Flores Writers Festival 3 di Maumere

Sadang Bui: Flores Writers Festival 3 Tahun 2023 Digelar di Maumere Selama 3 Hari

Flores Writers Festival (FTW) 2023 memaknai term Sadang Bui sebagai memori sekaligus metafora untuk memasukibeberapa hal

|
Editor: Nofri Fuka
TRIBUNFLORES.COM/HO-IST
SADANG BUI - Flores Writers Festival 3 Tahun 2023 akan digelar pada 8 hingga 10 November 2023. 

Sadang Bui menjadi pintu masuk dan gerbang interaksi orang Maumere pada masa lalu dengan ragam manusia, budaya, gagasan, sistem nilai dan rasa-merasa. Sadang Bui mengawali banyak sekali perjumpaan.

Dalam perjalanan waktu, Sadang Bui juga menjadi tempat orang-orang Maumere memulai mimpinya.

Meninggalkan kampung halaman, mengawali pengembaraan untuk mencari hidup (melarat) dengan aneka motif: sekolah, bekerja, atau sekedar bertualang.

Dengan demikian, Sadang Bui juga adalah tempat berpisah. Tempat menanti dengan renjana anggota keluarga yang
lain pulang, membawa sejuta harap dan angan.

Sadang Bui, nama yang romantis, yang ditemukan dan dirawat warga lewat berbagai syair dan lagu ini kemudian diubah menjadi Pelabuhan Lorens Say, yang diresmikan pada 9 Agustus 2010 oleh menteri perhubungan saat itu, Freddy Numberi.

Penggantian nama ini, sempat diprotes keras oleh warga karena ia menghapus memori kolektif dan identitas yang sudah telanjur melekat pada ruang sosial-budaya itu.

Meski protes tak usai, pembangunan tetap tak bisa dihentikan.

Sadang Bui yang sudah diganti penandanya menjadi Lorens Say kini adalah sebuah pelabuhan komersil yang ditata dan diproyeksikan terutama untuk kepentingan pasar.

Ia adalah situs modern baru dengan logika yang sama sekali berbeda dengan bagaimana ia dinamai sebelumnya.

Flores Writers Festival 2023 memaknai Sadang Bui sebagai memori sekaligus metafora untuk memasuki beberapa hal yang hari-hari ini rasanya penting untuk dibahas.

1) Sejarah kosmopolitanisme yang sudah lama berlangsung di Flores, yang di dalamnya memandang pertemuan berbagai konteks (manusia, budaya, gagasan, sistem nilai dan rasa merasa) sebagai sesuatu yang niscaya.

Kesadaran atas sejarah yang demikian sudah seharusnya ditempatkan sebagai etos untuk menghidupi dan merayakan keberagaman, melampaui sekat-sekat identitas yang akhir-akhir ini menguat serta menjadi sangat sensitif karena dipakai sebagai alat politik golongan tertentu.

2) Kenyataan keterhubungan antar lokalitas yang bisa menjadi basis refleksi bagi perkembangan dan pertumbuhan satu sama lain. Kenyataan keterhubungan ini bisa diupayakan sebagai jalan bagi konteks lokal di Flores untuk menawarkan pandangan dan gagasannya sehingga bisa dibicarakan secara translokalitas, di berbagai konteks yang lebih global dan beragam.

Modal ini juga membuka peluang untuk membangun gerakan solidaritas yang lebih besar dan kuat dalam berbagai aspek dan bidang kehidupan lainnya.

3) Isu-isu relevan seperti perdagangan manusia, investasi kapitalisme yang tidak berpijak pada komunitas lokal, developmentalisme yang abai terhadap kerusakan lingkungan adalah bentukbentuk kolonialisme baru yang menghancurkan relasi kosmopolitanisme organik pra-penjajahan Eropa, yang belakangan dialami sebagai kenyataan Flores hari ini.

Isu-isu di atas bisa jadi dapat direspons dan dibicarakan dengan pendekatan seni dan budaya yang idealnya dapat lebih cair dan berpotensi msuki ruang-ruang percakapan yang plural dan inklusif.

Berita TRIBUNFLORES.COM Lainnya di Google News

Halaman 2 dari 2
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved