Semana Santa 2024
Mengenal Rangkaian Prosesi Semana Santa di Larantuka yang Wajib Peziarah Tahu
Prosesi Semana Santa adalah tradisi Paskah yang sudah berjalan lima abad di Kota Larantuka, Kabupaten Flores Timur, Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur.
Penulis: Cristin Adal | Editor: Cristin Adal
TRIBUNFLORES.COM, LARANTUKA- Prosesi Semana Santa adalah tradisi Paskah yang sudah berjalan lima abad di Kota Larantuka, Kabupaten Flores Timur, Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur.
Kota di ujung Pulau Flores Timur ini disebut sebagai pusat kerajaan Katolik di Indonesia yang dipengaruhi bangsa Portugis. Tradisi Semana Santa salah satunya, tradisi Paskah yang dilestarikan hingga kini dan menjadi pusat perhatian ribuan peziarah dari seluruh tanah air. Mereka datang dengan penuh sukacita dan membawa ujud doa dalam rangkaian ritual Semana Santa.
Dalam tradisi Larantuka, serangkaian ritual rohani dan upacara keagamaan ini disebut dengan Semana Sancta (semana = seminggu/sepekan, sancta = kudus) atau dalam tradisi Gereja Katolik disebut dengan pekan suci.
Rangkain ritual dalam prosesi Semana Santa ini wajib peziarah tahu. Pekan Semana Santa di Larantuka dirayakan hampir seminggu penuh, mulai dari hari Minggu Palma sampai dengan Minggu Paskah.
Baca juga: Semana Santa, Tradisi Paskah di Larantuka yang Dirindukan Ribuan Peziarah
Adapun rangkaian prosesi Semana Santa secara keseluruhan, yaitu Minggu Palma, Rabu Trewa/Abu, Kamis Putih, Jumat Agung atau Sesta Vera, Sabtu Santo/Suci, hingga perayaan Minggu Halleluya atau Minggu Paskah.
1. Minggu Palma
Minggu Palma adalah rangkaian awal dalam ritual Semana Santa. Masyarakat lokal menyebutnya Minggu Palma dengan nama Dominggu Ramu atau Minggu Daun-Daun.
Minggu Palma tidak hanya diwarnai dengan perayaan liturgis saja, tetapi juga perayaan devosi. Conferia dan para umat akan mengadakan persisan, yaitu sebuah prosesi mengelilingi katedral dalam rangka mengenang Yesus memasuki Kota Lama Yerusalem. Pada saat itu, Yesus dianggap sebagai raja dengan sebutan Hosana Filio David.
2. Rabu Trewa (Rabu Abu/Rabu Terbelenggu)
Rabu dalam pekan suci ini oleh masyarakat Larantuka disebut dengan Rabu Trewa. Tradisi Rabu Trewa memang unik karena hanya ada di Larantuka dan wilayah di sekitarnya.
Masyarakat setempat menyebut Trewa karena berdasarkan sejarahnya pada hari tersebut Yesus dibelenggu dan menjadi awal dari kisah sengsara Yesus. Rabu Trewa merupakan tradisi yang memiliki ciri khas dari masyarakat Nagi.
Baca juga: Semana Santa 2023, Tradisi Rabu Trewa di Larantuka, Tanda Memasuki Masa Perkabungan Dimulai
Pada Rabu Trewa, umat Katolik Larantuka akan memenuhi dua kapela, yakni Kapela Tuan Ma di Pantai Kebis, Kelurahan Larantuka dan Kapela Tuan Ana di Kelurahan Lohayong. Rabu Trewa di Larantuka ditandai dengan penutupan “mengaji” Semana Santa (berdoa sambil bernyanyi) yang merupakan giliran Kapten Jentera atau Fernandez Aikoli Kampung Larantuka.
Prosesi ini dilakukan secara bergilir oleh 13 suku, yaitu Suku Kabelen (Resiona), Suku Lewi (Kabu dan Leweni), Suku Kea (Aliandu), Suku Sau (Diaz), Raja Ama Kelen (de Rosary), Raja Ama Koten (Diaz Viera da Godinho), Suku Maran, Suku Riberu da Gomez, Suku Kelen, Suku Lamury, Suku Mulowato, Suku Lawerang, dan Suku Kapten Jentera atau Fernandez Aikoli.
Pada pagi hari akan diadakan doa di Kapela Maria dengan upacara yang diatur secara baku oleh suku-suku yang telah mentradisi. Doa Semana Santa sendiri dihantar oleh mama muji (ibu-ibu penyanyi dalam bahasa Latin atau Portugis), sedangkan pada sore harinya diadakan lamentasi (ratapan Nabi Yeremia) di Gereja Katedral Reinha Rosari, Larantuka yang dilakukan menurut ritus gereja Katolik Romawi Kuno di Postoh, Larantuka, Flores Timur.
Di akhir lamentasi dibuat semacam keributan dan kegaduhan dengan teriakan “trewa, trewa, trewa!”. Pada zaman dahulu acara ini memperbolehkan penghancuran kapal-kapal yang ada di pelabuhan serta dihiasi pula dengan pesta dan mabuk-mabukan, tetapi hal tersebut kini tidak dilakukan lagi.
4. Kamis Putih
Kegiatan Kamis Putih diawali dengan perayaan perjamuan Kudus oleh Uskup Larantuka yang bersifat liturgis. Sementara itu, mardomu bersama dengan keluarga, kerabat, dan umat melaksanakan tradisi tikan turo, yaitu memasang tiang dari kayu dan bambu tempat pemasangan lilin untuk devosi Jumat Agung serta membangun armada.
Kegiatan lantas dilanjutkan dengan upacara Muda Tuan pada siang hari, yakni upacara pembukaan peti patung Tuan Ma atau Mater Dolorosa yang selama satu tahun ditutup oleh petugas conferia yang diangkat melalui sumpah. Setelah dibuka, patung Mater Dolorosa lantas dibersihkan, dimandikan, dan dihiasi.

