Berita Lembata

Petani Desa Posiwatu Semangat Cari Benih Lokal yang Nyaris Punah

Warga juga semakin sadar akan pentingnya mengkonsumsi pangan lokal di tengah gempuran beras putih dan terigu impor.

Penulis: Ricko Wawo | Editor: Hilarius Ninu
TRIBUNFLORES.COM/RICKO WAWO
Para tamu sedang mengambil beragam pangan lokal Desa Posiwatu, Kecamatan Wulandoni, Kabupaten Lembata, Selasa, 14 November 2023.  

Laporan Reporter TRIBUNFLORES.COM, RICKO WAWO

TRIBUNFLORES.COM, LEWOLEBA-Kedatangan 10 mahasiswa Institut Filsafat dan Teknologi Kreatif (IFTK) Ledalero menyadarkan kembali masyarakat Desa Posiwatu, Kecamatan Wulandoni, Kabupaten Lembata untuk melestarikan benih-benih lokal yang sudah punah dan nyaris punah. 

Warga juga semakin sadar akan pentingnya mengkonsumsi pangan lokal di tengah gempuran beras putih dan terigu impor.

Mereka berada di sana selama 4 bulan dalam rangka program rintisan Merdeka Belajar Kampus Merdeka Sekolah Lapang Kerja Budaya (SLKB) Kedaulatan Pangan.

Para mahasiswa tinggal bersama masyarakat desa Posiwatu dan melakukan pendataan lengkap tentang Desa Posiwatu dari segi data spasial, sosial dan sektoral. 

 

 

Baca juga: Pangan Lokal Punah, Warga Posiwatu Lembata Beli Beras Rp 40 Juta Sebulan

 

 

 

 

Tidak hanya mendata keberagaman pangan lokal, para mahasiswa peneliti ini juga memeriksa data geografis desa (data spasial) dengan titik koordinat, batas desa, potensi pertanian, perkebunan, peternakan per kepala keluarga, kondisi rumah hingga golongan darah warga.

Opa Sander, petani desa Posiwatu, bersyukur kedatangan mahasiswa mendorong kelompok taninya mencari kembali benih-benih yang hilang. Dia harap benih-benih yang hilang ini juga bisa diketahui generasi muda di masa depan. 

"Kehadiran mahasiswa di sini bisa membangkitkan semangat untuk hidupkan lagi pangan lokal," ujar Lasarus Narek, petani senior di Posiwatu. 

Pengakuan yang sama juga disampaikan Petrus Lanang yang menyebutkan kehadiran mahasiswa IFTK Ledalero membangkitkan gairahnya untuk mencari lagi benih-benih yang hilang. 

Dia menyebut sejenis padi wangi yang sekarang sudah sulit ditemukan di kebun-kebun

"Sekarang sudah tidak ada lagi, akhirnya hilang," katanya. 

Perhimpunan Pendidik Untuk Keadilan (Perdikan) INSIST, Akhmad Mahmudi, yang jadi mentor para mahasiswa, sejak awal mengingatkan kepada warga dan orangtua asuh supaya tidak menyajikan makanan cepat saji kepada para mahasiswa. Ini merupakan bagian dari etika soal supaya mereka wajib mengkonsumsi makanan lokal. 

"Mereka dididik dengan etika sosial, bahkan kalau pangan lokal tidak kita perjuangkan maka apalagi yang mau kita harapkan," kata Akhmad Mahmudi yang berpengalaman meneliti desa di Indonesia. 

Lebih jauh, Akhmad berpesan kepada warga Posiwatu untuk melestarikan pangan lokal dan menjaga benih-benih yang nyaris punah. 

Dia menjelaskan dalam skala nasional, benih di Indonesia sudah dimonopoli perusahaan asing. 

"Kalau benih sudah dikuasai maka pangan juga dikuasai. Pangan lokal itu intisari dari kedaulatan pangan. Kita perjuangkan supaya berdaulat dan bermartabat," pungkasnya. 

Risto Jamang, mahasiswa IFTK Ledalero, menambahkan kehadiran mereka memang bertujuan untuk menyadarkan masyarakat tentang pentingnya berdaulat pangan. Tanam apa yang dimakan, dan makan apa yang ditanam. 

Risto berharap pemerintah desa dan kelompok tani untuk menelusuri lagi benih benih yang hilang dan juga yang nyaris di punah. Kalau ada benih yang sudah langka, maka perlu dibudidayakan lagi benih tersebut. 

Berita TRIBUNFLORES.COM Lainnya di Google News

 

 

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved