetap tinggal di Sinjai bersama 2 adik perempuannya.
Bagi wanita kelahiran 1979 di Sinjai, Sulawesi Selatan, kue Janda mengingatkan ia tentang almarhum ayahnya saat melaut dulu. Kue Janda menjadi bekal saat berangkat melaut karena proses membuatnya mudah dan cepat.
"Membuat kue janda lebih mudah, tidak perlu kocok telur atau cari bahan yang mahal. Hanya ubi kayu, gula dan parutan kelapa. Masaknya tidak butuh waktu lama dan kalau untuk sarapan pagi sebelum melaut pun bisa," ungkap Kaya.
Hingga kini, Kaya masih mempertahankan warisan leluhurnya.
Agar kelak kue Janda ini tetap diingat oleh anak-anaknya dan mereka terus membuat kue khas Suku Bugis ini.
Berita TRIBUNFLORES.COM Lainnya di Google News
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.