Sub ritual ini tertutup untuk umum. Hanya conferia dan orang-orang terpilih saja yang dapat ikut serta dalam upacara Muda Tuan. Sebelum umat dan peziarah dapat melakukan devosi cium Tuan Ma, pintu kapela secara simbolis dibuka oleh raja keturunan Diaz Viera de Godinho pada sore hari.
Pembukaan pintu Kapela Tuan Ma yang disebut dengan buka pintu tuan ini adalah salah satu bagian dan permulaan sub ritual cium Tuan Ma. Sebelum membuka pintu kapela tersebut, raja berdoa dan meminta restu kepada raja-raja sebelumnya, termasuk kepada watowele (leluhur para Raja Larantuka yang berasal dari Gunung Ile Mandiri).
Setelah pintu kapela dibuka, dimulailah devosi cium Tuan Ma. Kesempatan tersebut diberikan kepada para umat untuk bersujud dengan menyampaikan promesa (permohonan berkat dan rahmat). Para umat meyakini bahwa Bunda Maria akan membawa doa dan permohonannya kepada Tuhan Yesus (Per Mariam ad Yesum).

Seperti tradisi Gereja Katolik umumnya, pada Kamis Putih malam di Gereja Reinha Rosari diadakan perayaan ekaristi pembasuhan kaki 12 rasul yang dilanjutkan dengan adorasi (penyembahan umum), doa bergilir di depan sakramen Maha Kudus, mencium Tuan Ma di Kapela Tuan Ma, dan mencium Tuan Ana di Kapela Tuan Ana.
Tahap yang disebut dengan promesa lakademu ini disiapkan secara sukarela oleh beberapa orang. Adapun tugas dari lakademu atau nikodemus hanya dari Gereja Reinha Rosari sampai ke Kapela Tuan Ana selama prosesi Jumat Agung malam. Para anggota lakademu yang dipilih secara sukarela dan rahasia ini memeriksa rute perjalanan dan mengecek kesiapan armida-armida (tempat pemberhentian).
Aksi jalan-jalan melakukan “inspeksi” ini disebut dengan jalan kure. Para lakademu berjalan bergandengan tangan sepanjang rute prosesi dan berhenti di tiap armida untuk memeriksa keamanan jalan dan keadaan sekitar armida itu.
5. Jumat Agung
Menurut sejarahnya ketika prosesi ini digelar di awal-awal, nuansa kesan tobat dan syukur begitu mewarnai. Makna itulah yang terus dipelihara, dijaga, dan dipertahankan hingga sekarang.
Tak ayal, umat Katolik Larantuka menyebutnya dengan Sesta Vera. Prosesi Jumat Agung merupakan perarakan dalam mengantar jenazah Yesus Kristus setelah disalibkan.
Prosesi Jumat Agung tidak hanya terjadi pada malam hari dengan rute yang berawal dan berakhir kembali di Katedral Reina Rosari Larantuka, tetapi ada juga Prosesi Laut yang oleh masyarakat setempat biasa disebut Persisan Anta Tuan.

Prosesi Laut dimulai dari Kota Rwido, Kelurahan Sarotari Tengah, sebuah wilayah di bagian Timur Kota Larantuka. Dalam Prosesi Laut, patung Yesus disalib diarak dengan menumpang sebuah berok (sampan tradisional) menuju Pantai Kuce lalu diantar ke Pohon Sirih di mana terdapat Armida Tuan Meninu, salah satu destinasi di rute Prosesi Jumat Agung pada malam hari.
Patung Yesus tersebut sepanjang tahun disimpan di Kapela Tuan Meninu Kota Rwido dalam sebuah Tori tersendiri, di samping tori untuk penyimpanan Patung Tuan Meninu (Patung Kanak-kanak Yesus).
Patung Tuan Meninu tidak ikut diarak para Prosesi Laut. Patung tersebut tetap disimpan dalam torinya di Kapela Tuan Meninu dan baru dikeluarkan dan diperlihatkan kepada umat pada tanggal 24 Desember menyambut hari raya Natal.
Prosesi Laut berlangsung pada pagi hari, biasanya dimulai tepat jam 10.00. Prosesi ini dipimpin oleh kelompok khusus, yang merupakan bagian dari Konfreria. Namun, sebelum Prosesi Laut dimulai, terdapat beberapa ritual pendahuluan mulai pukul 06.00 pagi berupa prosesi Jalan Salib di Kapela Tuan Meninu sampai pukul 07.00.
Selanjutnya, Patung Yesus disalib diambil dari torinya untuk memberikan kesempatan kepada umat atau peziarah menyembahnya dalam ritual yang disebut Cium Tuan mulai pada pukul 08.00.
Perarakan patung Tuan Ma dan Tuan Ana menuju Gereja Katedral Reinha Rosari dilaksanakan pukul 14.00 waktu setempat.

Perarakannya diatur dengan susunan sebagai berikut:
Genda Do, yang ditabuh terus-menerus sampai dengan selesai prosesi di malam hari.
Serdati (Panji Conferia Reinha Rosari).
Anak-anak yang membawa ornamen sengsara.

Salib dan Serai (lilin besar yang mengait salib).
Penyanyi O Vos dan Eus.
Tangan Dayabu (tangan setan), yang merupakan lambang godaan setan sepanjang sejarah manusia.
Gian de Morti (lukisan rangka manusia), yang merupakan lambang kematian dan pengaruh setan.
Lampion (lambang terang).
Krenti dan Krona Spina (rantai dan mahkota duri), yang merupakan lambang belenggu setan dan keangkuhan manusia.
Paku dan pemukul.
Pundi-pundi.
Tongkat dan bunga karang.
Lembing atau tombak.

Dadu dalam piring.
Buah-buahan.
Tempayan.
Ayam jantan.

Salib.

