Berita Ende

Penyusunan Kajian Resiko Bencana di Kabupaten Ende Terkendala Anggaran, BPBD Ende Butuh Rp 2 Miliar

Kabupaten Ende tidak memiliki dokumen kajian pengurangan resiko bencana selama tiga tahun terakhir karena masa berlaku dokumen sebelumnya.

|
Penulis: Albert Aquinaldo | Editor: Cristin Adal
TRIBUNFLORES.COM/ALBERT AQUINALDO
LOKASI LONGSOR- Lokasi longsor di Kelurahan Rewarangga Selatan, Kecamatan Ende Timur, Kabupaten Ende, Jumat, 7 Juni 2024. 

Laporan Reporter TRIBUNFLORES.COM, Albert Aquinaldo

TRIBUNFLORES.COP, ENDE - Kabupaten Ende tidak memiliki dokumen kajian pengurangan resiko bencana selama tiga tahun terakhir karena masa berlaku dokumen sebelumnya sudah selesai pada tahun 2021.

Keterbatasan anggaran pembuatan dokumen-dokumen tersebut yang membutuhkan anggaran kurang lebih Rp 2 miliar untuk lima dokumen dengan masing-masing dokumen membutuhkan anggaran kurang lebih Rp 400 juta.

Selain dokumen kajian pengurangan resiko bencana sebagai dokumen utama, Kabupaten Ende juga belum memperbaharui empat dokumen lainnya antara lain dokumen kontigensi bencana, dokumen penanggulangan kedaruratan bencana dan dokumen penanggulangan bencana serta dokumen rencana operasi operasional bencana termasuk peta rawan bencana.

Hal itu diakui Sekertaris Badan Penanggulan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Ende, Yulius Emanuel Riwu kepada TribunFlores.com, Selasa, 11 Juni 2024.

 

Baca juga: 3 Tahun Kabupaten Ende Tanpa Dokumen Kajian Pengurangan Resiko Bencana

 

 

Dikatakan Yulius, sejak berakhirnya masa berlaku dokumen Kajian Resiko Bencana (KRB) pada tahun 2021 yang merupakan dokumen dasar penanganan kebencanaan, BPBD Kabupaten Ende telah mengusulkan ke pemerintah daerah guna mengalokasikan anggaran pembuatan dokumen Kajian Resiko Bencana (KRB) terbaru.

"Selama ini alokasi anggaran kas daerah ke kami itu sedikit sekali sehingga kami tidak bisa memperbaharui itu karena diperkirakan satu dokumen itu butuh kurang lebih Rp 400 juta, kalau lima dokumen itu kurang lebih butuh Rp 2 miliar," ungkap Yulius.

Meski sudah habis masa berlakunya, Yulius menilai dokumen Kajian Resiko Bencana (KRB) yang lama masih relevan untuk dipakai dalam penanganan bencana di Kabupaten Ende karena di dalam dokumen itu menyatakan dua wilayah yang masuk kategori tertinggi rawan bencana longsor yakni Kecamatan Ende Timur dan Kecamatan Ndona.

Dijelaskan Yulius, anggaran Rp 2 miliar tersebut akan digunakan untuk melakukan kajian resiko bencana yang dilakukan oleh Perguruan Tinggi (PT) atau lembaga yang sudah memiliki kompetensi kebencanaan.

"Harapan kami adalah adanya alokasi anggaran untuk penerbitan dokumen dasar itu terus dengan anggaran untuk mendukung operasional bagi kebencanaan," harap Yulius.

 

Baca juga: Anak Korban Longsor di Ende Terima Santunan Kemensos, Sentra Efata Kupang Fasilitasi Pelatihan 

 

Selain anggaran, dia juga mengaku terkendala alat berat untuk melakukan pembersihan material longsor saat terjadi bencana longsor. Selama ini BPBD Kabupaten Ende sering berkoordinasi dengan Dinas PUPR Kabupaten Ende untuk penggunaan alat berat yang juga hanya ada dua unit guna melakukan pembersihan material longsor.

Terkait kendala anggaran, Vinsen Sangu, anggota DPRD Kabupaten Ende mengatakan, hingga saat ini belum ada pembahasan angggaran di lembaga legislatif untuk memperbaharui dokumen Kajian Resiko Bencana (KBR).

"DPRD itu menunggu untuk proses pembahasannya saja sedangkan kewenangan untuk melakukan perencanaan dan usulan itu pada pemerintah, kita mendorong melalui Kepala BPBD yang dikepalai oleh Sekda sendiri dan sekaligus Sekda itu sebagai Ketua Tim Anggaran Pemerintah Daerah(TAPD) agar posisi strategis BPBD ini tidak hanya melengkapi atau formalitas sesuai dengan yang ada UU kebencanaan tetapi ini harus dilaksanakan dan dipahami sepenuhnya oleh Pemda," tandas politisi PDIP ini.

Sebelum dibahas di lembaga DPRD, lanjut Vinsen, Pemkab Ende diharapkan untuk melakukan perencanaan semaksimal mungkin agar pengalokasian anggaran sesuai dengan harapan seluruh masyarakat Kabupaten Ende yang nyaman dan aman dari ancaman bencana.

Dia juga mengatakan, alokasi anggaran untuk fase pra bencana juga harus maksimal seperti pelatihan atau penguatan kapasitas tanggap bencana di tingkat masyarakat dan peningkatan kapasitas penanganan bencana di tingkat daerah.

"Sebentar lagi akan dilakukan perubahan anggaran untuk tahun 2024, BPBD harus berperan aktif mengadvokasi kebijakan anggaran di daerah ini secara maksimal," tutup Vinsen.

 

Berita TribunFlores.Com lainnya di Google News

 

 

Berita Terkait

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved