Pemana Bahari Festival 2023

Lolisa'a Gandu, Pengilingan Jagung Tradisional Suku Buton di Pulau Pemana Sikka

Lolisa'a gandu merupakan warisan leluhur suku Buton yang masih dilestarikan masyarakat nelayan Pulau Pemana

Penulis: Cristin Adal | Editor: Nofri Fuka
TRIBUNFLORES.COM/CHRISTIN ADAL
GILING JAGUNG - Ibu-ibu nelayan Desa Pemana, Kabupaten Sikka, Pulau Pemana saat menggiling jagung menggunakan batu alam. Giling jagung dalam bahasa Buton disebut lolisa'a gandu, Rabu 22 November 2023. 

" Sudah banyak yang pakai mesin giling karena lebih cepat. Tapi ibu-ibu usia seperti kami masih menggunakan cara tradisional ini. Jagung yang digiling menggunakan batu ini rasanya lebih enak dan halusnya sama seperti hasil dari mesin, walaupun prosesnya lama," ujar Hasnah.

Bagi Hasnah menggunakan proses lolisa'a gandu sebuah pilihan untuk zaman modern ini. Lolisa'a gandu memiliki keuntungan, saat proses ayak ada bagian jagung yang sudah menjadi tepung bisa digunakan untuk membuat makanan lain. Dedaknya bisa dijadikan pakan ternak bahkan dijual lagi.

"Kalau menggunakan mesin giling itu rugi, karena kita hanya dapat jagung giling bersih sementara sisa hasil penggilingan lain itu untuk yang punya mesin giling saja," ungkap Hasnah.

Namun, Hasnah berharap cara tradisional ini tetap diwariskan oleh keluarga nelayan suku Buton di Pulau Pemana. Baginya lolisa'a gandu tidak sekedar penggilingan tradisional tetapi syarat makna. Selain itu menggunakan alat tradisional ini sangat ramah lingkungan dan aman.

Pangan Lokal Pendamping Beras

Marwatih (69), warga Dusun Melati, Desa Pemana yang masih menggunakan watu lolisa'a gandu. Suaminya kini pensiun sebagai nelayan cakalang maupun tongkol karena usia yang kian uzur. Namun, Marwatih masih berkebun dan menanam jagung.

Jagung disebut makanan pokok mereka yang dipanen dari kebun. Selain melaut, masyarakat Pulau Pemana juga berkebun untuk bertahan hidup. Suami melaut menangkap tuna sementara istri berkebun menanam jagung maupun kacang-kacangan.

"Jagung itu makanan pokok kami, karena saat masak nasi itu harus dicampur dengan beras. Apalagi di pulau seperti ini tidak bisa tanam padi, jadi supaya beras beras tidak cepat habis harus campur dengan beras," ujar Marwatih.

Saat musim kemarau panjang seperti saat ini, Marwatih mengakui beras sangat mahal. Jagung hasil panen tahun sebelumnya menjadi penyelamat, jagung dicampur dengan beras saat masak.

"Beras sekarang sudah mahal. Jadi kita masak harus banyak dengan jagung, sehingga beras bisa hemat," ungkap wanita usia senja ini.

Musim Kemarau Berkepanjangan

Marwatih dan Hajah Hasnah merasakan dampak dari kemarau berkepanjangan ini. Mereka mengakui tahun ini musim tanam jagung maupun kacang-kacangan dilakukan bulan November.

Musim tanam yang tak menentu ini membuat mereka cukup khawatir. Namun mereka tetap optimis dan berharap hujan mengguyuri Pulau Pemana pada akhir November maupun awal Desember sehingga mereka kembali berkebun.

Berita TribunFloeres.Coma lainnya di Google News

Halaman 2 dari 2
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved