Wisata Flores NTT

Wisata NTT, Tanjung Cinta Eputobi Flores Timur Jadi Denyut Ekonomi Ibu-ibu UMKM

Tanjung Cinta Eputobi menjadi arena ibu-ibu mengais rejeki. Usahanya kian berkembang. Mereka tentu bangga dengan produk

|
Penulis: Paul Kabelen | Editor: Nofri Fuka
TRIBUNFLORES.COM/PAUL KABELEN
Seorang pengunjung, Ricky Daton (27) sedang memotret pemandangan di wisata Tanjung Cinta Eputobi, Flores Timur, NTT. 

Laporan Reporter TRIBUNFLORES.COM, Paul Kabelen

TRIBUNFLORES.COM, LARANTUKA - Berwisata ke Kabupaten Flores Timur, Pulau Flores, NTT yang kaya dengan destinasi wisata alam dan budaya akan semakin lengkap jika singgah ke Tanjung Cinta Eputobi. Pesona alamnya amat mewah menjadi urat nadi bagi pelaku Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) untuk menghidupkan denyut ekonomi.

Tanjung Cinta Eputobi berada di wilayah Desa Lewoingu, Kecamatan Titehena. Tempat yang instagramabel ini selalu ramai dikunjungi para wisatawan khususnya penjajal Jalan Trans Flores dari dan ke Larantuka, Ibu Kota Flores Timur.

Tanjung Cinta Eputobi menjadi arena ibu-ibu mengais rejeki. Usahanya kian berkembang. Mereka tentu bangga dengan produk pangan lokal yang menjadi ciri khas, diantaranya kopi leworok, jagung titi, kerepe atau kripik besar olahan bahan dasar singkong, dan madu asli.

Lopo-lopo berbahan dasar bambu menjadi saksi betapa ibu-ibu asal Desa Leraboleng dan Lewoingu berjuang keras. Terdapat 10 lopo dan semua itu berdiri sejajar di pinggir Jalan Trans Flores. 

 

Baca juga: Wisata NTT, Ini Waktu Terbaik Surfing di Pantai Nemberala Rote

 

 

Jarak dengan Kota Larantuka lebih kurang 21 kilometer, sementara jarak perbatasan Flores Timur-Sikka di Desa Boru sekira 19 kilometer. Wisata dengan pesona gugusan pulau, hutan, dan pantai yang mirip danau itu terkesan unik sehingga selalu dijadikan tempat istirahat usai menempuh lika-liku perjalanan darat.

Selasa, 10 Desember 2024 petang, seorang perempuan tampak sibuk melayani pelanggan di lapaknya. Dia bernama Elisabet Kelang (52) dibantu suaminya, Yoakim Kumanireng (49). Sudah empat tahun pasutri ramah itu mencari rejeki dengan berdagang makanan lokal.

"Sejak 2020, waktu itu pas masa-masa Covid 19. Kita berjuang, kalau berdiam diri kita tidak bisa makan. Kami manfaatkan tempat wisata ini yang selalu ramai pengunjung," ujar Kelang saat diwawancara.

Elisabeth Kelang adalah satu dari belasan UMKM di Tanjung Eputobi. Ia menjajakan kopi leworok yang merupakan brand kopi andalan warga Titehena. 

 

Lapak UMKM milik Maria Goreti Tukan di Tanjung Eputobi, Flores Timur, NTT.
Lapak UMKM milik Maria Goreti Tukan di Tanjung Eputobi, Flores Timur, NTT. (TRIBUNFLORES.COM/PAUL KABELEN)

 

Selain kopi, tersedia jagung titi, jagung tembak, kacang tanah, keripik singkong, pisang goreng, kerepe, buah nanas, rambutan, jambu, serta mie instan. Ragam makanan lokal itu hasil dari suaminya yang menanam di kebun tak jauh dengan kampungnya di Desa Lewoingu.

"Kami bangga, menjual dari apa yang kami tanam. Memang prosesnya agak susah olah ubi menjadi kerepe. Kerepe itu bahan utama dari singkong, kita parut lalu kukus. Ini adalah makanan khas selain jagung titi," ceritanya.

Sesuai namanya Tanjung Cinta Eputobi, kata Elisabeth, lelah pengunjung akan sirnah jika beristirahat di tempat yang menawarkan aura romantis itu. Alam disebutnya punya caranya sendiri untuk menyembuhkan segala pikiran stres.

Lapaknya berukuran 3x4 meter menghadap langsung ke alam terbuka. Udaranya sangat sejuk. Menghirup udara segar nan asri sambil menenggak kopi dan mengunyah jagung titi menjadi salah satu cara healing terbaik.

Maria Goreti Tukan, pelaku UMKM lainnya, juga sibuk memutar kopi pesanan sejumlah pelanggan. Lapaknya dihiasi aneka tanaman bonsai atau miniatur pohon. Seperti Elisabet, Maria juga menjajakan makanan lokal seperti pisang, kacang goreng dan keripik.

Dalam sehari, ibu-ibu pejuang rupiah ini bisa meraup omzet Rp 350.000-Rp 600.000. Dijual sejak pukul 07.00 Wita hingga 20.00 Wita di wisata Tanjung Cinta Eputobi. Pencapaian tak menghianati lelah mereka demi menghidupi keluarga.

"Awalnya masih kecil, tempatnya juga kami bangun sederhana, atap pakai alang-alang. Sekarang sudah mulai berkembang. Kami juga menyediakan toilet yang tarifnya Rp 3.000 per orang," ucap Maria Goreti.

Menurutnya, selain warga lokal, tempat itu selalu disinggah para turis asing. Mereka kadang datang dengan kendaraan beriringan. Maria percaya usaha mereka kian berkembang karena wisatawan kagum dengan keindahan alam di sana.

"Ngopi di rumah itu memang sering, tapi kalau di alam terbuka akan beda. Kesannya lebih menarik," tuturnya.

Dari bilik bangunan 3x4 meter itu, wisatawan bebas menikmati keindahan alam seperti laut, hutan, Pulau Konga, Pulau solor, serta Gunung Lewotobi Laki-laki dan Gunung Lewotobi Perempuan bermetafora sepasang kekasih.

"Panorama alam di sini sangat lengkap, ada gunung, gugusan pulau, laut, hutan. Kita juga bisa melihat aktivitas nelayan mencari ikan," tutur Ricky Daton, salah satu pengunjung.

Ricky Datin hendak pulang ke Desa Bokang Wolomatang setelah seleai dengan urusannya di Larantuka. Tanjung Cinta Eputobi selalu ia kunjungi saat pergi atau pulang kegiatan.

Menurutnya, beberapa tahun lalu lokasi itu sangat sepi karena tak ada aktivitas UMKM. Sejak ibu-ibu merambah usaha, areal itu bak transit antar para pelintas yang penuh dengan keramaian hingga gelak tawa.

"Orang-orang selalu singgah. Dari sini kita bisa lihat aktivitas Gunung Lewotobi Laki-laki yang sesekali erupsi. Alam di sini sangat mewah," ucapnya.

Berita TRIBUNFLORES.COM Lainnya di Google News

 

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved