Wisata Flores
Indah dan Teduhnya Danau Tiwu Sora, Tempat Wisata di Ende yang Cocok untuk Healing
Jauh dari hiruk pikuk keramaian, Danau Tiwusora berada di ketinggian. Tempat wisata ini cocok dijadikan tempat healing.
Masyarakatnya masih memegang teguh adat istiadat atau tradisi leluhur. Tak heran saat berada di sini suasana magis sangat teras.
Tiwu Sora dalam bahasa Suku Lio yaitu Tiwu berarti danau. Danau Tiwu Sora disucikan oleh masyarakat setempat.
Baca juga: Waturaka Menempel di Dinding Gunung Kelimutu, Sawah Bertingkat dan Biola Dawai Tunggal
Dilansir dari laman POS-KUPANG.com, Danau Tiwu dipercayai warga setempat sebagai tempat keramat. Menuju Tiwu Sora pengunjung akan menemukan batu-batu berbentuk manusia yang masih ada kaitannya dengan Danau Tiwu Sora. Batu-batu itu diberi nama.
Ada Watu (Batu) Tege; batu berbentuk seperti kakek, lokasinya di Deturia sebelum masuk desa Tiwu Sora. Watu Mondo; berbentuk kumpulan orang lokasi di Lokalande desa Tou. Watu tura ; berbentuk kakek yang lagi mengendong anak kecil lokasi desa Hangalande.
Watu Susu; berbentuk seorang wanita yang sedang menyusui anak bayi lokasi desa Tiwu Sora. Para pengunjung yang hendak ke Danau Tiwu Sora, biasanya ditemani oleh warga setempat agar tidak terjadi hal buruk terhadap pengunjung.
Camat Kota Baru, Gregorius M. Ade, SP.MP, kepada POS-KUPANG.COM, Kamis (10/9/2020), mengatakan cerita mengenai Danau TiwuSora turun-menurun secara lisan. Konon, nama Danau tersebut diambil dari nama seorang bernama Woda Sora.
Awalnya Danau Tiwusora merupakan mata air kecil di lembah. Di dekat mata air tersebut Woda menanam berbagai jenis ubi-ubian. Sayangnya, setiap kali mau panen Woda selalu mendapati ubi-ubinya hilang.
Baca juga: Jalan-jalan ke Danau Asmara, Tempat Wisata Unik dan Menarik di Flores Timur
Suatu ketika Woda Sora memasang jerat dekat mata air tersebut. Keesokan harinya Woda Sora mendapati jeratnya terlepas. Namun ia menemukan ada lendir-lendir menempel di jeratnya.
Tak putus asa, Woda kembali memasang jerat. Kali ini ia menyiram abu dapur di sekitar jerat. Keesokan harinya, Woda kaget, dalam jeratnya ada seekor belut besar.
Menurut Ndingga jeratan Woda bukan jeratan bisa sehingga harus dilangsungkan upacara adat. Bersama warga kampung mereka lalu melakukan upacara adat di mata air, dekat tempat dimana Woda memasang jerat.
Setelah itu dilanjutkan dengan upacara pemotongan hewan dan gawi (gawi: tarian adat). Namun sebelum gawi mereka sumpah adat bahwa ketika terjadi sesuatu selama gawi, setiap orang tidak boleh lari, kalaupun lari, tidak boleh menoleh ke belakang.
Selama gawi berlangsung hujan turun. Ndingga enam kali bertanya kepada saudara-saudarinya, 'air sudah sampai mana'. Nampaknya ketika mulai gawi air pelan-pelan mengenangi mereka.
Sampai air menjangkau leher mereka, ada warga lari, ada yang bertahan, dan tiba-tiba kampung mereka di atas bukit roboh ke bawah mata air air dan terbentuklah Danau Tiwu Sora.
Gregorius menceritakan, pada bulan Januari dan Februari ada belut, ikan dan katak emas sering muncul ke pinggir Danau Tiwu Sora.
Lanjutnya, katak di Danau Tiwu Sora pun berbeda. Warga menyebutnya Leko Wea (Katak Emas) karena kulitnya bercahaya seperti emas.
Berita TribunFlores.Com lainnya di Google News
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.