Tangga.
Patung Tuan Ana.
Umat promesa Tuan Ana.
Patung Tuan Ma.
Para pesadu conferia dan irmao conferia bersama raja.
Umat promesa Tuan Ma.
Sekitar pukul 18.00 waktu setempat, para umat berkumpul di Gereja Katedral Larantuka untuk melaksanakan lamentasi. Selanjutnya, para conferia mengumandangkan ratapan Yeremiah dan nyanyian popule meus hingga perarakan patung keluar dari Gereja Katedral.
Suasana prosesi ini terkesan sunyi, meskipun diikuti oleh banyak orang. Prosesi perarakan pun berjalan dengan melewati armida-armida. Armida bersifat temporal hanya ketika Prosesi Jumat Agung.
6. Minggu Halleluya/Minggu Paskah
Pada Minggu Paskah, dilaksanakan upacara ekaristi Paskah di gereja, sedangkan pada sore harinya para umat bersama dengan irmao conferia dan pesadu conferia mengantar patung Maria Halleluya dari Kapela Pantekebis ke Gereja Katedral untuk disemayamkan selama upacara ekaristi.
Setelah selesai perayaan ekaristi, patung Maria Halleluya diarak kembali ke Kapela Pantekebis untuk pentahtaan. Prosesi ini dilakukan dengan acara Sera Punto Dama (kegiatan penyerahan tugas mardomu dari yang lama kepada yang baru).
Acara Sera Punto Dama juga dilakukan di Kapela Missericordia Pante Besar setelah prosesi Minggu Paskah selesai. Dengan demikian, berakhirlah prosesi suci Semana Santa yang panjang dengan Sesta Vera sebagai mahkotanya. Sebagai budaya sakral warisan Portugis, ritus suci juga digelar di Konga dan Wureh.
Kapela, Armida, dan Tori
Larantuka memiliki banyak kapela. Hampir di setiap kampung terdapat kapela dengan pelindung yang berbeda-beda. Kapela yang terbesar dan menjadi pusat Semana Santa adalah Kapela Tuan Ma dan Kapela Tuan Ana.
Selain itu, ada lagi dua kapela di ujung timur dan barat Larantuka yang menjadi perhatian ketika Semana Santa, yaitu Kapela Tuan Menino dan Kapela Miseri Cordia.
Ketika Jumat Agung, kapela-kapela kecil di kampung-kampung pun ikut memanjatkan doa dan menyalakan lilin tepat ketika persisa dimulai. Lilin tersebut baru boleh dimatikan tepat ketika prosesi selesai dilaksanakan.
Dalam pelaksanaannya, perjalanan prosesi mengelilingi Kota Larantuka menyinggahi delapan armida/perhentian (lambang delapan suku yang berfungsi), yaitu:
Armida Suku Mulawato/Misericordia (Pantai Besar) di Kelurahan Lohayong dan Kelurahan Pohon Sirih, yaitu merenungkan janji Tuhan yang mengutus putra-Nya ke dunia.
Armida umat Sarotari di Kelurahan Pohon Sirih dan Kelurahan Balela yang berpelindung Amu Tuan Meninu (Tuan Bayi Anak), yaitu merenungkan masa kanak-kanak Yesus.
Armida Suku Amakelen dan Ama Hurint Balela di Kapela St. Philipus Balela, yaitu merenungkan masa hidup dan karya Yesus selama di dunia.
Armida Suku Kapten Jentera dengan pelindung Amu Tuan Trewa (Tuan Terbelenggu), yaitu merenungkan Yesus yang ditangkap dan diadili.
Armida Suku Riberu/Mater Dolorosa da Gomes di depan Kapela Tuan Ma, yaitu merenungkan Maria yang bersatu mengikuti jalan salib Yesus.
Armida Suku Sau/Diaz di Kapela Benteng Daud/Pohon Sirih dengan pelindung St. Antonius dari Padua, yaitu merenungkan saat Yesus dijatuhi hukuman mati.
Armida keluarga Raja Diaz Viera de Godinho di Armida Kuce yang berada di depan istana raja Larantuka, yaitu merenungkan Yesus yang telah wafat di kayu salib Armida Suku Amaleken Lewonama di Kapela Tuan Ana, yaitu merenungkan Yesus yang diturunkan dari kayu salib.
Armida Suku Amaleken Lewonama menjadi pusat dari prosesi Jumat Agung dikarenakan prosesi perarakan berakhir di sini.
Pada armida ini pula patung Yesus diturunkan dari salib dan diletakkan pada pangkuan Bunda Maria. Selanjutnya, seluruh umat kemudian diantar untuk masuk ke dalam Gereja Reinha Rosari Larantuka.
Selain kapela dan armida, terdapat juga tempat ibadah yang disebut dengan Tori. Tori adalah rumah yang secara khusus dijadikan sebagai tempat ibadah dan menyimpan benda-benda suci seperti salib dan patung peninggalan nenek moyang. Tori-tori ini adalah milik suku-suku tertentu yang menjaga pusaka mereka secara turun-temurun.
Tori-tori itu antara lain Tori Tuan Trewa, Tori Suku Teluma/ Da Santo, Tori Mesti De Kampu/Tori Pante Kebis, dan Tori Lewai.
Berita Tribunflores.com lainnya di Google News
Rangkaian Prosesi Semana Santa
Semana Santa di Larantuka
Peziarah di Larantuka
Peziarah Semana Santa 2024
Paskah 2024
Wisata rohani
Kota Larantuka
TribunEvergreen
TribunFlores.com
Semana Santa 2024, Rekomendasi 8 Tempat Wisata untuk Peziarah di Larantuka |
![]() |
---|
Semana Santa Larantuka 2024, Umat Katolik Mulai Tata Kapela Tuan Ma |
![]() |
---|
Semana Santa, Tradisi Paskah di Larantuka yang Dirindukan Ribuan Peziarah |
![]() |
---|
Bandara Larantuka Tambah Penerbangan Tiga Kali Sehari Antisipasi Pesiarah Perayaan Semana Santa |
![]() |
---|
Sejarah Semana Santa Larantuka di Flores Timur NTT, Tradisi Sakral Umat Katolik |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.