Berita Lembata
Jaga Debit Air, Warga Desa Wuakerong Penghijauan di Mata Air Wai Kmea
Aparat Desa Wuakerong, dan anak muda yang tergabung dalam kelompok Natural Resource Management (NRM) melakukan penanaman 100 bibit pohon
Penulis: Ricko Wawo | Editor: Hilarius Ninu
Hasil ini diperoleh dari tingginya ancaman dan kerentanan serta lemahnya kapasitas masyarakat saat menghadapi bencana. Secara alamiah, kerentanan muncul akibat adanya ancaman global yaitu perubahan iklim.
"Dari lima desa, empat desa memiliki sejarah bencana, kecuali Desa Wuakerong. Namun tetap saja lima desa ini memiliki resiko yang sangat tinggi karena lemahnya kapasitas," kata Amuntoda.
Sejarah bencana pada desa yang pernah mengalami bencana pun tidak menjadi peringatan bagi masyarakatnya karena bencana terjadi 30 sampai 40 tahun yang lalu. Disisi lain, sejarah bencana itu tidak diceritakan ke generasi berikutnya.
Misalnya di Desa Pasir Putih, kata dia, baru diketahui ketika Kelompok Siaga Bencana (KSB) dari lima desa menggali sejarah bencana di masing masing-masing desa.
Menurut dia, resiko bencana juga datang dari kondisi geografis yang tidak menguntungkan.
"Wilayah di lima desa ini memiliki morfologi DAS (Daerah Aliran Sungai) yang buruk. Potensi DAS kecil dengan DAS besar itu bisa menambahkan kerentanan bagi masyarakat di wilayah hulu," ungkapnya.
Selain itu, tingkat elevasi (kemiringan) juga mempengaruhi kerentanan di lima desa terkait. Tak hanya itu, banyak aktivitas penebangan masyarakat di kawasan penyangga.
"Ancaman bencana hidrometeorologi di lima desa pada umumnya ada banjir, longsor dan angin", jelasnya.
Kepala Desa Riabao, Zakarias Taran Banin, ketika dikonfirmasi usai mengikuti kegiatan evaluasi kerja KSB menjelaskan, risiko bencana di Desa Riabao pun cukup tinggi yaitu banjir, longsor dan angin.
"Perlu kesiapan dini. Jangan sampai masalah datang dan kita terlambat. Untuk itu kita perlu melakukan langka-langka konkrit untuk meminimalisir resiko," tambahnya.
Sebagai Kepala Desa, Zakarias merasa punya tanggung jawab terhadap kondisi yang tidak menguntungkan ini. Untuk itu, bersama KSB, pemerintah desa dan masyarakat Riabao sudah melakukan konservasi di area sebesar lima hektar.
Ia mengaku akan terus berkoordinasi dengan pemerintah kecamatan maupun kabupaten untuk melihat risiko bencana Desa Riabao sebagai indikator dalam menentukan kebijakan.
Upaya ini untuk meminimalisasi risiko yang lebih ketika ada kebijakan pemerintah kecamatan maupun kabupaten.
"Tentunya sebagai pemerintah desa, kita berupaya berkoordinasi. Tujuan kita untuk melindungi, menjaga dan melestarikan," tutupnya.
Berita TRIBUNFLORES.COM Lainnya di Google News
Jadwal dan Nama Kapal Ferry Yang Beroperasi di NTT Minggu 22 Januari 2024 |
![]() |
---|
Daftar Nama Desa di Kecamatan Nelle, Kabupaten Sikka |
![]() |
---|
Cerita Petani Lereng Gunung Lewotobi, Gagal Panen di Tengah Lonjakan Sembako |
![]() |
---|
Penghematan Dirasakan Nelayan, Program Electrifying Marine PLN Capai 42.912 Pelanggan Tahun 2023 |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.