Kasus Penganiayaan Siswa di TTS
Oknum Kepsek di TTS Aniaya Siswa Mangkir dari Panggilan Dinas
Dinas Pendidikan dan Kebudayaan kabupaten TTS merespon dugaan penganiayaan yang dilakukan salah satu oknum kepala sekolah terhadap 3 siswa SD
Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Adrianus Dini
POS-KUPANG.COM, SOE - Dinas Pendidikan dan Kebudayaan kabupaten TTS merespon dugaan penganiayaan yang dilakukan salah satu oknum kepala sekolah terhadap 3 siswa Sekolah Dasar.
Untuk mengecek kebenaran informasi yang beredar tersebut, pihak dinas telah mengeluarkan surat panggilan. Namun kepsek yang bersangkutan tidak hadir (mangkir) dari panggilan itu.
Hal itu dikatakan Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan kabupaten TTS, Musa S. Benu, SH melalui Kabid SD, Jansen S.P Neolaka, ST.
"Kita sudah layangkan surat panggilan bagi yang bersangkutan. Sebetulnya hari Senin 25 September kemarin kita minta keterangan tapi kepala sekolah yang dimaksud tidak hadir," ungkap Jansen.
Baca juga: Pria di Belu Tega Setubuhi Anak Tirinya
Karena kealpaan sang kepsek, pihak dinas akan mengeluarkan surat penegasan yang kedua.
"Karena ibu kepsek tidak hadir kami akan keluarkan lagi surat panggilan yang kedua," tegasnya.
Surat penegasan kedua yang dimaksud kata Jansen, dikeluarkan paling lambat pada Senin, 2 Oktober mendatang.
"Kami juga sudah melakukan kros cek informasi dengan Musyawarah Kelompok Kerja Kepala Sekolah (MK3S). Dari pihak sekolah sendiri kami belum dapat informasi untuk kros cek secara langsung. Berdasarkan berita dari media, kami coba kros cek dengan MK3S dan memang mereka mengakui bahwa kejadian itu ada, sehingga kami buat surat panggilan kepada yang bersangkutan," paparnya.
Baca juga: Misa Pancawindu Lembaga Pendidikan St. Klaus Kuwu Berlangsung Meriah
"Karena yang bersangkutan berada dalam jabatan sebagai kepala sekolah kami panggil untuk mengambil keterangan," imbuhnya.
Dikatakan panggilan tersebut untuk mengambil keterangan karena persoalan tersebut sedang ditangani APH.
"Di sini kami hanya mengambil keterangan saja karena sesuai dengan informasi kondisi ini sedang diproses APH (Polsek Kualin). Kami hanya ambil data keterangan untuk nantinya ada sikap dari dinas amankan sekolah ini. Sehingga kepala sekolah bisa fokus dalam penyelesaian kasus dan kami bisa ambil suatu tindakan misalkan non aktifkan sementara kepsek bersangkutan untuk konsentrasi dan kami kirimkan Plt. kepala sekolah," jelasnya.
"Kita tegaskan kembali karena ini menjelang ANBK tentunya membutuhkan kepala sekolah. Kalau kepala sekolah tidak hadir di sekolah hal ini akan berdampak bagi peserta didik," tambahnya.
Terkait Plt. Kepala sekolah katanya SK-nya dikeluarkan dinas.
"Untuk SK Plt. Dinas yang keluarkan. SK Plt. Ini hanya untuk mengamankan kondisi yang ada di sekolah. Jadi hanya sebagai pelaksana tugas. Kewenangan Plt juga dibatasi," ujarnya.
Untuk memantau situasi yang ada Jansen menyebut PGRI sudah secara langsung mendatangi sekolah tempat kejadian.
"Kemarin kami juga sempat komunikasi dengan PGRI. Mereka sudah turun. Kami dari dinas belum turun karena belum dapat informasi secara langsung terkait peristiwa itu. Meski demikian kami sudah keluarkan surat panggilan kepada kepsek yang bersangkutan untuk klarifikasi," ungkapnya.
Dia menyebut kepsek yang diduga melakukan penganiayaan tersebut akan ditahan di dinas untuk dibina.
"Setelah pengambilan keterangan nanti mungkin kepala sekolah bersangkutan ditahan dulu di dinas untuk pembinaan. Hal ini lebih pada kode etik sebagai ASN," tuturnya.
Menyikapi tindakan kekerasan oleh oknum guru terhadap siswa, kata Jansen, pihaknya akan melakukan penegasan dan sosialisasi terkait pemberian sanksi.
"Sudah beberapa kejadian yang melibatkan teman-teman guru terlepas dari terbukti atau tidak. Setelah proses nanti kami akan lakukan penegasan-penegasan kepada pihak sekolah, baik kepala sekolah maupun teman-teman guru supaya lebih mengedepankan pola-pola pendekatan yang lain ketika terjadi pelanggaran disiplin. Pemberlakuan sanksi dengan siksaan fisik sebaiknya dihindari. Hal ini yang kita dorong. Kami akan sosialisasikan hal ini kepada teman-teman guru," pungkasnya.
Sebelumnya diberitakan, salah seorang kepala sekolah (SH) di Timor Tengah Selatan dipolisikan lantaran diduga menganiaya peserta didiknya.
Korban mengaku dipukul terlapor hingga memar dan juga oleh terlapor korban sempat disuruh untuk memakan kertas.
Atas peristiwa tersebut, SH dilaporkan ke Polsek Kualin dengan nomor: LP/B/25/IX/2023/SEK KUALIN/RES TTS/ POLDA NTT tertanggal 18 September 2023.
Terkait kronologis kejadian, korban JT (12) bersama dua temannya AB dan SB yang juga merupakan korban mengisahkan sebagai berikut. AB memulai dengan kisahnya.
"Awal kejadian pada hari Senin, 18 September 2023. Sekitar jam 12.00 Wita saya (AB), JT dan SB sebelum waktu pulang sekolah kami bermain tembak-tembakan menggunakan sedotan Es Cendol," ungkapnya.
Cara melakukan Permainan tersebut kisahnya harus memasukkan kertas ke dalam sedotan lalu ditiup.
"Karena sebelum kami melakukan permainan tersebut, sudah ada teman kami yang lebih dulu bermain hingga kondisi tembok dan jendela kaca kena kertas. Karena jendela dan tembok kotor, teman-teman kami melaporkan hal ini ke Ibu Kepala Sekolah. Tidak lama Ibu Kepsek datang lalu menyuruh siswa lain untuk ambil kayu. Siswa lain datang bawa kayu, tapi karena ukuran kayu kecil ibu kepsek suruh ganti dan siswa lain pergi ambil kayu yang ukurannya sebesar ibu jari orang dewasa. Ibu Kepsek langsung pukul saya (AB) secara berulang-ulang di bagian kepala," terangnya.
Setelah dipukul kata AB mereka juga disuruh sang Kepala sekolah untuk mengunyah kertas yang mereka gunakan untuk permainan tembak tembakan.
"Setelah saya (AB) dipukul, ibu Kepsek suruh kami bertiga berdiri berjarak lalu mulai pukul JT di bagian bahu kiri sebanyak tiga kali sampai kayu patah. Karena yang digunakan panjang, kayu juga kena bagian tangan saja. Setelah pukul dan kayu patah, ibu juga pukul JK Pake tangan berulang kali. Lalu ibu suruh kami jilat kertas hasil permainan tembak-tembakan. Bukan hanya jilat tetapi setelah jilat harus kunyah dan telan. Karena takut, kami ikut semua yang ibu kepsek suruh," terangnya.
Sementara, Domi Toni mewakili orang tua korban menilai bahwa pembinaan yang dilakukan kepala sekolah (SH) sudah berlebihan. (din)
Berita TRIBUNFLORES.COM Lainnya di Google News
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.