Berita NTT

Penjabat Gubernur NTT Hapus Seragam Tenun Ikat 'Membunuh' Penenun

Terobosan baru Penjabat Gubernur NTT menghapus penggunaan seragam tenun ikat bagi ASN di Provinsi mengancam kelangsungan usaha penenun.

Editor: Egy Moa
POS-KUPANG.COM/HO-IST
FOTO BERSAMA- Penjabat Gubernur NTT, Ayodhia G.L Kalake dan Sekda NTT, Kosmas D. Lana bersama tokoh agama hindu melakukan foto bersama di Pura Agung Giri Kertha Buana, Kolhua, Jumat 8 September 2023 

Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Irfan Hoi

POS-KUPANG.COM, KUPANG-Kebijakan Penjabat Gubernur NTT, Ayodhia Kalake menghapus pemakaian kain tenun ikat bagi aparatur sipil negara (ASN) lingkup Pemprov NTT  bisa ''membunuh" para pengrajin tenunan NTT. 

Keinginan mengembalikan kepada aturan lebih tinggi, namun kebijakan ini justru akan membuat pelaku UMKM dari sektor tenunan ikut terdampak. 

Anggota DPRD NTT, Yohanes Rumat mengatakan rujukan pada aturan secara nasional memang ada penggunaan pakaian dinas tersendiri, seperti di NTT yang mengenakan tenunan dan Pramuka. 

"Tentu kita menghormati, kita mengakui standar nasional itu berlaku seperti sedia kala. Artinya kembali ke aturan sesungguhnya. Hanya sayang kalau terkait dengan kebijakan lokal terkait dengan tenun lokal ditiadakan, sama artinya mematikan usaha para penenun atau UMKM," kata  Yohanes Rumat, Selasa 12 September 2023.

Baca juga: Dihadiri Direksi Bank NTT, Pemkab Sikka Akan Launching Pembayaran Pajak Daerah Secara Elektronik

 

 

Politisi PKB itu ingin agar eksistensi dari tenunan lokal NTT dari 22 daerah itu tetap ada sebagai ciri khas. Meski begitu ia mengembalikan kebijakan itu ke Penjabat Gubernur NTT. Dia justru menyodorkan agar penggunaan pakaian Pramuka boleh ditiadakan karena dari aspek aturan maupun pertimbangan belum cocok. Berbeda dengan tenunan yang mengakomodir beberapa komponen termasuk dari pelaku UMKM. 

Selama ini, produk tenunan itu mendapat tempat yang cukup baik di kalangan birokrat ketika Gubernur NTT Viktor Bungtilu Laiskodat meneken aturan tersebut. 

"Kita di DPRD itu meminta janganlah (dihapus penggunaan tenunan). Nanti di semua fraksi-fraksi DPRD kita melobi supaya nanti kalau pemerintah tidak dengar, kami akan lobi antar fraksi untuk kalau bisa ini dipertahankan, jangan merugikan banyak pihak," ujarnya. 

Dia menyarankan agar penggunaan tenunan khas NTT bagi ASN agar lebih modern sehingga tidak menyulitkan para pegawai. Ciri khas lokal harus dijaga, dengan modifikasi tenunan yang bisa disesuaikan dengan perkembangan era.

Baca juga: Kemenparekraf RI akan Dirikan Perguruan Tinggi Pariwisata di Labuan Bajo NTT

Yohanes Rumat mengaku kebijakan itu penggunaan tenunan bagi ASN itu berlaku sejak masa kepemimpinan Frans Lebu Raya, menjadi gubernur. Baginya kebijakan yang baik itu perlu dilanjutkan. 

Dia tidak menampik adanya keluhan dari ASN yang merasa kesulitan ketika menggunakan tenun lokal, apalagi di komplek perkantoran. 

"Kalau normal-normal saja, yang penting kain tenun, supaya UMKM yang ada tetap hidup, terutama di segmen pasaran kalangan ASN dan honorer. Tidak boleh dihapus, diperbaiki, disempurnakan, jangan dihapus, itu merugikan rakyat yang sudah bekerja kerja di bidang tenun," katanya. 

Sekretaris Komisi I DPRD NTT Hironimus Banfanu mengatakan, kebijakan yang diambil oleh Penjabat Gubernur NTT Ayodhia Kalake karena memang latar belakang Ayodhia dari seorang birokrat.

Baca juga: Jefri Riwu Kore Diperiksa 15 Menit di Polda NTT Terkait Keterangan Palsu

Sumber: Pos Kupang
Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved