Berita Sikka
40 Tahun Hilang, Sanggar Gaging Pani Bangkitkan Kembali Budaya Togo Pare
Misalnya dalam hal bertani, ketika membuka kebun itu harus selalu bersama-sama. Sifat gotong-royong
Penulis: Gordy Donovan | Editor: Hilarius Ninu
Laporan Reporter TRIBUNFLORES. COM, Gordy Donofan
TRIBUNFLORES. COM, MAUMERE - Sanggar Gaging Pani dari Desa Hepang, Kecamatan Lela mengajak anak muda bangkitkan kembali budaya Togo Pare di Sikka NTT.
"Tarian Togo Pare dari Sanggar Gaging Pani Desa Hepang. Satu bentuk tarian menyambut saat panen. Atau syukur panen, " ujar anggota sanggar Ganing Pani, Inosensius Sosimus Jolong (56) di acara Festival Toja Me di Lela, Jumat 25 Agustus 2023.
Pria yang akrab disapa Ino ini mengatakan Togo Pare ini mengisahkan nenek moyang pada zaman dahulu suka hidup bergotong-royong.
Misalnya dalam hal bertani, ketika membuka kebun itu harus selalu bersama-sama. Sifat gotong-royong yang ada itu membuat masyarakat kompak dan saling mengisi jika ada kekurangan.
Baca juga: Festival Toja Me di Lela, Momentum Ajak Anak Muda Lestarikan Warisan Budaya Sikka
Dahulu, nenek moyang jika bekerja itu tidak sendiri-sendiri, pasti berkelompok. Mereka gotong-royong menyelesaikan pekerjaan. Sambil bekerja, mereka melantukan Togo. Itu memberikan semangat untuk bekerja.
"Saat bekerja mereka melantukan Togo tadi. Itu supaya mereka tetap semangat, mau panas terik juga mereka tetap kerja. Itu mulai buka kebun hingga sampai panen, " ujarnya.
Budaya Togo Pare hingga kini nyaris punah. Tidak ada lagi terlihat. Tak hanya buka kebun, tapi kegiatan apa saja kebersamaan gotong-royong pasti ada. Apalagi saat itu tidak ada alat musik seperti saat ini.
Saat Togo ada seseorang yang memukul sebuah tempurung kelapa menggunakan kayu. Itu dijadikan sebagai alat musiknya. Sedangkan anggota penari melantukan syiar-syiar yang memberikan semangat.
Baca juga: Kakanwil Marciana : Warga Binaan di NTT Harus Aman dan Nyaman
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.