Pulau Pemana
Asa Bebaskan Bahaya Polusi Sampah Plastik di Pulau Pemana, Harus Dibawa Keluar dari Pulau
Peliknya pengelolaan sampah plastik bukan saja menjadi permasalahan di wilayah daratan Kabupaten Sikka, NTT. Begitu pun di Pulau Pemana.
Penulis: Cristin Adal | Editor: Cristin Adal
TRIBUNFLORES.COM, MAUMERE- Peliknya pengelolaan sampah plastik bukan saja menjadi permasalahan di wilayah daratan Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur (NTT). Begitu pun di Pulau Pemana, satu dari 18 pulau di kabupaten ini.
Dari 18 pulau itu, 9 pulau berpenghuni dan salah satunya Pulau Pemana yang berada di sebelah utara Pulau Flores. Yang sebagian besar masyarakat di pulau kecil ini bermata pencaharian sebagai nelayan. Dan pulau ini berada dalam kawasan Teluk Maumere.
Di pulau ini terdapat dua desa, yaitu Desa Pemana dan Desa Gunung Sari. Kawasan pemukiman warga Desa Pemana berada tepi laut dan sangat padat, rumah berdempetan dengan jalan yang hanya bisa dilewati satu mobil pick up.
Di balik kawasan pemukiman padat penduduknya, Desa Pemana menyuguhkan panorama perairan yang indah di Teluk Maumere dengan gugusan pulau yang terlihat. Namun, persoalan sampah plastik masih menjadi ancaman di Pulau Pemana, salah satunya ketersediaan tempat pembuangan akhir (TPA) di pantai.
Baca juga: Melihat Aktivitas Tempat Pendaratan Ikan Tuna di Pulau Pemana saat Pagi Hari
TPA ini menjadi sorotan Tim Indonesian Waste Platform (IWP), akademisi Institut Teknologi Bandung (ITB), Asosiasi Daur Ulang Plastik Indonesia dan dari Universitas Sam Ratulangi dan Yayasan Surya Prima Mulia di Manado yang berkunjung ke pulau ini pada Sabtu (14/9/2024) lalu bersama Mahasiswa Pencinta Alam (Mapala) Universitas Nusa Nipa (Unipa) dan Universitas Muhammadiyah Maumere (Unimof) dan Koalisi Orang Muda Peduli Iklim (KOPI) Maumere.
TPA ini berada tak jauh dari kantor Desa Pemana, sekitar 200 meter ke arah barat. Hanya perlu berjalan kaki sekitar 10 menit. Nelangsa, ketika menyaksikan dua pemandangan berbeda dalam satu lokasi, tumpukan sampah yang sebagaian besar kemasan plastik dan panorama laut biru yang indah di Pulau Pemana.
Tak Ada Pilihan Lain
Penjabat Kepala Desa Pemana, Mustari Ipir mengatakan TPA ini menjadi solusi akhir di Desa Pemana karena tak ada pilihan. Ia menerangkan bahwa TPA itu dibangun oleh kepala desa sebelumnya sekitar 4 tahun lalu untuk mencegah masyarakat membuang sampah sembarangan bahkan ke laut.
"Selama ini, tidak punya lahan, desa menyiasatinya dengan membangun tanggul untuk alternatif terakhir sebagai TPA karena tidak ada solusi lain. Ketika air pasang akan membawa pasir yang akan mengendap dan menutupi sampah-sampah ini. Sekitar 2 tahun TPA ini diaktifkan kembali,"ungkap Mustari.
Baca juga: Kunjungan Wisman Meningkat, Imigrasi Labuan Bajo Perketat Pengawasan Orang Asing
Perdes Tertib Kebersihan
Mustari tak menampik bahwa kebiasaan masyarakat membuang sampah sembarangan berlangsung lama. Perilaku ini tidak saja membahayakan lingkungan tempat tinggal namun lebih dari itu telah mencemari perairan turut merusak ekosistem perairan.
Keprihatinan dengan kondisi ini, Pemerintah Desa Pemana akhirnya menerbitkan Peraturan Desa (Perdes) Nomor 2 tahun 2024 tentang Ketertiban Umum dalam wilayah Desa Pemana yang mencatumkan poin-poin larangan khususnya larangan membuang sampah di pantai dan laut dan mewajibkan setiap rumah memiliki tempat sampah sendiri untuk menampun sampah rumah tangga.
Setelah Perdes ini diterbitkan, kata Mustari, satu hari dalam seminggu diadakan kerja bakti bersama. Warga juga membuat tempat sampah di rumah masing-masing untuk menampung sampah produksi rumah tangga. Namun, TPA di pinggir pantai itu menjadi dilema.
Siapa yang Peduli Persoaalan Sampah di Pulau-pulau Terluar?
Koordinator Nasional IWP, Martha Muslin mengungkapkan persoalan sampah plastik di pulau-pulau kecil minim perhatian. Masyarakat dibiarkan untuk mengatasi sendiri persoalan itu dengan keterbatasan dan pada akhirnya merugikan masyarakat itu sendiri dan membahayakan ekosistem perairan sebagai sumber hidup masyarakat di pulau.
"Siapa yang peduli dengan persoalan sampah di pulau-pulau terluar? Komitemen untuk penangan sampah di pulau terluar harus diatasi dan menjadi perhatian bersama, pemerintah, masyarkat, jurnalis dan stakeholder lainnya. Harus ada solusi bukan saling tunjuk,"kata Martha Muslin.
Persoalan sampah di Pulau Pemana, kata aktivis lingkungan hidup ini memerlukan sejumlah strategi, perlunya mengubah paradigma masyarakat terhadap pengelolaan sampah plastik dengan prinsip ekonomi sikular tidak lagi pada ekonomi linear, sampah langsung ke TPA.
Sampah Dibawa ke Kota
Untuk menerapkan prinsip ekonomi sikular ini guna mengurangi limbah dan polusi, Martha Muslin melalui IWP berupaya untuk membawa keluar sampah padat dari Pulau Pemana.
"Seperti janji yang sebelumnya, sampah yang sudah dipilah kami angkut ke kota karena sistem pengangkutannya sedang dalam proses di Maumere,"kata Martha di hadapan ibu-ibu Desa Pemana yang hadiri di kantor Desa Pemana, Sabtu (14/9/2024).
Martah menjelaskan, sampah dari pulau harus dibawa ke kota hal ini karena pertimbangan fasilitas pengelolaan sampah ada di kota.
"Kalau fasilitas pengelolaan sampah ditempatkan di pulau ada banyak pertimbangan yang harus diperhatikan, pertama kondisi alam, jumlah sampah yang dihasilkan.Kita juga membangun kerja sama langsung dengan pengusaha sampah di Maumere,"ungkap Martha.
Lanjutnya, dalam upaya ini IWP akan mengandeng Mapala Unipa dan Mapala Unimof untuk terlibat mengatasi persoalan sampah di pulau-pulau terluar khususnya Pulau Pemana, sebagai wilayah pengembangan program IWP selain Labuan Bajo.
Asa Menuju Pulau Bebas Sampah
Ketua Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Desa Pemana, Sayudin La Didi menyampaikan harapan setelah kunjungan Tim IWP bisa menggerakan dan menumbuhkan kesadaran bersama untuk mewujudkan desa yang bebasa dari kepungan sampah.
"Harapannya masyarkat sadar dan tertib, kita harus lebih peduli dengan sampah. Pulau ini sangat indah, sayang jika kotori dengan sampah karena merusak ekosistem laut,"ungkap Sayudin.
Sementara itu, Penjabat Kepala Desa Pemana, Mustari Ipir akan terus melakukan sosialisasi ke masyarakat terkait pengelolaan sampah di pulau ini agar tidak selalau berakhir di TPA bahkan laut.
"Setelah ini kami melakukan sosialisasi ke tingkat dusun, desa akan melakukan sosialisasi termasuk edukasi tentang pilah dan pilih sampah.
IWP akan memfasilitas untuk diangkut ke Maumere. Nanti tim desa, yang akan mengumpulkan sampah, IWP yang mengangkut ke TPA,"lanjut Mustari.
Diketahui, IWP konsern untuk memperbaiki situasi pengelolaan sampah di 8 kabupaten di Pulau Flores, NTT, di mana kondisi pengelolaan sampah tidak memadai. Pembuangan sampah sembarangan dan pembakaran sampah secara terbuka masih tersebar luas.
Dari tanggal 9 hingga 20 September 2024, tim inti melakukan perjalanan ke Flores untuk melakukakan analisis situasi pengelolaan sampah. Hal ini termasuk pelatihan untuk tim dan lokarkarya tetang pengelolaan sampah padat di daerah terpencil dan pedesaan untuk mencapai tujuan mengurangi sampah plastik di laut dan meningkatkan penangan sampah di pulau-pulau di Flores.
Berita TribunFlores.com Lainnya di Google News
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.