Polemik Seleksi Taruna Akpol di NTT

Kompolnas Minta Klarifikasi Kapolri soal Kegaduhan Seleksi Taruna Akpol di Polda NTT

Dalam tahap seleksi, pendidikan, dan pembentukan sumber daya manusia, Polri diingatkan agar tidak main-main.

Penulis: Gordy | Editor: Gordy Donovan
TRIBUNFLORES.COM / HO-POLDA
POSE BERSAMA - 11 Taruna Akpol asal NTT pose bersama di Polda NTT, Juli 2024.Komisi Kepolisian Nasional atau Kompolnas telah meminta klarifikasi dari Kepala Polri Jenderal (Pol) Listyo Sigit Prabowo terkait kegaduhan dalam seleksi taruna Akademi Kepolisian asal Nusa Tenggara Timur. 

”Jangan evaluasi untuk diperbaiki pada tahun-tahun berikutnya. Harus diperbaiki untuk tahapan yang kini sedang berjalan,” katanya.

Menurut Darius, keterwakilan orang asli NTT yang hanya satu orang itu tidak serta-merta diartikan bahwa orang NTT tidak mampu dalam seleksi. Publik menganggap, kuota untuk NTT itu sudah dirampas peserta yang datang dari luar. Terlebih, jika peserta memiliki relasi ”orang dalam”.

Sementara itu, Kapolda NTT Inspektur Jenderal Daniel Tahi Monang Silitonga, Senin (8/7/2024), membantah tuduhan publik tersebut.

”Panitia pun tidak bisa mengubah hasil perolehan nilai karena sudah diolah dalam sistem dan peserta pun sudah mengetahui nilai setiap selesai tahapan pendaftaran,” tulisnya lewat pesan singkat.

Menurut Daniel, seluruh hasil tes langsung ditayangkan dan ditandatangani peserta dan pengawas. Setiap kali setelah habis pelaksanaan tes, peserta juga dipersilakan mengisi survei kepuasan yang dilakukan secara terbuka. Setiap tahapan diawasi secara ketat oleh pengawas internal dan eksternal.

Perlu Tim Investigasi

Sebelumnya, Pakar Hukum Tata Negara Universitas Nusa Cendana Kupang, Dr. John Tuba Helan menyebut dugaan nepotisme pada tes akademi kepolisian (Akpol) tahun 2024 di Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Timur (Polda) NTT perlu diusut. Ia mengusulkan Mabes Polri membentuk tim investigasi.

Menurut dia, persoalan itu sudah menjadi sorotan publik. Seleksi itu disebut sudah menyimpang dari ketentuan. Pengajar pada fakultas hukum Undana ini berpandangan agar kuota untuk putra-putri daerah mestinya ditetapkan dalam aturan sehingga bisa dilaksanakan oleh panitia seleksi.

Berkaca dari masalah seperti ini, proses seleksi berlangsung terbuka sehingga siapapun, selama dia warga negara Indonesia, maka dibolehkan untuk mengikuti tes itu.

"Menurut saya karena ini sudah menjadi sorotan maka perlu dilakukan pemeriksaan atau investigasi dari Mabes Polri. Investigasi itu bisa membuktikan bahwa itu sudah sesuai aturan atau tidak, kalau tidak sesuai maka dikenakan sanksi yang ada," ujarnya, Selasa 9 Juli 2024.

John Tuba Helan berkata, selama ini ada dugaan nepotisme yang terjadi. Sehingga investigasi dilaksanakan agar membuktikan semua kecurigaan publik selama ini. Jika para peserta yang lolos itu punya nilai tinggi maka tidak menjadi persoalan. Namun, menjadi masalah bila ada semacam nepotisme.

"Yang bermasalah itu peserta yang nilai lebih rendah tapi terpilih untuk mewakili NTT, saya pikir itu bisa dibatalkan kalau terjadi semacam nepotisme begitu. Investigasi menjadi penting," kata dia.

Mabes Polri lewat tim investigasi perlu melakukan pengusutan agar bisa membuka duduk masalah itu. Mestinya, panitia sejak awal juga membuka semua itu secara transparan dan tidak terkontaminasi dengan praktik Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KKN).

John Tuba Helan mengatakan, Mabes Polri bisa membentuk tim independen dengan melibatkan para pihak terkait yang menjamin independensi tim itu. Dia tidak mau tim itu hanya berisi tim internal kepolisian yang bisa menimbulkan pertanyaan lanjutan.

Dia ragu kalau tim yang dibentuk hanya dari pihak kepolisian. Hasilnya, bisa saja akan saling melindungi dan menyebabkan masalah ini tidak ada titik terang. Publik hanya dibuat nyaman dengan tim yang terkesan asal-asalan.

Sumber: Kompas.com
Halaman 2 dari 3
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved